Aneka rekayasa dapat dilakukan untuk usaha pengendalian longsor lahan salah satunya adalah rekayasa vegetatif dalam tindakan konservasi lahan.
Pemecahan Masalah Kesejahteraan Rakyat Pengendalian Daur Air, Erosi dan Longsor Lahan Melalui Pengelolaan Lahan
Dalam rangka merancang pengelolaan lahan yang diarahkan untuk memecahkan masalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengendalikan daur air, mengendalikan erosi dan mengendalikan longsor lahan dapat dirancang melalui beberapa pendekatan yang berupa rekayasa vegetatif yang dipadukan dengan rekayasa tehnik dan didampingi dengan rekayasa sosial.
a. Lahan Rakyat
Di dalam pengelolaan lahan aspek kelestarian dalam jangka panjang sangat penting. Dalam hal ini kelestarian dapat diartikan sebagai (Anonimus, 2000) :
1. Kecenderungan produktivitas pertanaman tidak menurun atau positif pada rotasi berikutnya seraya menjaga serta meningkatkan kualitas basis sumberdaya lahan.
2. Praktek-praktek managemen pertanaman tidak berpengaruh buruk pada lingkungan.
3. Pertanaman secara ekonomis layak dan berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu bahwa pola penggunaan lahan pada umumnya adalah sawah, tegal, hutan, pekarangan, kebun, dan penggunaan lainnya. Khusus untuk penggunaan lahan sawah bagi masyarakat petani di Indonesia masalah utamanya adalah masalah managemennya bukan pada masalah pengelolaan lahannya, misal masalah penggunaan air, pemilihan bibit unggul, adanya kecenderungan peningkatan penggunaan pestisida yang justru akan mengganggu siklus kehidupan dan penurunan produktivitas untuk sawah maka tidak diuraikan lebih lanjut di uraian ini.
Dalam realitas penggunaan lahan pedesaan yang berupa tegal, pekarangan, kebun dan hutan rakyat, petani dapat mengelola sektor pertanian, kehutanan dan peternakan secara terpadu dalam proporsi yang berbeda sesuai dengan kondisi fisiknya. Dengan rekayasa vegetatif melalui pengetrapan pola agroforestry petani tidak terlalu penting membedakan pertanian dan kehutanan atau peternakan. Konsern petani adalah bahwa petani perlu menanam jenis tanaman pertanian, pohon maupun pakan ternak untuk berbagai kebutuhan. Masing - masing komoditas memiliki peran sendiri - sendiri dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat misal tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, buah, dll., untuk memenuhi kebutuhan jangka menengah, sedang kayu untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang misal kebutuhan biaya sekolah, biaya punya hajatan atau biaya kesehatan, dll. Dengan demikian pemilihan jenis tanaman sangat ditentukan oleh kebutuhan masyarakat setempat misal tanaman pangan berupa jagung, ketela, empon-empon dan pakan ternak sebagai tanaman etase pertama; tanaman buah misal mangga, sirsat, melinjo, kopi, petai,dll sebagai tanaman etase kedua; sengon, akasia, jati, mahoni, dll sebagai tanaman etase ketiga dan kelapa dipilih sebagai tanaman etase keempat.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat misal tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, buah, dll., untuk memenuhi kebutuhan jangka menengah, sedang kayu untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang misal kebutuhan biaya sekolah, biaya punya hajatan atau biaya kesehatan, dll. Dengan demikian pemilihan jenis tanaman sangat ditentukan oleh kebutuhan masyarakat setempat misal tanaman pangan berupa jagung, ketela, empon-empon dan pakan ternak sebagai tanaman etase pertama; tanaman buah misal mangga, sirsat, melinjo, kopi, petai,dll sebagai tanaman etase kedua; sengon, akasia, jati, mahoni, dll sebagai tanaman etase ketiga dan kelapa dipilih sebagai tanaman etase keempat.
Pola agroforestry biasanya dipilih masyarakat untuk mengelola lahannya apabila memiliki tenaga kerja yang cukup dan untuk lahan yang dekat jaraknya dari rumah, sedang apabila tenaga kerja kurang cukup dan utamanya yang jauh dari rumah masyarakat dapat memilih menghutankan lahan miliknya dengan jenis tanaman kayukayuan tetapi tidak disarankan monokultur dan seumur. Disamping rekayasa vegetatif, berbagai macam rekayasa tehnik utamanya yang sederhana perlu di bangun di lahan-lahan tersebut misal teras guludan, teras individu, teras bangku, embung, creeck fed ponds, rorak, saluran-saluran dan terjunan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan. Untuk mewujudkan pengelolaan lahan yang memenuhi prinsip kelestarian beberapa rekayasa sosial juga diterapkan dalam pengelolaan hutan rakyat antara lain :
1. Hutan rakyat dikelola oleh kelompok tani yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok.
Anggota kelompok patuh pada pranata-pranata sosial yang dibuat oleh
kelompok misal:
a. Untuk dapat menebang pohon harus seijin kelompok. \
1. Hutan rakyat dikelola oleh kelompok tani yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok.
Anggota kelompok patuh pada pranata-pranata sosial yang dibuat oleh
kelompok misal:
a. Untuk dapat menebang pohon harus seijin kelompok. \
Pohon yang boleh ditebang adalah yang sudah masuk umur daur yang disepakati kelompok. Penebangan harus dengan sistem tebang pilih. Bagi yang akan menebang harus sudah menyiapkan bibit baru. Selesai menebang harus menanami kembali. Bagi yang menebang bersedia menyerahkan dana ke kelompok yang nantinya untuk studi banding atau perbaikan lingkungan.
b. Lahan Hutan Negara
Lahan hutan negara di DAS Solo dapat dikatakan seluruhnya berada dalam pengelolaan PT. Perhutani. Akhir-akhir ini muncul gangguan berupa pencurian dan penjarahan kayu dalam skala kecil sampai skala besar. Penyebab tejadinya lahan kosong atau lahan tidak produktif lainnya antara lain karena tanaman gagal yang disebabkan adanya penggembalaan, kebakaran atau karena tidak sesuainya jenis tanaman, juga dapat disebabkan karena bencana alam kekeringan, erosi dan longsor lahan. Areal bekas penjarahan dan areal tidak produktif lainnya tersebut perlu direboisasi dan direhabilitasi dengan pola yang tepat dengan mempertimbangkan berbagai hal terutama pengalaman dan arah perkembangan pengelolaan dimasa mendatang dan sesuai dengan prinsip kelestarian yang terdiri dari :
1. Kelestarian Produksi.
Kelestarian Usaha.
Kelestarian Sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut sudah barang tentu bukan suatu hal yang sangat mudah, terutama karena semakin banyaknya permintaan masyarakat akan fungsi hutan yaitu fungsi produksi, sosial, ekonomi, lingkungan, meningkatkan PAD, penghasil tanaman pangan / pertanian dan perkebunan.
Untuk itu maka dasar penetapan pola reboisasi dan rehabilitasi hutan yaitu
(Anonimus, 2000) :
b. Lahan Hutan Negara
Lahan hutan negara di DAS Solo dapat dikatakan seluruhnya berada dalam pengelolaan PT. Perhutani. Akhir-akhir ini muncul gangguan berupa pencurian dan penjarahan kayu dalam skala kecil sampai skala besar. Penyebab tejadinya lahan kosong atau lahan tidak produktif lainnya antara lain karena tanaman gagal yang disebabkan adanya penggembalaan, kebakaran atau karena tidak sesuainya jenis tanaman, juga dapat disebabkan karena bencana alam kekeringan, erosi dan longsor lahan. Areal bekas penjarahan dan areal tidak produktif lainnya tersebut perlu direboisasi dan direhabilitasi dengan pola yang tepat dengan mempertimbangkan berbagai hal terutama pengalaman dan arah perkembangan pengelolaan dimasa mendatang dan sesuai dengan prinsip kelestarian yang terdiri dari :
1. Kelestarian Produksi.
Kelestarian Usaha.
Kelestarian Sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut sudah barang tentu bukan suatu hal yang sangat mudah, terutama karena semakin banyaknya permintaan masyarakat akan fungsi hutan yaitu fungsi produksi, sosial, ekonomi, lingkungan, meningkatkan PAD, penghasil tanaman pangan / pertanian dan perkebunan.
Untuk itu maka dasar penetapan pola reboisasi dan rehabilitasi hutan yaitu
(Anonimus, 2000) :
1. Kelas perusahaan hutan.
Permintaan industri
a. Skala industri
Lokasi industri
3. Jenis tanah
Permintaan industri
a. Skala industri
Lokasi industri
3. Jenis tanah
Tekanan sosial ekonomi masyarakat.
Aksesibilitas (jalan hutan menuju lokasi bagian hutan, sedang strategi yang diusulkan :
a. Masih dipertimbangkan kelas perusahaan yang ada dengan tidak menutup kemungkinan adanya peluang pengembangan kelas hutan jenis lain. Dalam pelaksanaan dapat dikaitkan dengan pengembangan semacam buffer zone melalui model kemitraan dengan masyarakat, penetapan
jenis tanaman, penurunan daur secara khusus. Pengembangan desentralisasi dan otonomi pada aspek manajerial atau operasional kepada KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan). Perluasan kerjasama dengan masyarakat dengan model kemitraan yang diperluas pada kegiatan pengelolaan lainnya bahkan pada bagi hasil produksi.
Adanya alternatif daur jati diperpendek dan mengembangkan jenis kayu lain untuk perkakas dengan daur ± 10 - 15 tahun.
Berbagai pola yang diusulkan untuk mereboisasi dan merehabilitasi lahan hutan sesuai dengan dasar penutupannya serta strategi yang dibuat antara lain (Anonimus, 2000) :
Pola I
1. Pola I diperuntukkan bagi kelas perusahaan jati.
Permintaan bahan baku jati pesat.
Tanah tidak begitu baik bagi tanaman pertanian.
Tekanan penduduk berat.
Aksesibilitas ke lokasi bagian hutan sangat baik, maka perlakuan yang
diberikan berupa :
a. Dibentuk kelas hutan dengan tujuan istimewa semacam buffer zone dengan bentuk pengelolaan bersama masyarakat mulai dari penanaman (pola agroforestry), pemeliharaan, perlindungan, dan pemanenan.
1. Pola I diperuntukkan bagi kelas perusahaan jati.
Permintaan bahan baku jati pesat.
Tanah tidak begitu baik bagi tanaman pertanian.
Tekanan penduduk berat.
Aksesibilitas ke lokasi bagian hutan sangat baik, maka perlakuan yang
diberikan berupa :
a. Dibentuk kelas hutan dengan tujuan istimewa semacam buffer zone dengan bentuk pengelolaan bersama masyarakat mulai dari penanaman (pola agroforestry), pemeliharaan, perlindungan, dan pemanenan.
b. Dapat dilakukan penurunan daur jati menjadi 30 - 40 tahun.
c. Dapat dipertimbangkan peningkatan uang kontrak untuk membantu
kesejahteraan masyarakat.
d. Dapat dilakukan perubahan jenis tanaman pokok kehutanan.
kesejahteraan masyarakat.
d. Dapat dilakukan perubahan jenis tanaman pokok kehutanan.
Pola II
Pola II diberlakukan bagi :
1. Bagian hutan dengan kelas perusahaan Jati
2. Permintaan bahan baku industri baik
3. Jenis tanah memiliki keterbatasan kesuburan untuk tanaman pertanian.
4. Tekanan sosial ekonomi masyarakat cukup
5. Aksesibilitas ke lokasi bagian hutan baik, dapat diberikan perlakuan :
a. Intensifikasi tumpang sari
b. Kontrak kerja sama dalam berbagai jenis kegiatan pengelolaan hutan (fresh money).
Pola III
Pola III dapat diberlakukan bagi :
1. Bagian hutan dengan kelas perusahaan Jati
2. Permintaan bahan baku industri sedang
3. Jenis tanah memiliki keterbatasan kesuburan untuk tanaman pertanian.
4. Tekanan sosial ekonomi penduduk sedang
5. Aksesibilitas ke lokasi bagian hutan tidak baik, dapat diselesaikan dengan managemen rutin PT. Perhutani (tumpangsari ± 2 th).
Pola IV
Pola IV dapat diberlakukan bagi :
1. Bagian hutan dengan kelas perusakan kayu rimba (non Pinus).
2. Permintaan bahan baku kayu industri baik.
3. Jenis tanah memiliki keterbatasan kesuburan tanah untuk tanaman pertanian.
4. Tekanan sosial ekonomi masyarakat berat.
5. Aksesibilitas ke lokasi bagian hutan baik dapat diselesaikan dengan :
Pola IV dapat diberlakukan bagi :
1. Bagian hutan dengan kelas perusakan kayu rimba (non Pinus).
2. Permintaan bahan baku kayu industri baik.
3. Jenis tanah memiliki keterbatasan kesuburan tanah untuk tanaman pertanian.
4. Tekanan sosial ekonomi masyarakat berat.
5. Aksesibilitas ke lokasi bagian hutan baik dapat diselesaikan dengan :
a. Ada kelas hutan dengan tujuan istimewa semacam buffer zone dengan bentuk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) mulai dari penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan dan pemanenan.
b. Kontrak kerjasama dalam berbagai kegiatan pengelolaan hutan.
b. Kontrak kerjasama dalam berbagai kegiatan pengelolaan hutan.
Pola V
Pola V diberlakukan bagi kelas perusahaan hutan non kayu (kayu putih). Pola ini program reboisasinya dapat diselesaikan dengan tumpangsari.
Pola VI
Pola VI diberlakukan bagi kelas perusahaan Pinus dan dalam Pola VI dapat diselesaikan dengan :
1. Program Banjar Harian
2. Program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
3. Kontrak kerjasama dalam berbagai kegiatan pengelolaan hutan (fresh money).
4. Produksi getah.
c. Pengendalian Longsor Lahan
Rekayasa vegetatif dan rekayasa tehnik dalam rangka usaha pencegahan atau mengurangi longsor lahan baik di lahan rakyat maupun di lahan hutan negara antara lain dengan:
a. Menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali dan tidak terencana (over cutting, penebangan cuci mangkuk, dan penjarahan).
b. Penanaman vegetasi tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel.
c. Mengembangkan usaha tani ramah longsor lahan seperti penanaman hijauan makanan ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas.
d. Mengurangi beban mekanik pohon-pohon yang besar-besar yang berakar dangkal dari kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel.
e. Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan tinggi dan merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah (SPAT) pada hujan yang rendah.
f. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah.
g. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor.
h. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah).
i. Bila perlu, di tempat-tempat tertentu bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan mekanik.
Beberapa contoh jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak serta yang berakar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang sebagai berikut :
f. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah.
g. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor.
h. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah).
i. Bila perlu, di tempat-tempat tertentu bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan mekanik.
Beberapa contoh jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak serta yang berakar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang sebagai berikut :
A. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak.
1. Aleurites moluccana (kemiri)
2. Vitex pubescens (laban)
3. Homalium tomentosum (dlingsem)
4. Lagerstroemia speciosa (bungur)
5. Melia azedarach (mindi)
6. Cassia siamea (johar)
7. Acacia villosa
8. Eucalyptus alba
9. Leucaena glauca
B. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang
1. Swietenia macrophylla (mahoni daun besar)
2. Gluta renghas (renghas)
3. Tectona grandis (jati)
4. Schleichera oleosa (kesambi)
5. Pterocarpus indicus (sono kembang)
6. Dalbergia sissoides (sono keling)
7. Dalbergia latifolia
8. Cassia fistula (trengguli)
9. Bauhinia hirsula (tayuman)
10. Tamarindus indicus (asam jawa)
11. Acacia leucophloea (pilang)
6. Cassia siamea (johar)
7. Acacia villosa
8. Eucalyptus alba
9. Leucaena glauca
B. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang
1. Swietenia macrophylla (mahoni daun besar)
2. Gluta renghas (renghas)
3. Tectona grandis (jati)
4. Schleichera oleosa (kesambi)
5. Pterocarpus indicus (sono kembang)
6. Dalbergia sissoides (sono keling)
7. Dalbergia latifolia
8. Cassia fistula (trengguli)
9. Bauhinia hirsula (tayuman)
10. Tamarindus indicus (asam jawa)
11. Acacia leucophloea (pilang)