NEWS UPDATE :
Tampilkan postingan dengan label Kolonialisme Dan Imperialisme Barat Di Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kolonialisme Dan Imperialisme Barat Di Indonesia. Tampilkan semua postingan

Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat Periode Sesudah Abad Ke-18


Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat
Periode Sesudah Abad  Ke-18
1. Perang Paderi (1803 – 1838)
Peristiwa ini berawal dari gerakan Paderi untuk memurnikan  ajaran Islam di wilayah  Minangkabau, Sumatra Barat. Perang ini  dikenal  dengan nama Perang Paderi karena merupakan perang antara kaum Paderi/kaum putih/golongan agama melawan kaum hitam/kaum Adat  dan Belanda.

Tokoh-tokoh pendukung kaum Paderi adalah Tuanku Nan Renceh, Tuanku Kota Tua, Tuanku Mensiangan, Tuanku Pasaman, Tuanku Tambusi, dan Tuanku Imam.

Jalannya Perang Paderi dapat dibagi menjadi 3 tahapan
1 )   Tahap I, tahun  1803    1821
       Ciri perang tahap pertama ini adalah murni  perang saudara dan belum ada campur tangan pihak luar, dalam hal ini Belanda. Perang ini mengalami perkembangan baru saat kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda. Sejak itu dimulailah Perang Paderi melawan Belanda.

2 )   Tahap II, tahun  1822    1832
       Tahap ini ditandai  dengan meredanya pertempuran  karena Belanda yang makin melemah berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi. Pada tahun 1825, berhubung dengan adanya perlawanan Diponegoro di Jawa, pemerintah Hindia  Belanda dihadapkan pada kesulitan baru. Kekuatan militer Belanda terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum Paderi dan perlawanan Diponegoro.

       Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian dengan Kaum Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak.

       Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di bawah pimpinan  Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.

3 )   Tahap  III, tahun 1832    1838
       Perang pada tahap ini  adalah perang semesta rakyat Minangkabau mengusir Belanda. Sejak tahun 1831 kaum Adat dan kaum Paderi bersatu melawan Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.

Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki Belanda. Tuanku Imam mengungsi ke Marapak.

Pertempuran itu  berakhir dengan penangkapan Tuanku Imam, yang langsung dibawa ke Padang. Selanjutnya atas perintah Letkol Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian pada tahun1839 dipindah ke Ambon. Tiga tahun kemudian dipindah ke Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November 1964 pada usia 92 tahun.


2. Perang Maluku (1817)
Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, monopoli diberlakukan lagi. Diberlakukan lagi sistem ekonomi uang kertas yang sangat dibenci dan keluar perintah sistem kerja paksa (rodi).

Belanda tampaknya juga tidak mau menyokong dan memerhatikan keberadaan gereja Protestan dan pengelolaan sekolah- sekolah protestan secara layak. Inilah penyebab utama meletusnya Perang Maluku  yang dipimpin Kapitan Pattimura.

Pada tanggal 15 Mei 1817, pasukan Pattimura mengadakan penyerbuan ke Benteng Duurstede. Dalam penyerangan tersebut, Benteng Duurstede dapat diduduki oleh pasukan Pattimura bahkan residen van den Berg beserta keluarganya tewas.

Tentara Belanda yang tersisa dalam benteng tersebut menyerahkan diri. Dalam penyerbuan itu, Pattimura dibantu oleh Anthonie  Rheebok, Christina Martha Tiahahu, Philip Latumahina, dan Kapitan Said Printah.

Berkat siasat Belanda yang berhasil membujuk Raja Booi, pada tanggal 11 November 1817, Thomas Matulessy atau yang akrab dikenal dengan gelar Kapitan Pattimura  berhasil ditangkap di perbatasan hutan Booi dan Haria.

Akhirnya  vonis hukuman gantung dijatuhkan kepada empat pemimpin, yaitu Thomas Matullessy atau Kapitan Pattimura, Anthonie Rheebok, Said Printah, dan Philip Latumahina. Eksekusi hukuman  gantung sampai mati dilaksanakan pada pukul  07.00 tanggal 10 Desember 1817 disaksikan rakyat Ambon.


3. Perang  Bone  (1824)
Pada tahun 1824, Gubernur Jenderal van der Capellen membujuk kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan untuk memperbarui Perjanjian Bongaya, tetapi Bone bersikeras menolaknya.

Setelah van der Capellen pergi meninggalkan Bone, Ratu Bone memimpin kerajaan-kerajaan Bugis melancarkan perang. Mereka merebut wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda dan berhasil membantai dua garnisun Belanda. Tentunya pihak Belanda tidak tinggal diam, segera melancarkan serangan balasan

Pada tahun 1825, pasukan Belanda berhasil memukul pasukan Bone. Penaklukan yang terakhir dan menentukan kekalahan Bone, baru terjadi pada tahun 1908. Bone harus menandatangani Perjanjian Pendek atau plakat pendek (Korte Verklaring).


4. Perang Diponegoro (1825 – 1830)
Pada saat sebelum Perang Diponegoro meletus, terjadi kekalutan di Istana Yogyakarta. Ketegangan mulai timbul ketika Sultan Hamengku  Buwono  II  memecat dan menggeser pegawai istana dan bupati-bupati  yang dahulu dipilih oleh Sultan Hamengku Buwono I.

Kekacauan dalam istana semakin besar ketika mulai ada campur tangan Belanda. Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan  Belanda menimbulkan  kebencian rakyat. Kondisi ini  memuncak menjadi perlawanan menentang Belanda.

Sebab-sebab umum perlawanan Diponegoro.
1).   Kekuasaan Raja Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah- pecah.
2).  Belanda ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.
3).   Kaum bangsawan sangat dirugikan  karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil  alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil  alih haknya.
4).   Adat istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot.
5).   Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak, seperti pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak pasar, pajak ternak, pajak dagangan, pajak kepala, dan pajak tanah.

Hal  yang menjadi sebab utama perlawanan Pangeran Diponegoro adalah adanya rencana pembuatan jalan yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.

Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro mendapatkan dukungan dari rakyat Tegalrejo, dan dibantu Kyai Mojo, Pangeran Mangkubumi,  Sentot Alibasyah Prawirodirjo,  dan Pangeran Dipokusumo.

Pada tanggal 20 Juli 1825, Belanda bersama Patih Danurejo IV mengadakan serangan ke Tegalrejo

Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya menyingkir ke Selarong, sebuah perbukitan  di  Selatan Yogyakarta. Selarong dijadikan markas untuk menyusun kekuatan dan strategi penyerangan secara gerilya.

Agar tidak mudah diketahui  oleh pihak Belanda, tempat markas berpindah-pindah,  dari Selarong ke Plered kemudian ke Dekso dan ke Pengasih. Perang Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya untuk  melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Berbagai upaya untuk  mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro telah dilakukan Belanda, namun masih gagal. Siasat Benteng stelsel (sistem Benteng) yang banyak menguras biaya diterapkan juga. Namun sistem benteng ini juga kurang efektif untuk mematahkan perlawanan Diponegoro.

Jenderal De Kock akhirnya menggunakan siasat tipu muslihat melalui perundingan. Pada tanggal 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro bersedia hadir untuk  berunding  di rumah Residen Kedu di Magelang.

Dalam perundingan tersebut, Pangeran Diponegoro ditangkap dan ditawan di Semarang dan dipindah  ke Batavia. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1830 dipindah lagi ke Manado. Pada tahun 1834 pengasingannya dipindah  lagi ke Makassar sampai meninggal dunia pada usia 70 tahun tepatnya tanggal 8 Januari 1855.


5. Perang Bali (1844)
Pada tahun 1844, sebuah kapal dagang Belanda kandas di daerah Prancak (daerah Jembara), yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng.

Kerajaan-kerajaan di Bali termasuk Buleleng pada saat itu memberlakukan hak tawan karang. Dengan demikian, kapal dagang Belanda tersebut menjadi hak Kerajaan Buleleng.

Pemerintah kolonial Belanda memprotes Raja Buleleng yang dianggap merampas kapal Belanda, namun tidak dihiraukan. Insiden inilah yang memicu pecahnya Perang Bali, atau dikenal juga dengan nama Perang Jagaraga.

Belanda melakukan penyerangan terhadap Pulau Bali pada tahun 1846. Yang menjadi sasaran pertama dan utama adalah Kerajaan Buleleng. Patih I Gusti Ktut Jelantik beserta pasukan menghadapi serbuan Belanda dengan gigih. Pertempuran yang begitu heroik terjadi di Jagaraga yang merupakan salah satu benteng pertahanan Bali.

Belanda melakukan  serangan mendadak terhadap pasukan Bali di benteng Jagaraga. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Bali tidak dapat menghalau pasukan musuh. Akhirnya  pasukan I Gusti Ktut  Jelantik terdesak dan mengundurkan  diri  ke daerah luar benteng Jagaraga.

Waktu benteng Jagaraga jatuh ke pihak Belanda, pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Mayor A.V. Michiels dan sebagai wakilnya adalah van Swieten. Raja Buleleng dan patihadapat meloloskan diri  dari kepungan pasukan Belanda menuju Karangasem. Setelah Buleleng secara keseluruhan dapat dikuasai, Belanda kemudian berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di Pulau Bali.

Ternyata perlawanan sengit dari rakyat setempat membuat pihak Belanda cukup kewalahan. Perang puputan pecah di mana-mana, seperti Perang Puputan Kusamba (1849), Perang Puputan Badung (1906), dan Perang Puputan Klungkung  (1908).


6. Perang Banjar (1859 –1905)
Campur tangan pemerintah Belanda dalam urusan pergantian kekuasaan di Banjar merupakan biang perpecahan. Sewaktu Sultan Adam Al Wasikbillah memegang tahta kerajaan Banjar (1825 – 1857), putra mahkota yang bernama Sultan Muda Abdurrakhman meninggal dunia.

Dengan demikian calon berikutnya adalah putra Sultan Muda Abdurrakhman atau cucu Sultan Adam. Yang menjadi masalah adalah cucu Sultan Adam dari putra mahkota ada dua orang, yaitu Pangeran Hidayatullah  dan Pangeran Tamjid.

Sultan Adam cenderung untuk memilih Pangeran Hidayatullah. Alasannya memiliki  perangai yang baik, taat beragama, luas pengetahuan, dan disukai rakyat. Sebaliknya Pangeran Tamjid kelakuannya kurang terpuji, kurang taat beragama dan bergaya hidup kebarat-baratan meniru orang Belanda.

Pangeran Tamjid inilah yang dekat dengan Belanda dan dijagokan oleh Belanda. Belanda menekan Sultan Adam dan mengancam supaya mengangkat Pangeran Tamjid.

Di  mana-mana timbul  suara ketidakpuasan masyarakat terhadap Sultan Tamjidillah  II (gelar Sultan Tamjid setelah naik tahta) dan kebencian rakyat terhadap Belanda. Kebencian rakyat lama-lama berubah menjadi bentuk perlawanan yang terjadi di mana-mana. Perlawanan tersebut dipimpin oleh seorang figur yang didambakan rakyat, yaitu Pangeran Antasari.

Pangeran Hidayatullah  secara terang-terangan menyatakan memihak kepada Pangeran Antasari. Bentuk perlawanan rakyat terhadap Belanda mulai  berkobar sekitar tahun 1859. Pangeran Antasari juga diperkuat  oleh Kyai Demang Lehman, Haji Nasrun, Haji Buyasin, dan Kyai Langlang.

Penyerangan diarahkan pada pos- pos tentara milik  Belanda dan pos-pos missi Nasrani. Benteng Belanda di Tabania berhasil direbut dan dikuasai. Tidak lama kemudian datang bantuan tentara Belanda dari Jawa yang dipimpin oleh Verspick, berhasil membalik keadaan setelah terjadi pertempuran sengit.

Akibat  musuh terlalu kuat, beberapa orang pemimpin perlawanan ditangkap. Pangeran Hidayatullah  ditawan oleh Belanda pada tanggal 3 Maret 1862, dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat.

Sepeninggal Pangeran Antasari, para pemimpin rakyat mufakat sebagai penggantinya adalah Gusti Mohammad Seman, putra Pangeran Antasari.


7. Perang Aceh (1873 – 1904)
Penandatanganan Traktat Sumatra antara Inggris dan Belanda pada tahun 1871 membuka kesempatan kepada Belanda untuk  mulai melakukan intervensi ke Kerajaan Aceh. Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh karena Kerajaan Aceh menolak dengan keras untuk  mengakui kedaulatan Belanda.

Inilah awal pertempuran terjadi antara pasukan Aceh dengan sebagian tentara Belanda yang mulai mendarat di Aceh.Dalam pertempuran itu pasukan Aceh mundur ke kawasan Masjid Raya.

Pasukan Aceh tidak semata-mata mundur tapi juga sempat memberi perlawanan sehingga Mayor Jenderal Kohler sendiri tewas. Dengan demikian, Masjid Raya dapat direbut kembali oleh pasukan Aceh.

Daerah-daerah di kawasan Aceh bangkit melakukan perlawanan. Para pemimpin Aceh yang diperhitungkan Belanda adalah Cut Nya’Din,  Teuku Umar, Tengku Cik Di Tiro, Teuku  Ci’   Bugas,  Habib Abdurrahman, dan Cut Mutia.

Belanda mencoba menerapkan siasat konsentrasi stelsel yaitu sistem garis pemusatan di
mana Belanda memusatkan pasukannya di benteng-benteng sekitar kota termasuk Kutaraja. Belanda tidak  melakukan serangan ke daerah-daerah tetapi cukup mempertahankan kota dan pos-pos sekitarnya. Namun, siasat ini  tetap tidak  berhasil mematahkan perlawanan rakyat Aceh.

Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan Belanda berpikir keras untuk menemukan siasat baru. Untuk  itu,  Belanda memerintahkan  Dr. Snouck Hurgronje  yang paham tentang agama Islam untuk mengadakan penelitian tentang kehidupan masyarakat Aceh. Dr. Snouck Hurgronje  memberi saran dan masukan kepada pemerintah Hindia Belanda mengenai hasil penyelidikannya  terhadap masyarakat Aceh yang ditulis dengan judul De Atjehers.

Berdasarkan kesimpulan Dr. Snouck Hurgronje pemerintah Hindia  Belanda memperoleh petunjuk bahwa untuk menaklukkan Aceh harus dengan siasat kekerasan.

Pada tahun 1899, Belanda mulai  menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan serangan
besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal peri- kemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang menjadi targetnya.

Satu per satu pemimpin  para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh. Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Jatuhnya Benteng Kuto Reh pada tahun 1904, memaksa  Aceh harus menandatangani Plakat pendek atau Perjanjian Singkat (Korte Verklaring).

Biar pun secara resmi pemerintah Hindia Belanda menyatakan Perang Aceh berakhir pada tahun 1904, dalam kenyataannya tidak. Perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung sampai tahun 1912. Bahkan di beberapa daerah tertentu di Aceh masih muncul perlawanan sampai menjelang Perang Dunia II tahun 1939.


8. Perang Tapanuli (1878 – 1907)
Pada tahun 1878 Belanda mulai  dengan gerakan militernya menyerang daerah Tapanuli, sehingga meletus Perang Tapanuli dari tahun 1878 sampai tahun 1907.

Sebab-sebab terjadinya Perang Batak atau Perang Tapanuli.
1)    Raja Si Singamangaraja XII menentang dan menolak daerah kekuasaannya di Tapanuli Selatan dikuasai Belanda.
2)    Belanda ingin  mewujudkan  Pax Netherlandica (menguasai seluruh Hindia  Belanda).

Pada masa pemerintahan Si Singamangaraja XII, kekuasaan kolonial Belanda mulai memasuki daerah Tapanuli. Belanda ingin mewujudkan  Pax Netherlandica  yang dilakukan  dengan berlindung  di balik kegiatan zending yang mengembangkan agama Kristen.

Belanda menempatkan pasukannya di Tarutung dengan dalih melindungi  penyebar agama Kristen. Si Singamangaraja XII tidak menentang usaha-usaha mengembangkan agama Kristen tetapi ia tidak bisa menerima tertanamnya kekuasaan Belanda di wilayah  kekuasaannya.

Menghadapi perluasan wilayah pendudukan yang dilakukan oleh Belanda, pada bulan Februari 1878 Si Singamangaraja XII melancarkan serangan terhadap pos pasukan Belanda di Bahal
Batu, dekat Tarutung  (Tapanuli Utara). Pertempuran merebak sampai ke daerah Buntur, Bahal Batu, Balige, Si Borang-Borang, dan Lumban Julu.

Dengan gigih rakyat setempat berjuang saling bahu membahu berlangsung sampai sekitar 7 tahun. Tetapi, karena kekurangan senjata pasukan Si Singamangaraja XII semakin lama semakin terdesak. Bahkan terpaksa ditinggalkan  dan perjuangan dilanjutkan  ke tempat lain.

Dalam keadaan yang lemah, Si Singamangaraja XII bersama putra-putra  dan pengikutnya  mengadakan perlawanan. Dalam perlawanan ini, Si Singamangaraja, dan seorang putrinya,  Lapian serta dua putranya, Sultan Nagari dan Patuan Anggi, gugur. Dengan gugurnya Si Singamangaraja XII, maka seluruh daerah Batak jatuh ke tangan Belanda.

Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat Periode Sebelum Abad Ke-18


Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat
Periode Sebelum Abad Ke-18

1. Perlawanan Dipati Unus (1518 – 1521)
Hanya kurang lebih satu tahun setelah kedatangan Portugis di Malaka (1511), perlawanan terhadap dominasi Barat mulai muncul.

Jatuhnya Malaka ke pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam dari Kepulauan Indonesia.Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun saat Malaka jatuh ke pihak Portugis.

Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk  menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka.

Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun karena faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta strategi perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.


2. Perlawanan Panglima Fatahillah  (1527 – 1570)
Dalam rangka memperluas ekspansinya ke daerah Barat, Demak mengirim  Fatahillah untuk menggagalkan rencana kerja sama antara Portugis dan Pajajaran. Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti  menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil  Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta.


3. Perlawanan Sultan  Baabullah  (1570 – 1583)
Raja Ternate yang sangat gigih  melawan Portugis adalah Sultan Hairun  yang bersifat sangat anti-Portugis. Beliau dengan tegas menentang usaha Portugis untuk  melakukan monopoli perdagangan di Ternate.

Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan. Rakyat menyerang dan membakar benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.

Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak mampu menghadapi perlawanan. Oleh karena itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis menawarkan tipu perdamaian. Sehari setelah sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun  untuk menghadiri  pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun  hadir, dan kemudian dibunuh  oleh kaki tangan Portugis.

Peristiwa ini  menimbulkan  kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.

Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu  bertahan di  dalam benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri  ke Timor Timur.


4. Perlawanan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah. Untuk itu, Sultan Alaudin  Riayat Syah mengirim  utusan ke Konstantinopel (Turki)  untuk  meminta bantuan militer  dan permintaan khusus mengenai pengiriman meriam-meriam, pembuatan senjata api, dan penembak-penembak. Selain itu, Aceh juga meminta bantuan dari Kalikut  dan Jepara.

Dengan semua bantuan dari Turki  maupun kerajaan-kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568. Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan.

Meskipun demikian, Sultan Alaudin telah menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer  yang disegani dan diperhitungkan di kawasan Selat Malaka.

Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda  memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit.  Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.


5. Perlawanan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 16 45)
Raja Mataram yang terkenal adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo.  Beliau di samping cakap sebagai raja juga fasih dalam hal seni budaya, ekonomi, sosial, dan perpolitikan.  Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa seperti Gresik (1613), Tuban (1616), Madura  (1624), dan Surabaya (1625).

Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia. VOC di bawah pimpinan  Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan  benteng untuk  memperkuat monopolinya di Jawa. Niat VOC (kompeni) tersebut membuat marah Sultan Agung  sehingga mengakibatkan Mataram sering bersitegang dengan VOC (kompeni).

Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung  memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati  Ukur. 

Kemudian tahun1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan  Suro Agul-Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung  sudah menunjukkan  semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.


6. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683)
Sultan Ageng merupakan musuh VOC yang tangguh. Pihak VOC ingin mendapatkan monopoli lada di Banten. Pada tahun 1656 pecah perang. Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan.

Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik  internal dalam keluarga Kerajaan Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji (1682 – 1687) sebagai raja di Banten. Sultan Ageng dan Sultan Haji berlainan sifatnya. Sultan Ageng bersifat sangat keras dan anti-VOC sedang Sultan Haji lemah dan tunduk  pada VOC.

Maka ketika Sultan Haji menjalin hubungan dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan Haji dari tahtanya. Namun, Sultan Haji menolak untuk  turun  dari tahta kerajaan.

Untuk mendapatkan tahtanya kembali, Sultan Haji meminta bantuan pada VOC. Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu Istana Surosowan di mana Sultan Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan karena persenjataan Sultan Haji yang dibantu VOC lebih lengkap.

Tahun 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap, dan Sultan Haji kembali menduduki tahta Banten. Meskipun Sultan Ageng telah ditangkap, perlawanan terus berlanjut di bawah pimpinan Ratu Bagus Boang dan Kyai Tapa.


7. Perlawanan Sultan Hasanuddin (165 4 – 1669)
Perdagangan di  Makassar mencapai per- kembangan pesat pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Banyak pedagang dari berbagai negara seperti Cina, Jepang, Sailan, Gujarat, Belanda, Inggris, dan Denmark yang berdagang di Bandar Sambaopu. Bahkan untuk  mengatur perdagangan, dikeluarkanlah hukum pelayaran dan perdagangan Ade Allopilloping Bacanna Pabalue.

Ketika VOC datang ke Maluku  untuk mencari rempah- rempah, Makassar juga dijadikan  daerah sasaran untuk dikuasai. VOC melihat Makassar sebagai daerah yang menguntungkan karena pelabuhannya ramai dikunjungi pedagang dan harga rempah-rempah sangat murah. VOC ingin menerapkan monopoli  perdagangan namun ditentang oleh Sultan Hasanuddin.

Pada bulan Desember 1666, armada  VOC dengan kekuatan 21 kapal yang dilengkapi  meriam, mengangkut 600 tentara yang dipimpin Cornelis Speelman tiba dan menyerang Makassar dari laut.

Arung Palaka dan orang-orang suku Bugis rival  suku Makassar membantu VOC menyerang melalui daratan. Akhirnya  VOC dengan sekutu-sekutu Bugisnya keluar  sebagai pemenang.

Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang berisi:
1)    Sultan Hasanuddin memberi kebebasan kepada VOC melaksanakan perdagangan,
2)    VOC memegang monopoli  perdagangan di Sombaopu,
3)    Benteng Makassar di Ujungpandang diserahkan pada VOC,
4)    Bone dan kerajaan-kerajaan Bugis lainnya terbebas dari kekuasaan Gowa.

Sultan Hasanuddin  tetap gigih,  masih mengobarkan pertempuran-pertempuran. Serangan besar-besaran terjadi pada bulan April 1668 sampai Juni 1669, namun mengalami kekalahan. Akhirnya Sultan tak berdaya, namun semangat juangnya menentang VOC masih dilanjutkan  oleh orang-orang Makassar.

Karena keberaniannya itu, Belanda memberi julukan Ayam Jantan dari Timur kepada Sultan Hasanuddin.

Daftar Gubernur Jenderal Hindia Belanda Yang Pernah Berkuasa Di Indonesia


Daftar nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang pernah berkuasa di Indonesia dari sejak berdirinya VOC (tahun 1602) hingga Pengakuan Kedaulatan RI (tahun 1949) sebagai berikut :

Masa VOC (1610-1799)
No Nama Mulai  Sampai
1 Pieter Both 19 Desember 1602 6 November 1614
2 Gerard Reynst 7 November 1614 1615
3 Laurens Reael 1615 20 Mei 1619
4 Jan Pieterszoon Coen 25 Oktober 1617  31 Januari 1623
5 Pieter de Carpentier 1 Februari 1623 30 September 1627
6 Jan Pieterszoon Coen 3 Oktober 1624  21 September 1629
7 Jacques Specx 22 September 1629 17 April 1632
8 Hendrik Brouwer 18 April 1632 1 Januari 1636
9 Antonio van Diemen 1 Januari 1636 19 April 1645
10 Cornelis van der Lijn 19 April 1645  7 Oktober 1650
11 Carel Reyniersz 26 April 1650  19 Mei 1653
12 Joan Maetsuycker 19 Mei 1653 1678
13 Rijkloff van Goens 1678 24 November 1681
14 Cornelis Speelman 25 November 1681 11 Januari 1684
15 Johannes Camphuys 11 Januari 1684 24 September 1691
16 Willem van Outhoorn 17 Desember 1690 14 Agustus 1704
17 Johan van Hoorn 15 Agustus 1704 29 Oktober 1709
18 Abraham van Riebeeck 30 Oktober 1709 17 November 1713
19 Christoffel van Swol 17 November 1713 12 November 1718
20 Hendrick Zwaardecroon 13 November 1718 7 Juli 1725
21 Mattheus de Haan 16 Oktober 1724 1 Juni 1729
22 Diederik Durven 1 Juni 1729 28 Mei 1732
23 Dirk van Cloon 28 Mei 1732 10 Maret 1735
24 Abraham Patras 11 Maret 1735 3 Mei 1737
25 Adriaan Valckenier  3 Mei 1737 6 November 1741
26 Johannes Thedens 6 November 1741 28 Mei 1743
27 Gustaaf Willem baron van Imhoff 29 Mei 1743 1 November 1750
28 Jacob Mossel 1 November 1750 15 Mei 1761
29 Petrus Albertus van der Parra 15 Mei 1761 28 Desember 1775
30 Jeremias van Riemsdijk 28 Desember 1775 3 Oktober 1777
31 Reinier de Klerk 4 Oktober 1777  1 September 1780
32 Willem Alting Maret 1780 17 Februari 1797
33 Pieter Gerardus van Overstraten 16 Agustus 1796 31 Desember 1799

Masa kekuasaan Belanda di bawah kendali Perancis(1800-1811)
No Nama Mulai  Sampai
33 Pieter Gerardus van Overstraten 1 Januari 1800 22 Agustus 1801
34 Johannes Siberg 22 Agustus 1801 1805
35 Albertus Hendricus Wiese 1805 4 Januari 1808
36 Herman Willem Daendels 5 Januari 1808 15 Mei 1811
37 Jan Willem Janssens 11 November 1810 15 Mei 1811 (resmi)

Masa kekuasaan Inggris (1811-1816)
No Nama Mulai  Sampai
38 Lord Minto 18 September 1811 1811
39 Thomas Stamford Raffles 1811 11 Maret 1816
40 John Fendall 11 Maret 1816 15 Agustus 1816

Masa kekuasaan Hindia Belanda (1816-1949)
No Nama Mulai  Sampai
41 G.A.G.Ph. van der Capellen 16 Agustus 1816 1 Januari 1826
42 Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies 2 Januari 1826 16 Januari 1830
43 Johannes van den Bosch 17 Januari 1830 1833
44 J.C. Baud 1833 1836
45 Dominique Jacques de Eerens 1836 1840
46 C.S.W. van Hogendorp 1840 1841
47 P. Merkus 1841 1844
48 Jan Cornelis Reijnst 1844 1845
49 Jan Jacob Rochussen 1845 1851
50 A.J. Duymaer van Twist 1851 1856
51 Charles Ferdinand Pahud 1856 1861
52 Ary Prins 1861 1861
53 Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele 1861 1866
54 Ary Prins 1866 1866
55 Pieter Mijer 1866 1872
56 James Loudon 1872 1875
57 J.W. van Lansberge 1875 1881
58 Frederik s'Jacob 1881 1884
59 Otto van Rees 1884 1888
60 Cornelis Pijnacker Hordijk 1888 1893
61 Carel Herman Aart van der Wijck 1893 1899
62 Willem Rooseboom 1899 1904
63 Johannes Benedictus van Heutsz 1904 1909
64 A.W.F. Idenburg 1909 1916
65 Johan Paul van Limburg Stirum 1916 1921
66 Dirk Fock 1921 1926
67 Andries Cornelis Dirk de Graeff 1926 1931
68 Bonifacius Cornelis de Jonge 1931 1936
69 A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer 1936 1942
70 Hubertus Johannes van Mook 1942 28-Okt-48
71 Louis Joseph Maria Beel 29-Okt-48 18-Mei-49
72 A.H.J. Lovink 19-Mei-49 27-Des-49

SahabatQ

Like Facebokk Friends

ProfilQ

VERDA CANTIKA.PSH

Masih Sekolah di SMPN 1 ploso Jombang dr keluarga 3 bersaudara :adik Rindu masih kelas 4 SDN Kedungrejo dn adik Livi masih kecil umur 2,5 th kami keluarga bahagia yg saling menyayangi dn mengasihi sekian Trimksh Lihat Lengkap ProfilQ