Sering kali pasien menanyakan usia kehamilannya untuk memastikan kapan ia mengadakan upacara khusus sehubungan dengan kehamilannya.
Kata-kata seperti, “Jadi, kapan tujuh bulannya, Dok?” Atau “Masih boleh naik pesawat enggak, Dok?” Atau, “Kenapa dihitungnya sejak menstruasi pertama, ‘kan belum hamil?” Kesimpangsiuran mengenai usia kehamilan, karena hitungan dokter tidak sesuai dengan hitungan pasien, terkadang menimbulkan kecemasan pada pasien. Ia takut bayinya lahir lewat waktu, atau bahkan terlalu muda lahir.
Mari kita coba samakan pandangan soal usia kandungan. Dalam satu siklus menstruasi, sebuah sel telur dilepaskan oleh ovarium 14 hari sebelum haid berikutnya. Kejadian ini disebut ovulasi. Telur akan masuk ke dalam saluran (tuba) di mana fertilisasi (pembuahan) terjadi. Selanjutnya, hasil pembuahan akan ditransportasikan ke dalam rahim. Jika tidak terjadi kehamilan, sel telur akan berdegenerasi dan dikeluarkan dari rahim bersamaan dengan darah haid. Namun, jika terjadi fertilisasi, hasil pembuahan akan tumbuh menjadi embrio melalui pembelahan sel.
Kehamilan biasanya dihitung dengan satuan minggu, yang dimulai dari hari pertama haid terakhir. Karena ovulasi umumnya terjadi setelah dua minggu sejak haid pertama dan pembuahan terjadi segera setelah ovulasi, maka usia embrio secara kasar dua minggu lebih muda dari usia kehamilan sebenamya. Dengan kata lain, wanita yang dinyatakan hamil empat minggu, usia embrionya adalah dua minggu. Jika haidnya tidak teratur, perbedaan usia kehamilan sebenamya bisa lebih dari dua minggu. Untuk memudahkan, jika seorang wanita terlambat haid dua minggu, maka usia kehamilannya oleh dokter akan ditulis enam minggu.