NEWS UPDATE :
Tampilkan postingan dengan label Artikel Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Pendidikan. Tampilkan semua postingan

FADILLAH DARI SISTEM PENDIDIKAN AUSTRALIA UNTUK INDONESIA


A. PENDAHULUAN
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,  pemerintah juga harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan  kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevasi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itu, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah,  dan berkesinambungan. 
      Pendidikan adalah kunci keberhasilan sebuah negara, bahkan kemajuan sebuah negara salah satunya tergantung dengan  bagaimana pemerintahan sebuah negara memuliakan pendidikan dan pemerataannya, karena pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara. Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat tanpa memandang gender, status sosial, status ekonomi, suku, etnis dan agama.  Untuk memenuhi tujuan-tujuan pendidikan diatas, dan sebagai tolak ukur mutu dan keberhasilan di negara kita, kita dapat melakukan perbandingan sistem pendidikan negara lain, dalam hal ini salah satu negara yang dapat kita perbandingkan sistem pendidikannya dengan negara Indonesia adalah negara Australia. Kita dapat megetahui informasi tentang sistem pendidikan negara Australia dengan berbagai cara, dan salah satunya melalui   artikel yang sangat sederhana ini, dalam artikel ini dipaparkan sedikit tentang sistem pendidikan Australia dan dapat kita pahami sebagai bahan untuk sedikit memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.          


B. PEMBAHASAN            
1. SEJARAH AUSTRALIA                    
1.1  Australia Sebelum Abad ke 20        
       Australia memulai peradapannya sejak zaman es terakhir, berpenduduk asli Aborigin, sejak bangsa Eropa mulai menjelajahi Australia sejak abad 16, kemudian para navigator Portugis, diikuti penjelajah Belanda dan pengusaha dan bajak laut William Dampier, James Cook  di tahun 1770, lalu mereka mengklaim benua ini untuk Inggris dan dinamai New South Wales. Di tahun 1779, Inggris memindahkan para nara pidana ke New South Wales, sejak itulah banyak penduduk Aborigin tersinggir dari tanah airnya sendiri.apalagi ketika penemuan tambang emas di tahun 1850, yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengubah struktur sosial di koloni, lebih dari 300.000 orang Aborigin tersingkir jauh kepedalaman, yang sering disebut “the bush”
1.2  Australia Abad ke Dua Puluh        
       Setelah Perang Dunia II, datanglah arus imigrasi dari eropa, yang memberikan sumbangsih menhidupkan budaya dan memperluas wawasan  pandang Australia, banyaknya permintaan yang tinggi terhadap bahan baku mentah, dan wajib militer terhadap para pemuda Australia di perang Korea dan Vietnam, oleh kerusuhan akibat wajib militer inilah pemerintahan Gough Whitlam  menarik pasukan dari Vietnam dan menghapuskan biaya pendidikan, dan kesehatan serta membebaskan biaya tanah bagi masyarakat Aborigin. 

1.3  Australia masa kini            
       Saat ini Australia makin maju dan menjadi sebuah negara industri yang demokratis,  Australia adalah negara persemakmuran (Commonwealth) dengan luas wilayah 7.792.000  dan  ibu kota negara Canberra jauh lebih luas dibanding daratan Indonesia yang hanya  1.906.240, Australia senantiasa mendapatkan manfaat dari dimensi multibudaya sebagai salah satu negara yang paling beragam di dunia dengan memiliki kekayaan, gagasan, pikiran, citrarasa serta gaya hidup, banyak orang Australia yang lahir di negara asing seperti Italia, Yunani, Selaindia Baru,  Inggris, China, Vietnam, Afrika dan Indonesia.

1.4   Tujuan pendidikan            
        Tujuan umum berbagi sektor pendidikan Australia digariskan dalam undang-undang yang membentuk  departemen pendidikan negara bagian, universitas, dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Tujuan umum ini biasanya dilengkapi dengan tujuan-tujuan yang lebih oleh badan-badan yang relevan. Tujuan pendidikan ini  mengisyaratkan perlunya pengembangan antara pelayanan kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat
melalui sistem pendidikan.  Pada level sekolah, tekanan adalah pada pengembangan potensi murid sebaik mungkin. Pada tingkat pendidikan tinggi, tekanan yang lebih besar diarahkan pada pencapaian kebutuhan pendidikan untuk kepentingan ekonomi serta masyarakat secara umum. Untuk  mencapai tujuan umum ini, berbagai sektor pendidikan tinggi harus mempunyai fokus program yang berbeda-beda. Misalnya, universitas lebih  mengutamakan pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan sektor pendidikan teknik dan pendidikan lanjutan lainnya lebih memusatkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Pada dasarnya, pemerintah federal Australia tidak campur tangan langsung tentang tujuan pendidikan kecuali hanyamelalui tujuan umum yang dinyatakan dalam undang-undang,tetapi pemerintah federal menyediakan hampir seluruh dana pendidikan, dan memberikan arah pendidikan.


2. Sistem Pendidikan Belanda          
2.1  Struktur  pendidikan           
       Pada dasarnya sistem pendidikan di Australia dapat igolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1.  Sekolah Dasar (Primary School)    
2.  Sekolah menengah (Secondary or High School)  
3.  Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan  (Vocational Education and Training)    
4.  Pendidikan Tinggi (Universitas)

       Pendidikan Dasar adalah wajib untuk anak berusia enam sampai 12 tahun atau 13 tahun, di Australia untuk sekolah  ada istilah Coeducational dan noncoeducational  yaitu  penggabungan siswa pria dan wanita yang banyak dilakukan disekolah-sekolah negeri dan pemisahan jenis kelamin (single-sex) yang banyak ditemui di sekolah-sekolah swasta. Pendidikan menengah dapat ditempuh oleh seorang siswa selama lima atau enam tahun, tergantung berapa h disebut program wajib belajar 9 tahun, setelah hingga menamatkan sekolah menegah, banyak para pelajar terutama pelajar pria mengikuti sekolah kejuruan dengan bentuk pemagangan  (appreniticeship), disinilah juga letak perbedaan dengan sistem pendidikan di Indonesia, di Australia setiap pelajar diberi  kebebasan untuk memilih keahlian yang mereka sukai, untuk diindonesia ini adalah pendidikan tingkat SMA atau SMK/STM akan tetapi di Australia pendidikan pemagangan ini ditempuh selama empat tahun dan paruh waktu (part tim)  dan bedanya lagi di indonesia, di  Australia saat bersamaan para pelajar dapat juga belajar di perguruan tinggi atau dikenal dengan TAFE (Technical and Further Education) dan juga CAE (Colleges of Advanced Education).

2.2  Ujian dan Tes Penyaringan         
  Sama hanya dengan Indonesia, tes  penyaringan juga dilakukan untuk memasuki sekolah-sekolah berpretise atau berkualitas tetapi di Australia di fokuskan hanya untuk memasuki sekolah menengah dan perguruan tinggi, tidak seperti di Indonesia mulai dari sekolah dasar telah mulai di tes. Tes penyaringan sangat di pokokkan untuk mahasiswa yang penerima beasiswa terutama dari negara lain. Ujian di Australia untuk zaman sekarang telah di fokuskan ujian sekolah sendiri dengan diiringi pemberian sertifikat, ujian sekolah umumnya dapat dilakukan berdasarkan usia mulai dari usia sepuluh atau dua belas tahun.

2.3  Manajemen Pendidikan          
       a. Otorita               
  Berdasarkan Konstitusi Australia, pendidikan adalah tanggung jawab negara bagian , pada setian negara bagian memiliki seorang Menteri Pendidikan dengan sebuah departemen pendidikan, akan tetapi kinerja para menteri pendidikan negara bagian tetap diawasi oleh Menteri Pendidikan di pusat. Pada beberapa negara bagian, departemen pendidikan memiliki tanggung jawab utama penyelenggaraan pendidikan dan sebagai koordinator pendidikan dasar, mengangkat guru dan karyawan hingga menyelenggarakan gedung, dan mungkin  ini tidak jauh beda dengan Indonesia yang tiap provinsi telah memiliki otonomi sendiri dari Kementerian Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Pusat.   

      b. Tenaga Pendidik              
  Hampir semua guru prasekolah dan sekolah dasar serta sekolah menengah dididik pada  CAE, untuk di Indonesia dapat disebut PGSD, dan sebagian di universitas dan pendidikan guru yang dikelola badan-badan keagamaan, Lama pendidikan guru berkisar empat tahun dan semua sistem pendidikan guru memberikan kesempatan kepada guru untuk mendapatkan pendidikan dalam jabatan (inservice education) termasuk pendidkan kualifikasi keprofesionalan dengan menyelesaikan beberapa mata kuliah yang telah disetujui.

        c. Pendanaan                
  Fungsi pemerintah dalam pengadaan pendidikan tercermin pada sumber dana dan sistem pendanaan dari pemerintah pusat (commonwealth) untuk negara-negara bagian sebesar 7.700 Dolar Australia, bantuan dari pemerintah pusat ini di utamakan untuk pembiayaan universitas dan institusi  CAE,  sedangakan negara bagian juga memiliki tanggung jawab untuk pembiayaan pendidikan prasekolah, sekolah dasar, menengah negeri dan TAPE.   Di Australia biaya pendidkan para pelajar dan mahasiswa ditanggung penuh oleh pemerintah, termasuk uang saku, hingga para mahasiswanya dapat menabung dari uang bantuan dari negara, para pelajar dan mahasiswa diberi wewenang untuk membayarkan sendiri uang sekolah dari uang yang diberikan negara, bagi pelajar dan mahasiswa yang masih tinggal dengan orang tua dan pendanaannya dibantu oleh orang tua tetap diberi oleh orang tua.


2.4. Kurikulum dan Metodelogi Pendidikan      
  Pusat pengembangan kurikulum (Curriculum Development Centre) dibentuk oleh pemerintah  Commonwealth  untuk membantu mengkoordinasi dan menyiapkan kurikulum, terutama untuk kelas akhir sekolah kejuruan, sebagai panduan ujian eksternal dan bagi negara-negara bagian dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan negara bagian tersebut.  Buku pelajaran dan ujian disiapkan oleh berbagai badan termasuk seksi kurikulum departemen pendidikan, Dewan Pendidikan Australia (The Australian Council For Educational Research/ACER), pusat pengembangan kurikulum (Curriculum Development Centre/CDC), penerbit-penerbit buku komersil, dan guru-guru bidang studi. Metodelogi pengajaran pada prinsipnya terletak pada masing-masing guru atau sekolah, tetapi di Australia pada umumnya satu guru mengajar satu mata pelajaran dan untuk kelas yang beda umur diajar oleh lebih dari satu guru atau teamteaching.

2.5. Penelitian pendidikan           
  Penelitian pendidikan di Australia berkembang saat pesat, yang dilakukan oleh staf akademik, guru, mahasiswa, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (Educational Research and  Devepolment Committee/ERDC),bengkoordinasikan  penelitian dengan pengidentifikasian di bidang priorotas yang akan didukung pendanaannya oleh pemerintah, misalnya induksi  bagi guru, multikulturalisme, pendidikan bagi siswa cacat fisik, penilaian dan ujian berbasis sekolah, kelas, penelitian pengembangan mutu guru.

C. KESIMPULAN
  Dari uraian diatas, dapat di ambil beberapa perbedaan antara sistem pendidikan Indonesia dan sistem pendidikan Australia.  
1.  Pembagian tingkat usia  dalam menempuh sekolah dasar dan menengah, di Indonesia sekolah dasar ditempuh enam tahun dan sekolah tingkat lanjutaan 3 tahun, akan tetapi di Australia sekolah dasar ditempuh selama anatara enam hingga sembilan tahun, setelah itu pelajar memasuki sekolah kejuruan Di Australia adanya kebebasan para siswa untuk memilih satu jurusan keahlian yang mereka minati untuk di pelajari  selama empat tahun di kejuruan dengan pemagangan dan dapat sambil kuliah diperguruan tinggi dan bahkan dapat sambil bekerja.
3.  Dana Pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah hingga uang saku.       
4.  Apresiasi untuk guru di bidang pendidikan sangat besar.  
5.  Adanya pendidikan keprofesionalan guru saat para calon guru bersekolah dan ditandai dengan pemberian sertifikat.
6.  Penentu kelulusan oleh sekolah, hanya sekolah kejuruan saja yang ada ujian eksternal. (120183)

ANALISIS UNSUR-UNSUR PEMBENTUK FENOMENA ISLAM DI TUNISIA

 

Oleh : Verda Cantika.psh
BANYAK pengamat yang menujukkan pandangannya pada gerakan Islam di Tunisia, khususnya gerakan yang memainkan peranan aktif bersama masyarakat Tunisia. Para pengamat tersebut mulai menginterpretasikan berbagai kelompok gerakan Islam. Sebagian kelompok itu bergerak di seputar tesis yang dibawa para islamolog yang dinilai tidak orisinal karena materi yang mereka sajikan serta klaim terhadap mereka sebagai agen politik. Setiap saat mereka mengenakan busana politik dan memperdagangkan trend-trend pemikiran umum dengan posisi-posisi situasional.

Mungkin para pengamat telah terjebak dalam interpretasi ala Abdul Baqi al-Harmasy yang menyimpang dari metode ilmiah dalam penelitian fenomena sosial. Bila mereka mengikuti interpretasi tersebut, mereka tentu akan sampai pada kesimpulan yang serupa dengan al-Harmasy, atau paling tidak mendekatinya, sebagaimana terdapat dalam studinya yang spektakuler, al-Islam al-Ihtijaaji bi Tunis.

Kepentingan penulis adalah menjelaskan fenomena Islam di Tunisia dari perspektif yang berbeda. Penulis memandang fenomena ini dari sudut akar-akar pemikiran yang melandasi terbentuknya fenomena Islam di Tunisia. Barangkali pendekatan ini akan menambah alternatif baru yang turut membantu para pengamat dalam menginterpretasikan pergolakan Islam di Tunisia dalam merespon tuntutan ruang dan waktu.
Fenomena Islam yang Kompleks

Meskipun ada anggapan mengenai keseragaman di antara berbagai macam aktivitas keislaman dari sisi kesamaan tujuan akhir, yaitu menghidupkan Islam, masyarakat, dan hukumnya, namun sebenarnya anggapan itu tidak tepat. Menurut penulis, fenomena Islam di Tunisia merupakan jalinan produk dari pergumulan dan dinamika antar tiga unsur gerakan Islam. Pergumulan ini bukanlah hal yang sederhana dan pengaruh masing-masing tidak mesti selalu sama. Pergumulan ini amat berat dan berbagai konflik --baik yang muncul maupun yang tersembunyi dan yang disadari maupun tidak-- selalu ada. Tiga unsur dimaksud adalah corak keislaman tradisional, keislaman salafi (revivalis), dan keislaman rasional.
1. Keislaman Tradisional

Keislaman tradisional di Tunisia terbentuk dari tiga elemen, yaitu: taklid dalam bidang fikih pada mazhab Maliki, teologi Asy'ariyah! dan pendidikan sufisme. Elemen-elemen tersebut disusun oleh Ibnu 'Aasyir, seorang faqih mazhab Maliki, dari bahan-bahan teologi Asy'ari, fiqih Imam Malik, dan tarekat Junaid al-Baghdadi.
2. Keislaman Revivalistik

Keislaman revivalistik (salafi) al-Ikhwani muncul di belahan negara-negara Timur berkat penyatuan elemen-elemen: metodologi revivalisme, pemikiran sosiopolitik, metode pedagogik, dan metode pemikiran.

Metodologi revivalisme dibangun di atas penolakan terhadap taklid mazhab fikih dan teologi serta bertujuan mengembalikan segala permasalahan pada sumber Islam: Al-Qur'an dan As-Sunnah, kehidupan Khulafa'ur-Rasyidin, para sahabat, dan tabi'in. Tujuan yang lain adalah memerangi paham wasilah (perantara) hubungan manusia dengan Allah dan bid'ah-bid'ah serta mengutamakan nash agama daripada rasio.

Pemikiran sosiopolitik ala al-Ikhwan al-Muslimun yang didasarkan atas keyakinan tentang kekomprehensifan Islam, kekuasaan (mutlak) di tangan Allah, dan pengkafiran sistem yang menolak doktrin ini.

Metode pedagogik menekankan aspek ketakwaan, penyerahan diri pada Allah, berzikir, berjihad, kebersamaan dalam jamaah, peningkatan iman, ukhuwah islamiyah, mengurangi kecintaan pada dunia, dan memperhatikan hal-hal sunnah sampai yang sekecil-kecilnya.

Metode pemikiran yang mengutamakan dimensi akidah-akhlak sedemikian rupa hingga menggolongkan manusia menjadi saudara dan musuh. Metode ini juga menolak realitas dan kebudayaan nonislami bahkan terhadap aliran-aliran pemikiran Islam yang lain sekalipun. Hal ini hampir membentuk sistem yang eksklusif.
3. Keislaman Rasional

Meskipun keislaman rasional belum mengekspesikan diri secara jelas, namun keberadaannya mulai tampak pada paruh kedua 1970-an. Sebenarnya corak keislaman ini telah ada lama sebelumnya tanpa disadari. Pada paruh pertama 1970-an, keislaman rasional telah disapu oleh gelombang keislaman salafi al-Ikhwan al-Muslimun. Pada akhir 1970-an dan 1980-an, situasi memungkinkan keislaman rasional untuk tampil kembali. Keislaman rasional terdiri atas beberapa elemen sebagai berikut.

Pertama, khazanah pemikiran Islam rasional yang dihadirkan kembali di alam kehidupan modern dewasa ini. Maka pemikiran Islam rasional Mu'tazilah kembali dimunculkan dengan gagasan-gagasannya mengenai kebebasan manusia, tauhid, keadilan, dan kemanusiaan. Selain itu, corak keislaman rasional pun membangun kembali semangat aliran-aliran oposan dalam sejarah politik Islam, seperti Khawarij, Syi'ah, dan aliran-aliran yang menentang kelompok Salafiah dan Ahlu Sunnah.

Kedua, kritik fundamental dan tajam terhadap pemahaman al-Ikhwan al-Muslimun dan sejenisnya terhadap Islam dalam kapasitasnya sebagai pendukung gerakan Salafiah dewasa ini. Keislaman rasional melihat al-Ikhwan al-Muslimun sebagai hambatan bagi perjalanan kebangkitan Islam.

Ketiga, mengadakan re-evaluasi terhadap aliran pembaruan yang diupayakan al-Ikhwan al-Muslimun dan buku-buku populer mereka yang menilai penafsiran keislaman rasional sebagai penyimpangan. Untuk pertama kali, kritik-kritik itu dilontarkan oleh sejumlah tokoh yang menguasai peradaban kontemporer, seperti: Muhammad Abduh, al-Kawakibi, Jamaluddin al-Afgani, Thanthawi, dan Qasim Amin.

Keempat, menerapkan pemahaman maknawi terhadap Islam dan menghindari pemahaman tekstual. Nash-nash harus dipahami dan ditakwilkan dalam perspektif tujuan yang tersembunyi di balik teks, yaitu: keadilan, tauhid, kebebasan, dan kemanusiaan.1 Nash-nash hadits dinilai kesahihan dan kedhaifannya bukan berdasarkan metode para pakar hadits dalam mentahkik riwayat, melainkan berdasarkan sesuai tidaknya dengan tujuan nash (al-Maqaashid).

Kelima, mengadakan evaluasi terhadap Barat-Kiri. Berbeda dengan al-Ikhwan al-Muslimun yang menilai Barat sebagai peradaban materialistik yang berada di ambang kehancuran sehingga tak ada yang dapat dimanfaatkan oleh Islam kecuali sains dan teknologinya an sich, maka kelompok Islam rasional memandang perlu untuk memanfaatkan sistem, kebudayaan, maupun ilmu-ilmu kemanusiaan Barat.

Keenam, sebagai lawan sikap keberagamaan al-Ikhwan al-Muslimun yang cenderung memandang manusia secara teologis, yakni mukmin dan kafir, keislaman rasional melihat manusia secara empiris atas dasar sosial-politik, yaitu nasionalis dan oposan, revolusioner dan konservatif, serta petani dan tuan tanah. Dalam perspektif kelompok ini, seseorang sangat mungkin menjadi Muslim-Marxis-Nasionalis.2

Ketujuh, mengevaluasi aliran pembaruan di Tunisia dengan membawakan ide-ide kontroversial seperti pembebasan kaum wanita dan rasionalisasi pendidikan.

Penulis mengatakan bahwa aliran Islam rasional belum menampakkan diri pada paruh pertama 1970-an, kecuali ketika terjadi berbagai ketegangan dan ketidakpuasan terhadap realitas gerakan Islam. Bahkan kelompok Islam rasional lebih banyak mempertahankan diri dari dominasi kelompok salafi-Ikhwan. Situasi perpolitikan paruh kedua 1970-an memberikan angin segar kepada kelompok ini untuk membawakan ide-ide pembaruannya melalui majalah al-Ma'rifah. Majalah ini didukung oleh literatur-literatur Barat karena lemahnya materi keagamaan di Tunisia pada umumnya setelah ditutupnya Universitas Zaituniyah. Angin segar itulah yang turut memainkan peranan dalam membangkitkan iklim rasionalisme yang pada gilirannya membentuk pola keislaman rasional.

Tidak diragukan bahwa pola keberagamaan ini tidak mengalami perkembangan dalam bentuk yang penulis kemukakan kecuali setelah akhir 1970-an.
Proses Pembentukan

Pertemuan aliran-aliran pemikiran ini tidak mungkin terjadi pada komunitas Islam di Tunisia tanpa melalui proses interaksi dan adaptasi di antara mereka, disadari atau tidak. Bagaimana pertemuan itu terjadi dan apa hasilnya? Kita akan menemukan jawaban atas pertanyaan ini pada pembahasan selanjutnya.

Pola keislaman di Tunisia tetap mempertahankan mazhab Maliki dan teologi Asy'ari pada batas-batas tertentu, serta melestarikan tradisi-tradisi keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi saw. dan pembacaan syair-syair sufistik yang telah mendarah daging dalam masyarakat. Akan tetapi kemudian, pola keislaman di negeri ini berhadapan dengan gelombang kritik kelompok salaf yang berusaha melenyapkan tradisi-tradisi tersebut dan bid'ah serta menawarkan konsep-konsep Islam yang murni, komprehensif, dan dasar-dasar pemerintahan Islam. Hal ini tidak asing dalam tradisi mazhab ushul Maliki.

Meskipun kelompok salaf tetap mempertahankan serangan mereka terhadap khurafat dan taklid buta dalam kehidupan ber-Islam di Tunisia, selain menyeru umat agar kembali ke sumber asal Islam, tetapi pada perkembangan berikutnya kelompok ini melunak ketika menghadapi realitas dan khawatir semakin dijauhi masyarakat. Wajar jika kemudian mereka melunakkan kritik-kritik terhadap taklid, para syekh tarekat, dan metode-metode sufisme termasuk tawassul kepada Rasulullah saw..

Kecenderungan pemikiran rasional lahir dalam situasi kritis. Sejak semula, mereka tidak puas terhadap pemikiran-pemikiran yang dominan, simbol-simbol, praktek-praktek dan bermacam-macam cara beragama. Maka reaksi keras dan respon terhadap realitas itu yang kemudian melahirkan corak keislaman yang diliputi oleh ketegangan karena kelompok dominan tidak membedakan secara arif dan rasional antara aspek yang harus dihancurkan dan yang harus dilestarikan, serta antara yang harus dihancurkan sekarang dan yang dapat ditunda.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Tanpa dipikirkan matang-matang dan tanpa mengetahui secara pasti peranan gerakan ortodoks dalam kebangkitan dan pembaruan di Timur atau modernisasi di Barat, diseranglah kelompok ortodoks dan tradisional ini.3 Serangan berikutnya berkembang menjadi kritik secara menyeluruh terhadap Ahlu Sunnah yang diharapkan dapat melancarkan proses pembentukan simbol-simbol keislaman yang rasional pada era mendekati dasawarsa 1980an. Proses tersebut tidak berhasil, dan kelompok Islam rasional hanya berwujud gerakan sempalan yang mengekspresikan dirinya dalam bentuk Kiri-Islam. Kemudian mereka memilih para ahli keislaman (islamolog) yang berpikiran maju.

Upaya ini tidak mampu mencegah pergumulan di kalangan al-Jamaah al-Islamiyah yang berhasil menarik lebih banyak pakar keislaman di Tunisia. Pada pertengahan 1981, kelompok ini mengeluarkan pernyataan untuk mengadakan penertiban politik dengan nama Gerakan Islami, sehingga pergumulan pemikiran Islam terus berlangsung di antara ketiga aliran. Ditinjau dari perspektif keorganisasian, pergumulan tersebut mengungkapkan adanya krisis tersembunyi ataupun terang-terangan.

Corak keislaman ala al-Ikhwan al-Muslimun merupakan unsur terkuat dibandingkan kedua unsur lainnya. Sedangkan kelompok Islam rasional mempunyai peranan penting dalam melancarkan kritik yang terus berkembang dalam gerakan Islam.

Organisasi-organisasi keislaman tradisional mempertahankan diri dengan simbol-simbol mereka ketika berhadapan dengan serangan kelompok salafi. Berbagai kritik ditujukan kepada metode pemikiran dan strategi dakwah kelompok tradisional. Islam tradisional menekankan melalui petunjukpetunjuk pemimpin dan organisasi untuk menghindari benturan dengan mazhab dan tasawuf. Bahkan lebih jauh, mereka berpikir untuk membakukan mazhab Maliki sebagai pegangan. Meskipun ajakan untuk merujuk pada mazhab Maliki tidak menjadi keputusan formal, namun sebenarnya hal itu menunjukkan bahwa keislaman tradisional telah menjerumuskan diri pada peran pinggiran.

Belum lagi menginjak dasawarsa 1970-an, mayoritas aktivis gerakan telah meninggalkan masalah ini. Mereka juga memutuskan diri dari gerakan dan sebagian lainnya meninggalkan praktek-praktek ibadah lama seperti tawassul dan tasawuf. Bahkan mereka mulai menjaga jarak dari para syekh tarekat dan sufi. Sebagai gantinya, diadakanlah pertemuan-pertemuan di antara mereka yang melepaskan diri dari keislaman salafi. Sebagai referensi, mereka menekuni kitab-kitab Syekh Nashiruddin al-Albani dan Jabir al-Jazairi.

Gerakan ini tumbuh dalam pengaruh keislaman rasional. Semakin menjamurlah gerakan-gerakan mahasiswa di akhir 1970-an. Mereka memosisikan dirinya dalam arus utama (mainstream) pergumulan ideologi dan politik yang berobsesi memajukan Islam bukan sebagai gerakan dakwah, melainkan sebagai pemikiran ideologi internasional. Seiring dengan dinamika sosial, mereka pun berkembang pesat melalui kerja sama dengan al-Ikhwan al-Muslimun. Akan tetapi, kemudian mereka memandang al-Ikhwan al-Muslimun sebagai eksperimen dan bukan alternatif, ia merupakan ijtihad islami, tetapi bukanlah Islam itu sendiri.

Dinamika sosial-politik ternyata berdampak besar dalam memandang realitas sebagai ganti pandangan teologis yang senantiasa melihat masyarakat dari kacamata agama. Interaksi pemikiran dengan kelompok oposisi dan pengkajian ulang terhadap problema-problema sosial --seperti masalah keluarga, kedudukan wanita, pemilikan, dan penolakan terhadap kekerasan--merupakan teknik dalam konflik pemikiran. Aspek-aspek tersebut mempunyai andil dalam kembalinya keislaman ala al-Ikhwan al-Muslimun.

Beberapa kritik internal yang acapkali dialamatkan kepada keislaman versi al-Ikhwan al-Muslimun tipe lama adalah sebagai berikut.

Pertama, kerja sama dengan eksperimen Iran pada akhir 1970-an dalam bentuk yang berbeda dengan gerakan Islam salaf. Semangat revolusi Iran sangat luar biasa dan tak tertandingi oleh gerakan Islam mana pun, bahkan oleh gerakan di luar Islam. Kerja sama tersebut berpengaruh besar bagi perkembangan pemikiran politik dan gerakan massa, sekalipun terkadang ditemui sikap-sikap yang berlebihan di dalamnya.

Kedua, kerja sama dengan eksperimen Sudan. Eksperimen ini merupakan ikhtiar gerakan Islam Sunni untuk mengatasi pandangan kontemporer mengenai kelompok salaf serta membangun corak hubungan tertentu antara kelompok salaf fundamentalis dan realitas kebudayaan kontemporer. Eksperimen Sudan mempunyai pengaruh praktis bagi perkembangan Jamaah Islam di Tunisia pada level fundamental, sosial, dan mahasiswa.

Ketiga, kerja sama dengan berbagai kelompok. Oleh karena itu, belum sampai dua bulan mengumumkan peraturan penetapan bermacam-macam kelompok, Jamaah Islam telah mengumumkan pembentukan gerakan politik, yakni Harakatul-Ittijaahil-Islami (Jiwan, 1981). Tidaklah mungkin menginterpretasikan hal itu dan menerima gerakan sejak terjadinya hubungan saling berdampingan dan berdialog dengan partai-partai komunis dan sekularis untuk memperkuat gerakan-gerakan di dalam negeri.

Keempat, kerja sama antara keislaman salafi dan rasional tidak terbatas pada bidang politik, tetapi juga pada pemikiran sosial-politik. Upaya-upaya yang ditekankan oleh gerakan --khususnya gerakan mahasiswa-- adalah diskursus sosial, yakni usaha menggunakan setiap revolusi sosial untuk memahami paradoks-paradoks dan konflik-konflik nasional atau regional antar berbagai kelompok masyarakat. Berbagai paradoks dan konflik yang semakin meningkat terjadi di antara kalangan tertindas dengan kaum feodalis-kapitalis dari jajaran birokrasi. Kondisi ini merupakan salah satu faktor pendorong menguatnya gerakan Islam kontemporer.

Di antara fenomena dinamika ini adalah perubahan pandangan tentang sistem dari pandangan teologis --yang berkecenderungan mengkafirkan sistem yang dianggap tidak islami-- ke pandangan sosiopolitik teologis yang komprehensif. Pandangan yang disebut terakhir meliputi kediktatoran sistem, kesewenang-wenangan, ketidakefektifan, dan sikap kebarat-baratan.

Salah satu fenomena perubahan tersebut adalah perubahan pemahaman dari reaksi terhadap berbagai kemelut --dengan asumsi bahwa perekayasanya adalah kaum komunis dan seolah-olah Allah hanya menciptakan kita untuk melawan mereka-- ke penggalangan kekuatan untuk memecahkan problema nyata masyarakat yaitu keterbelakangan dan sikap mengekor terhadap dunia luar dalam berbagai bentuknya.

Penjelasan paling awal yang diberikan oleh gerakan dalam kiprahnya memasuki wilayah politik adalah sejak peristiwa '26 (Janfi, 1978). Gerakan menghadapi sistem penguasa secara gigih dan bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa politik.

Sejak 1980, berlangsung diskusi di masjid-masjid yang membahas solusi islami atas problema-problema dalam dunia kerja dalam rangka memperingati Hari Buruh. Selanjutnya, acara ini dicontoh oleh masyarakat umum di desa-desa. Sejumlah pendidik membahas permasalahan sosial dalam perspektif Islam pada peringatan Hari Buruh di sebuah masjid yang dihadiri oleh lebih dari lima ratus aktivis pada 1980. Setahun kemudian pada acara dan tempat yang sama, diadakan ceramah mengenai masalah hak milik pertanian dalam Islam dan proposal pelaksanannya.

Sedangkan keislaman rasional mulai meninggalkan sikap berlebihan dan meringankan serangan-serangannya terhadap kelompok salafi dan tradisional. Hal itu menandakan munculnya keseriusan untuk menjauhkan diri dari sikap merendahkan kelompok-kelompok lain. Kelompok Islam rasional pun mulai meninggalkan Kiri Islam dan mencoba lebih mengapresiasi perasaan salafi.

Meski demikian, kelompok Islam rasional masih tetap mempertahankan pandangan pokoknya yakni mengutamakan rasio daripada teks meskipun mereka telah membangun hubungan dialektis antara rasio dan teks dalam wacana baru. Pada dasarnya, bentuk baru ini tidak berubah drastis dari bentuk sebelumnya. Padahal kompromi antara wahyu dan rasio tidak dapat diterima oleh kelompok fundamentalis Islam.

Kelompok Islam rasional masih tetap mempertahankan tesisnya bahwa perkembangan syariat sejalan dengan perkembangan realitas tanpa membedakan antara ajaran yang baku (tsabaat) dan yang berkembang (tathawwur). Bahkan bagi aliran ini, perkembangan yang melampaui teks-teks qath'i sekalipun dapat dipertimbangkan demi mewujudkan maqaasid (tujuan inti suatu doktrin), misalnya dalam masalah poligami. Majalah al-Ahwaal asy-Syakhsyiyyah yang menyatakan diri sebagai corong liberasi (pembebasan) juga menempatkan rasio dan bukan teks sebagai parameter pemikiran.

Sebelumnya, kelompok Islam rasional melancarkan serangan pemikiran terhadap kelompok salafi secara terus menerus. Kelompok ini juga mengerahkan kemampuan optimalnya untuk mendekati aliran kiri (Kiri-Marxis, pen.) pada level teoretis dan praktis, baik dengan mengadopsi pemahaman Marxisme ortodoks maupun Neomarxisme.

Dalam sebuah wawancara dengan pers Afrika tentang perspektif gerakan Islam, seorang tokoh Islam rasional ditanya mengenai partai apa yang akan dipilihnya. Ia menjawab akan memilih partai komunis karena dinilainya mempunyai program yang jelas. Sementara itu di kampus-kampus, para mahasiswa Islam progresif berkoalisi dengan front kontra-Islam.

Seiring dengan konflik-konflik yang terjadi, terjalin pula kerja sama antara kelompok tradisional, salafi, dan rasional, atau dengan kata lain, antara tradisi, teks, dan realitas. Akan tetapi, kerja sama tersebut sangat sulit terealisasi.

Pertanyaan yang perlu diajukan adalah: apa agenda gerakan Islam pada awal 1980-an dan awal abad ke-15 Hijriah? Apa yang masih tersisa dari pemikiran Islam kalangan tradisional dan salafi pasca perubahan pandangan pada Muktamar Luar Biasa April 1981? Apa pandangan Muktamar mengenai masalah poligami, sikap politik, kedudukan wanita, dan distribusi kekayaan negara?

Aspek yang tersisa dari kelompok tradisional adalah apresiasi terhadap ciri-ciri khususnya, yakni mengapresiasi mazhab Maliki sebagai teknik pelaksanaan ibadah, tradisi-tradisi keagamaan, memperbaiki pengamalannya dengan melepaskan diri dari bid'ah, dan tidak melarang pertemuan dan afiliasi terhadap gerakan dengan membiarkan gerakan berkembang secara natural melalui aktivitas-aktivitasnya.

Aspek yang tersisa dari keislaman salafi ala al-Ikhwan al-Muslimun adalah penerapan pandangan khas mereka dan hasilnya yang dapat diringkas menjadi tiga butir sebagai berikut.

Pertama, rujukan kaum muslimin adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa takwil yang menyimpang dan jauh dari teks (nash). Peran rasio bukanlah sebagai sumber hukum syariat, melainkan hanya sebagai alat bantu untuk memahami redaksi nash, kejelasan pesan, dan ber-istinbath (mengambil konklusi) dari teks dengan metodologi yang telah disepakati para ulama.

Telah disepakati bahwa pembuat hukum adalah Allah SWT. Karena itu, syariat bersifat tetap meskipun fikih dapat berkembang atau berubah sejalan dengan kondisi masyarakat. Seorang muslim yang telah mencapai tingkat mujtahid atau orang-orang yang mempunyai otoritas di bidang fikih dapat memilih pandangan-pandangan fikih, baik yang klasik maupun modern, sepanjang pilihan itu relevan dengan situasi kondisi dan tidak menyimpang dari garis pemikiran Islam. Seorang muslim yang ahli dalam ushul fikih hendaklah mengambil konklusi dari dasar-dasar hukum Islam.

Kedua, mempercayai kekomprehensifan dan relevansi Islam untuk segala zaman, wilayah, dan manusia. Islam juga sejalan dengan pluralisme dan kecenderungan-kecenderungan seluruh umat manusia.

Ketiga, menyadari pentingnya kerja kolektif yang terorganisasi untuk mengadakan perubahan metodologi Islam dalam rangka menerapkannya sebagai sistem kehidupan dan peradaban yang praktis.

Sedangkan yang tersisa dari keislaman rasional di Tunisia adalah elemen-elemen pemikiran Islam sebagai berikut.

Pertama, menekankan pentingnya pembebasan dari taklid terhadap tradisi. Contoh-contoh yang pernah terjadi dalam sejarah Islam tidak ada yang harus dipertahankan kecuali teks-teks agama itu sendiri dan hubungannya dengan realitas. Metode yang ditempuh adalah berijtihad untuk menarik konklusi pemikiran-pemikiran baru mengenai masyarakat dan peradaban.

Kedua, menekankan pentingnya memahami realitas dan perkembangan lokal (nasional) dan internasional. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan masyarakat baru yang mempunyai rasio terbuka dan jiwa yang bebas.

Ketiga, menegaskan diakuinya hak berbeda pendapat dalam hal-hal ijtihadiyah, namun harus disertai dengan kesatuan barisan umat Islam.

Demikianlah pembahasan penulis. Semoga ada manfaatnya bagi kebangkitan Islam yang kita nanti-nantikan.

Wallahu a'lamu bish-shawwab.

ANTARA MODERAT DAN EKSTREM

 ANTARA MODERAT DAN EKSTREM (1/2)

MESKIPUN berperangai keras dan berperasaan berkobar-kobar, penulis lebih mengutamakan ketenangan dan kelemahlembutan daripada sikap kasar dan serampangan. Penulis menekankan diri pada penggunaan logika (sikap rasional), walaupun terkadang jiwa penulis tak menyukainya. Ini karena penulis menyadari bahwa tujuan final semua ini adalah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

Beberapa waktu lalu terjadi perdebatan keras antara penulis dan para pemuda aktivis Islam. Dalam diskusi tersebut, penulis berusaha mendengar dan sedikit berkomentar. Baru pada fase terakhir penulis berupaya mengeluarkan pandangan berdasarkan seluruh pngetahuan yang penulis miliki.

Salah seorang aktivis itu mengatakan, "Anda menuduh kami ekstrem, mengapa tidak Anda jelaskan sikap pihak lain dan Anda ungkapkan kepada kami jalan yang ditempuhnya, apakah dia seorang yang moderat atau ekstrem?"

Ada pula yang berkata, "Orang telah memperlakukan kita begini ... begitu, mereka membantai dan mengoyak-ngoyak kita!"

Kemudian penulis menjawab, "Orang yang Anda sebut itu telah bertahun-tahun wafat dan lenyap bersama apa yang diperbuatnya. Semoga Allah SWT merahmatinya."

Mendengar jawaban penulis, seorang pemuda langsung berteriak, "Tidak ada rahmat Allah dan ampunan-Nya bagi orang seperti dia. Bila Rasulullah saw. memintakan ampunan baginya maka Allah tidak akan mengampuninya. Tidakkah Anda membaca firman Allah perihal tersebut,

    'Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah k:arena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.' (at-Taubah: 80)

Pemuda itu melanjutkan, "Apa yang hendak Anda katakan mengenai seorang yang menghina bangsa Arab dan mengokohkan kekuasaan bangsa Yahudi? Apa yang Anda katakan mengenai orang yang mencampakkan lembaga-lembaga syariat dan peninggalan Islam serta memecah belah kelompok-kelompok harakah atau memata-matai kegiatan mereka. Apa yang hendak Anda katakan mengenai orang yang membunuh beribu-ribu orang mukmin dalam penjara secara keji, menyiksa ratusan muslimin yang dianggap tidak loyal karena menjaga jarak dengannya, menghinakan orang yang dimuliakan Allah dan memuliakan orang yang dihinakan Allah, dan dia tidak meninggalkan dunia kecuali setelah menceburkan wajah-wajah umat Islam ke dalam kepekatan dan kerugian? Dia telah memberikan tempat kepada musuh-musuh Allah suatu wilayah yang tidak pernah mereka saksikan selama seribu tahun!"

Penulis mengatakan padanya, "Janganlah Anda merenungkan derita lama. Sibukkanlah diri Anda dengan membangun Islam. Usahakan agar agenda ini yang menguasai pikiranmu. Hal ini lebih baik daripada menuntut balas dendam. Dengarkanlah hakikat Islam dari para tokoh pendidik dan ulama. Jangan merasa cukup hanya dengan membaca sebagian buku."

Dengan emosi yang meluap anak muda itu berkata, "Tokoh-tokoh ulama?" Mereka diperintah untuk menyambut kunjungan Makarius pembantai Islam di Cyprus, maka para ulama al-Azhar menyambutnya dengan meriah. Hal lain adalah penganugerahan gelar Honoris Causa dalam bidang filsafat kepada Ir. Soekarno, presiden pertama Indonesia yang condong kepada kaum komunis. Anehnya, para tokoh ulama ini berkumpul dan menganugerahkan gelar tersebut kepadanya. Universitas al-Azhar contoh berikutnya adalah sewaktu peletakan batu pertama pembangunan sebuah gereja, maka wakil dari al-Azhar yang menerima perintah dari penguasa pemerintahan segera melaksanakannya. Padahal dalam sejarah Vatikan sendiri tidak pernah terjadi pembebanan kepada penganut Katolik untuk meletakkan batu pertama pembangunan gereja yang tidak sealiran dengan mereka.

Di mata para pemuda aktivis tersebut, para ulama bungkam terhadap berbagai kezaliman yang menggerogoti kemuliaan dan keberanian umat Islam yang mayoritas ini. Para ulama puas dengan menganjurkan ketakwaan, sedangkan para pemuda mengarah pada pembentukan sebuah negara religius atas dasar prinsip-prinsip Islam.

Sebagai tanggapan, penulis katakan, "Wahai ananda, tidak semua ulama seperti yang Anda sebutkan. Jika Anda dan rekan-rekan menempuh jalan kekerasan seperti itu, maka Anda tak akan dapat kembali."
Kepemimpinan Umat

Sesungguhnya kaum Khawarij, yang pernah ada sebelum para aktivis muda ini, telah melakukan berbagai penyimpangan. Akhirnya mereka terkubur oleh sejarah dalam waktu singkat.

Orang-orang yang menjalankan risalah Islam bukanlah para penguasa yang jahat atau para penyeleweng yang bodoh, melainkan para ulama dan fuqaha yang ikhlas mendidik dan memimpin umat Islam.

Apakah penulis harus mengatakan bahwa Yahudi lebih cerdik daripada kita? Salah seorang pemuda bertanya, "Apa maksud Anda?" Kemudian penulis menjelaskan, "Ketika mereka mengadakan Kongres Internasional di Swiss untuk mendirikan negara lsrael, mereka berhasil menentukan beberapa strategi yang terus dipelajari. Seorang pemimpin Yahudi, Hertzel, mengatakan bahwa Israel akan berdiri lima puluh tahun yang akan datang. Ternyata, separuh abad kemudian berdirilah negara Israel!"

Seseorang tidak melakukan sesuatu untuk diri dan anaknya. Dia menanam tanaman yang dapat dipanen pada masa mendatang. Mungkin yang memanen nanti adalah cucu-cucunya. Yang penting bukanlah melihat hasil kerja kita, melainkan tercapainya tujuan yang telah dicanangkan.

Untuk mencapai suatu tujuan besar, orang-orang Yahudi telah menyediakan waktu setengah abad. Dalam kurun waktu tersebut, mereka menyelesaikan berbagai problem yang bertumpuk. Mereka telah memprediksi secara matang bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi secara emosional.

Adalah sebuah kezaliman bila penulis membawa generasi zaman ini pada kesalahan-kesalahan besar yang kita temui. Kesalahan-kesalahan itu merupakan batu-batu pengkhianatan sosial-politik yang telah lama terjadi. Maka bagaimana mereka berpikir untuk melenyapkannya dengan langkah yang tergesa-gesa dan jihad yang relatif singkat?

Pada waktu Rasulullah saw. mengumandangkan akidah tauhid, ratusan patung berdiri di dalam Ka'bah dan sekitarnya. Kapan berhala-berhala itu dapat dihancurkan? Pada tahun ke 21 dari total 23 tahun perjalanan dakwah beliau! Sedangkan kawula muda aktivis menginginkan dakwah tauhid di pagi hari, kemudian berhasil menghancurkan berhala-berhala di petang hari! Maka akibat yang tidak dapat dihindari adalah konflik yang berkepanjangan, kesulitan yang bermunculan, dan mengambil jalan pintas yang fatal atas nama Islam.

Penulis ingin menegaskan kembali kepada para pemuda bahwa menegakkan Islam adalah suatu persoalan, dan menguasai kelompok-kelompok manusia dengan pemerintahan adalah persoalan lain pula. Upaya menegakkan Islam menuntut prasyarat yang besar, seperti keyakinan, keikhlasan, dan hubungan baik dengan Allah SWT, disamping juga membutuhkan pengalaman hidup dan hubungan dengan masyarakat, rekan-rekan, dan musuh. Sedangkan pemerintahan berfungsi sebagai penguat upaya menegakkan Islam.

Sesungguhnya ada orang-orang yang sengaja menggunakan nama Islam sebagai kedok. Mereka melakukan hal-hal negatif yang dengan sendirinya telah menodai Islam. Beberapa orang telah mempelajari hukum yang dapat mengantarkan dirinya ke jenjang yang lebih tinggi dalam pemerintahan karena tujuan kesuksesan individu, mencari popularitas, dan gila kedudukan.

Sebagian manusia yang mempelajari hukum padahal dia sama sekali tidak mengetahui mengenai hubungan antarnegara, hubungan internasional, agen-agen rahasia, dan sistem hubungan yang lain. Sebagiannya lagi mempelajari hukum dengan mengatasnamakan Islam padahal dia tidak mengetahui aliran-aliran dalam Islam, baik yang ushul maupun yang furu'. Seandainya hukum yang dipahami oleh orang-orang yang berwawasan terbatas itu ditegakkan, tentu akan berakibat buruk bagi saudara-saudaranya sesama muslim. Dikhawatirkan mereka yang juga tidak banyak mengetahui keluasan syariat Islam justru akan memilih pemerintahan kafir yang dianggapnya adil!

Penulis mengenal sekelompok orang yang membicarakan ide pendirian negara Islam, padahal wawasan mereka dipenuhi pandangan bahwa syura tidak dapat memaksa penguasa, zakat tidak wajib kecuali dalam empat jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, haramnya partai oposisi dalam Islam, memperbincangkan hak-hak manusia itu bid'ah, dan seterusnya. Apakah figur-figur semacam ini pantas mempersoalkan topik pendirian negara Islam?

Penulis sendiri terkadang merasa belum sampai pada derajat keikhlasan sebagaimana yang seharusnya setelah mengevaluasi kembali motif-motif di dalam jiwa. Ternyata motif-motif keduniawian sempat meracuni diri penulis sehingga penulis menderita dan menyesal. Akhirnya, penulis berpendapat bahwa dengan kesalahan ini penulis tidak patut memimpin orang lain.

Kalimat Allah SWT adalah segala-galanya. Bila Allah berkenan menghancurkan kezaliman, Ia tidak menggantikannya dengan kezaliman yang serupa sesudahnya, melainkan menggantikannya dengan orang-orang Islam yang adil dan saleh. Al-Qur'an menggambarkan,

    "Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan terhadap kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal berserah diri. Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, 'Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami.' Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka, 'Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.'" (Ibrahim: 12-14)

Bagi orang yang hendak berkhidmat terhadap Islam dan mendirikan negara atas nama Islam, ada persyaratan yang mesti dimiliki, yaitu kesempurnaan jiwa dan intelektual. Untuk mencapai kesempurnaan ini tidak mungkin dicapai secara tiba-tiba, melainkan terbentuk seiring dengan proses kejiwaan yang sangat panjang.

Dengan berlindung kepada Allah, penulis terpaksa mengkritik golongan-golongan tertentu dengan didasari motivasi ingin menjaga kebangkitan Islam dari cela-cela yang tidak mengantarkan kita pada tujuan yang telah ditetapkan.
Sebab-sebab Ekstrem Keagamaan

Keberagamaan yang menyimpang tentu mempunyai sebab-sebab psikologis dan lainnya yang dapat diamati. Sebab-sebab ini dapat dicermati pada pernyataan dan perilaku seseorang serta ekspresi sikap seseorang terhadap orang lain dan segala sesuatu.

Sebab-sebab itu mempunyai kadar masing-masing, yaitu lemah dan kuat, sedikit dan banyak. Akan tetapi, walau bagaimanapun kondisinya, sebab-sebab ini tetap mempunyai pengaruh yang dalam terhadap pandangan seseorang.

Padahal seharusnya, ibadah-ibadah yang telah disyariatkan Allah kepada manusia dapat menyucikan jiwa, memelihara cela-cela lahir dan batin, serta menjaga tingkah laku dari penyelewangan, durhaka, dan berbuat serampangan. Hal ini dapat terwujud jika orang-orang yang beribadah menghayati hakikat ibadahnya. Hati nurani dan mata hatinya bersujud kepada Allah semata ketika anggota badannya melakukan sujud serta bergetar jiwanya ketika lidahnya mengucapkan bacaan shalat.

Akan tetapi, bila ibadah-ibadah yang selama ini dilakukannya baru sampai pada kulitnya, maka wajar jika ibadah-ibadah itu tidak memberikan pengaruh pada perilakunya.

Pada suatu hari, penulis sedang menulis tentang "Kesalahan di Seputar Dakwah." Saat itu penulis bertanya dalam hati, "Apa yang Anda harapkan dari orang yang bertabiat jelek kecuali nasihat-nasihat dengan kalimat yang pedas dan ungkapan-ungkapan yang kasar?"

Tabiat sebagian orang dapat mengubah agama dari sudut pandangnya yang orisinal menjadi agama dalam sudut pandang tabiatnya yang buruk. Maka orang itu dapat menggantikan agama, yang berfungsi sebagai petunjuk, menjadi penghalang datangnya petunjuk.

Al-Qur'an telah mengingatkan akan bahaya sekelompok penginjil dan pendeta yang menjadikan agama sebagai kerahiban yang dapat merusak fitrah dan menolak manfaat. Firman Allah,

    "Sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah." (at-Taubah: 34)

Sekelompok orang semacam ini berbahaya bagi eksistensi agama-agama, Sebuah syair menyatakan,

    "Dan apakah yang merusak agama justeru para raja, pendeta Yahudi, dan rahib-rahib Nasrani yang jahat ..."

    "Maka mereka menjual diri dan tidak memperoleh untung. Padahal dalam jual beli, harga tidak dimahalkan ..."

Sebab-sebab psikologis mulai tumbuh sejak masa kanak-kanak, bahkan terkadang terwarisi secara genetis. Jika pendidikan tidak berhasil melenyapkan sebab-sebab psikologis ini, maka dia akan tumbuh terus pada diri sang anak sampai usia remaja dan tetap berakar dalam tabiatnya hingga masa tua.

Silahkan melihat orang seperti Abu Sufyan, pemimpin senior yang terkemuka di Mekah pada masa jahiliah. Dia dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang gemar kemegahan.

Abbas r.a. pernah mengusulkan kepada Rasulullah saw. agar beliau berkenan menerangkan sesuatu yang dapat menenangkan hatinya setelah tauhid berhasil mendominasi kehidupan kota Mekah. Nabi saw. mengabulkan keinginan pamannya dan bersabda,

    "Ya, barangsiapa yang masuk ke dalam masjid, maka dia aman. Barangsiapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka dia aman. Dan barangsiapa yang tinggal (berdiam) di rumahnya, maka dia aman." (al-Hadits)

Abu Sufyan bergembira karena disebut-sebut namanya dan membuka jalan untuk menyerahkan Mekah tanpa pertempuran.

Kadangkala cela psikis bersembunyi di balik semangat memperjuangkan nilai-nilai dan ketegasan membela kebenaran. Contoh yang paling jelas adalah seseorang yang menyangsikan keadilan Rasulullah saw. dalam membagi harta rampasan perang. Orang tersebut berkata, "Pembagian tidak dilakukan karena Allah."

Hebatnya, Rasulullah saw. adalah pribadi muslim yang paling sabar dan bijak. Menghadapi masalah seperti itu, Nabi saw. menganggap kelemahan demikian disebabkan oleh godaan dunia karena belum kokohnya keyakinan dalam hati sebagian muslim. Sesungguhnya, terburu-buru menuduh hamba Allah yang paling mulia, Rasulullah saw., adalah refleksi penyakit batin!Baca Lanjutannya>>>

   

MAKNA MODERNITAS DAN TANTANGANNYA TERHADAP IMAN


 
Kita  telah  melihat bahwa sumber peradaban Barat adalah rasio
yang menonjol. Dengan rasio yang kuat itu  dapat  dikembangkan
ilmu  pengetahuan  dan  teknologi yang kemudian menjadi sarana
untuk  menciptakan  kehidupan  yang  sejahtera  untuk   rakyat
banyak.   Melalui   rasio   juga   telah   dikembangkan  nilai
kemanusiaan  sehingga  rakyat  dapat  memperoleh   kedaulatan.
Tetapi  kita juga melihat bahwa kalau rasio terlalu berlebihan
dikembangkan dan ditonjolkan maka akan terjadi  kelemahan  dan
kekurangan    yang    merugikan.    Baik    berupa   atheisme,
individualisme,   kapitalisme,   maupun    imperialisme    dan
kolonialisme.
 
Untuk  memberikan ukuran apakah Pancasila telah berhasil, maka
harus tercipta masyarakat yang adil dan makmur,  lahir  batin,
di  Indonesia. Itu berarti bahwa kita perlu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan  luas  dan  mendalam,  karena
hanya  itu  yang  merupakan jaminan bagi kesejahteraan rakyat.
Itu berarti bahwa kita  juga  harus  mengembangkan  penggunaan
rasio  dalam  kehidupan kita, karena tanpa itu tak mungkin ada
kemajuan  dalam  ilmu   pengetahuan   dan   teknologi.   Namun
pengembangan  penggunaan rasio tidak boleh berlebihan sehingga
menimbulkan segi-segi negatif  yang  telah  terjadi  di  dunia
Barat.   Sebab   itu   akan  bertentangan  dengan  nilai-nilai
Pancasila. Pengembangan dalam  penggunaan  rasio  tidak  boleh
menimbulkan ateisme, oleh karena itu jelas bertentangan dengan
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.  Peningkatan  penggunaan  rasio
penting  untuk  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi
dalam kalangan rakyat banyak dan dengan itu meningkatkan  pula
harkat  dan  derajat  manusia,  hal mana sesuai dengan prinsip
Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh  hikmat  kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Akan  tetapi  tidak  boleh  mengakibatkan  individualisme  dan
liberalisme  yang  bertentangan  dengan semangat gotong-royong
dan  musyawarah  mufakat  yang  terkandung  dalam   Pancasila.
Penggunaan  rasio  perlu  membentuk  pandangan yang menghargai
benda atau materi, tapi tidak boleh menimbulkan  materialisme.
Dan  jelas  tidak  boleh berakibat timbulnya faham kapitalisme
dan dominasi terhadap pihak lain.
 
Jadi pengembangan rasio diperlukan sekali, tetapi tidak  boleh
berlebihan. Untuk menjaga agar tidak berlebihan itu diperlukan
harmoni antara rasio dan rasa. Itu berarti bahwa seni,  agama,
dan kegiatan lain yang memperhalus rasa perlu diusahakan dalam
modernitas Pancasila.
 
Karena kita menghendaki modernitas untuk meluhurkan  kehidupan
bangsa  dan  Pancasila  sendiri  adalah pandangan yang modern,
maka aspek-aspek kehidupan bangsa yang tidak cocok lagi dengan
keperluan  serta  tuntutan masa kini harus dapat ditinggalkan.
Mungkin saja aspek-aspek itu  mempunyai  fungsi  yang  berguna
atau bahkan penting bagi kehidupan bangsa di masa lampau. Akan
tetapi itu tidak dengan sendirinya berlaku untuk masa kini dan
masa  depan.  Bahkan ada yang tadinya bersifat berguna, tetapi
sekarang malah bersifat merugikan.  Contoh  yang  baik  adalah
aspek  feodal  dalam  kehidupan bangsa; di masa lalu aspek itu
berguna  dalam  hal  kepimpinan  dalam  masyarakat  Indonesia,
mengingat kondisi sosial bangsa Indonesia. Tapi sekarang kalau
aspek feodal dilanjutkan,  maka  itu  justru  merugikan  dalam
perkembangan  bangsa  dalam  berbagai  hal. Karena itu hal-hal
yang tidak berguna lagi atau bahkan merugikan,  seperti  aspek
feodal,   harus  dapat  diidentifikasikan  dengan  cermat  dan
kemudian  ditinggalkan.   Bagaikan   benda-benda   kuno   yang
dimasukkan di museum.
 
Sebaliknya  modernitas  menuntut agar kita dapat mengembangkan
kemampuan dan kebiasann  baru  yang  diperlukan  sekali  untuk
menjamin kehidupan bangsa, karena tadinya belum ada atau belum
cukup berkembang. Sebab  tanpa  kemampuan  dan  kebiasaan  itu
bangsa  kita  tidak  akan  mampu  untuk  menghadapi  dunia  di
sekeliling  kita  tidak   dapat   menghasilkan   kesejahteraan
lahir-bathin yang kita inginkan.
 
Contoh  yang  baik tentang itu adalah perlunya kemampuan untuk
mengembangkan sikap, dengan komitmen penuh kepada  segala  hal
yang  kita  kerjakan,  sehingga melahirkan kesungguh-sungguhan
niat untuk senantiasa menghasilkan hal yang paling baik.  Pada
waktu  ini  umumnya  orang  Indonesia  cukup kuat dengan hasil
seadanya dan asal jadi. Kita perlukan kebiasaan  baru  seperti
umpamanya  hidup  berdisiplin,  tahu  waktu,  hidup  hemat dan
cermat. Ini semua merupakan hal yang belum  menjadi  kebiasaan
untuk  rata-rata  orang  Indonesia.  Bahkan  ada  bahaya bahwa
materialisme yang merupakan dampak dari peradaban Barat justru
mengakibatkan   kebiasaan   buruk  seperti,  hidup  boros  dan
memperkuat  kebiasaan  lama  yang  tidak  cocok  lagi  seperti
"alon-alon  asal  kelakon."  Meskipun  di  dunia Barat sendiri
tidak   ada   kebiasaan   demikian   yang   ditimbulkan   oleh
materialisme.
 
Modernitas tidak a priori menghendaki hapusnya tradisi. Bahkan
tradisi yang masih bermanfaat untuk  masa  kini  justru  lebih
ditingkatkan  penggunaannya  seperti  umpamanya gotong-royong.
Akan  tetapi  modernitas  tidak  menghendaki  tradisionalisme,
yaitu  sikap  yang  mempertahankan dengan gigih segala tradisi
masa lampau, tanpa menilai apakah tradisi itu masih berguna di
masa  kini  atau  memerlukan  perubahan  agar  tetap  berguna.
Modernitas menghendaki dinamika,  oleh  karena  itu  merupakan
hakikat  alam  semesta. Sedangkan tradisi yang mempunyai nilai
berlanjut  menjadi  identitas  bangsa  yang   menjadi   sumber
kekuatan untuk kehidupan dinamis itu.
 
Modernitas   Pancasila   tidak  dapat  membebaskan  diri  dari
pengaruh dan dampak peradaban Barat yang agresif.  Memang  ada
unsur-unsur  peradaban  Barat  yang bermanfaat bagi modernitas
Pancasila. Akan tetapi modernitas  Pancasila  bermaksud  untuk
menggerakkan  Renaissanse  atau  kelahiran  kembali  Indonesia
sebagai pembuka pintu peradaban Indonesia sendiri.
 
TANTANGAN MODERNITAS TERHADAP IMAN
 
Adakah  tantangan   modernitas,   dan   khususnya   modernitas
Pancasila,  terhadap  iman?  Apakah  kepercayaan dan keyakinan
kita  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa   akan   terganggu   oleh
modernitas?  Dan  karena  iman merupakan bagian dari kehidupan
kita beragama, apakah  modernitas  menimbulkan  kesukaran  dan
pertentangan  dengan kehidupan beragama kita? Kalau modernitas
Pancasila berjalan dengan baik, yaitu sesuai dengan  apa  yang
diisyaratkan  Pancasila  dan  seperti  yang  telah digambarkan
secara singkat dalam uraian sebelum ini,  dan  di  pihak  lain
pelaksanaan   iman   serta  kehidupan  beragama  pada  umumnya
dilakukan dengan baik,  maka  tidak  ada  pertentangan  antara
modernitas  dan  iman  dengan kehidupan beragama pada umumnya.
Bahkan iman merupakan sumber motivasi yang kuat  sekali  untuk
menjalankan   modernitas   Pancasila.  Namun  kalau  di  pihak
modernitas maupun  di  pihak  iman  terjadi  pelaksanaan  yang
kurang  baik,  maka  akan terjadi kesukaran dan bahkan terjadi
pertentangan antara yang satu dengan yang lain.
 
Kalau kehidupan beragama diliputi tradisionalisme  yang  kuat,
sehingga  pelaku  agama  tidak  dimungkinkan  dan bahkan tidak
diperbolehkan berpikir, maka akan terjadi pertentangan  antara
modernitas  dan kehidupan beragama. Hal itu telah terjadi juga
di Eropa Barat pada abad ke-15 dan abad ke-16,  ketika  gereja
Katholik  menganggap sebagai sikap dan tindakan murtad apabila
ada orang  melakukan  pemikiran  tentang  gejala  alam.  Orang
diharuskan  menerima saja apa yang telah dikemukakan oleh para
pemuka agama. Dan barang  siapa  yang  melanggarnya  dikenakan
hukuman,  bahkan ada yang dihukum mati dalam api. Cukup banyak
orang-orang yang ingin lebih mendalami ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa  dan  yang  masih  kokoh  mengakui keesaan dan kekuasaan
Tuhan, harus naik tempat hukuman untuk dibakar  karena  mereka
berpendirian  kokoh sebagai hamba Tuhan Yang Maha Kuasa mereka
tidak melanggar dan tidak menentang kehendak-Nya.
 
Kita semua mengetahui bahwa Islam adalah agama  yang  rasional
dan  mendorong untuk berpikir rasional. Itu sebabnya peradaban
Islam di masa lampau melahirkan  ilmu  pengetahuan  matematika
dan  fisika yang kemudian juga diambil oleh dunia Barat. Namun
sekalipun demikian juga kita tidak dapat menghindari kenyataan
bahwa  di  banyak lingkungan telah terjadi kehidupan peradaban
Islam yang diliputi oleh tradisionalisme  yang  kuat.  Mungkin
karena  itu  pula  belum  ada bangsa yang menganut agama Islam
yang berhasil menciptakan  peradaban  yang  dapat  mengimbangi
paradaban  Barat,  sejak peradaban Islam di masa lampau surut.
Jadi   tantangan   pertama   adalah   tradisionalisme    dalam
pelaksanaan ajaran agama.
 
Sikap  fanatik  adalah  hasil  atau akibat dari pandangan yang
sempit dan picik. Agama Islam  menganjurkan  para  penganutnya
untuk  tidak  berpikiran sempit dan picik, malahan mengajarkan
untuk berpandangan luas. Jadi Islam  tidak  membenarkan  sikap
fanatik.  Namun  dalam kenyataan kita tidak dapat menutup mata
terhadap berbagai sikap kefanatikan dalam lingkungan  penganut
Islam.  Mereka  tidak  dapat  membedakan  antara  ketaatan dan
fanatisme,  oleh  karena  mereka  berpandangan  sempit.  Sikap
fanatik  itu  juga  mengganggu  modernitas,  oleh  karena akan
membatasi  daya  gerak  bangsa.  Memang  modernitas  Pancasila
memerlukan  sikap hidup penuh disiplin, tapi tidak sama dengan
sikap fanatik. Sebenarnya para penganut Islam yang taat  dapat
memperkuat sikap disiplin bangsa, kalau disadari apa arti taat
dan disiplin.  Akan  tetapi  orang  Islam  yang  fanatik  akan
menimbulkan  banyak  hambatan dan kesukaran dalam perkembangan
bangsa, seperti juga telah kita alami  dalam  sejarah  bangsa.
Maka   tantangan  kedua  dalah  pandangan  hidup  sempit  yang
berakibat pada sikap yang fanatik.
 
Agama Islam mengajarkan kepada manusia untuk hidup dengan baik
di dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang baik pula
di akhirat. Islam  tidak  pernah  mengatakan  bahwa  kehidupan
manusia   harus   dipusatkan  untuk  mempersiapkan  diri  bagi
kehidupan di akhirat saja. Namun dalam kenyataan kita  melihat
bahwa  keimanan dan kehidupan beragama kurang ditujukan kepada
kehidupan di dunia. Akibatnya adalah bahwa kurang ada dinamika
untuk memperoleh kemajuan dalam kehidupan. Tidak ada niat yang
kuat  untuk  mengembangkan  ilmu  pengetahuan  dan   teknologi
modern,  kurang pula usaha untuk menciptakan kehidupan ekonomi
yang   kuat.   Jadinya   banyak   umat   Islam   hidup   dalam
keterbelakangan   dan   kemiskinan  kemudian  dalam  kehidupan
sehari-hari juga kurang ada perhatian  kepada  kebersihan  dan
pemeliharaan  lingkungan.  Seakan-akan  sudah  kurang  perduli
kepada  kehidupan  di  dunia  ini.  Tidak  mengherankan  bahwa
kehidupan  yang  demikian  menghasilkan  berbagai penyakit dan
kematian dalam usia muda. Manusia tidak  mensyukuri  kemurahan
Tuhan  Yang  Maha  Kuasa berupa kehidupan dan alam lingkungan.
Sikap demikian tidak mendukung modernitas Pancasila. Sedangkan
sebenarnya   ajaran-ajaran   Islam  dapat  dipergunakan  untuk
membentuk  masyarakat  yang  mengejar  ilmu  pengetahuan   dan
teknologi,  rajin bekerja untuk membuat kehidupan dengan hasil
yang memadai, menciptakan keindahan  dan  kemajuan  di  dunia.
Seperti  yang  telah  dibuktikan  oleh peradaban Islam di masa
lampau. Itulah tantangan ketiga untuk kehidupan beragama.
 
Ajaran Islam tentang sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
dan  tentang  takdir Ilahi adalah ajaran positif. Bukan ajaran
yang  menghendaki  manusia  menjadi  fatalistis.  Namun  dalam
kenyataan  kita  dapatkan  cukup  banyak  sikap  fatalistis di
lingkungan umat Islam dewasa ini. Manusia menganggap tidak ada
gunanya  mengembangkan  prakarsa  dan  inisiatif,  oleh karena
berpendapat semua toh sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kehidupan  menjadi  pasif  tanpa  dinamika  yang  memungkinkan
kemajuan. Sikap demikian merugikan modernitas Pancasila. Sebab
justru  dalam  modernitas  Pancasila diperlukan prakarsa lebih
banyak dari manusia Indonesia, sekalipun disadari bahwa segala
kesudahan  dari  prakarsa ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Soal prakarsa ini erat  hubungannya  dengan  faktor  geografis
dimana bangsa Indonesia hidup berkembang. Ada orang mengatakan
bahwa  karena  kita  lahir  dan  dibesarkan  dalam  lingkungan
geografis  yang  panas,  dengan  alam  yang subur makmur, maka
manusia Indonesia seakan-akan ditakdirkan untuk menjadi  malas
dan  kurang  minat  untuk  mencapai  kemajuan. Sebab itu sudah
ditakdirkan untuk dikuasai dan didominasi  oleh  bangsa-bangsa
yang hidup di utara yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan
yang keras yang menuntut perjuangan lahir-bathin  untuk  tetap
hidup.  Sudah  jelas  bahwa  pandangan demikian tentang takdir
untuk bangsa Indonesia adalah tidak benar.  Adalah  sepenuhnya
di  tangan bangsa dan manusia Indonesia, apakah ia mau menjadi
bangsa yang penuh prakarsa dan justru  memanfaatkan  kemurahan
Tuhan  yang dilimpahkan kepada kita untuk memperoleh kehidupan
yang maju dan sejahtera, atau menjadi bangsa yang malas  tanpa
banyak  prakarsa  karena  berpikir  bahwa  hidup ini toh mudah
dengan akibat dikuasai dan dikalahkan oleh bangsa-bangsa  lain
yang lebih giat dan malahan dapat memanfaatkan kemurahan Tuhan
yang sebenarnyaa  dilimpahkan  kepada  bangsa  Indonesia.  Ini
adalah  tantangan  keempat dan sangat mendasar untuk kehidupan
iman kita.
 
Sebaliknya modernitas Pancasila juga dapat berkembang ke  arah
yang  kurang  sesuai.  Kalau modernitas yang berkembang kurang
memperhatikan asas Pancasila dan melahirkan rasionalisme  yang
berlebihan, maka seperti di dunia Barat dapat terjadi atheisme
atau  sekurang-kurangnya  agnosticisme  (kurang  yakin  adanya
Tuhan   Yang   Maha  Esa).  Atau  timbul  materialisme,  yaitu
mendewa-dewakan benda, sehingga kurang  ada  perhatian  kepada
keimanan. Ini juga berakibat kepada kurangnya perhatian kepada
kelestarian dan pemeliharaan lingkungan. Alam  dianggap  hanya
merupakan   sumber  untuk  memperoleh  benda  yang  diinginkan
manusia, tanpa ada pertimbangan harus dipelihara  untuk  dapat
menjalankan  fungsi  itu  untuk jangka waktu yang lama. Kurang
perhatian kepada alam lingkungan itu  hakikatnya  adalah  pula
kurangnya  perhatian  kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dapat pula
timbul  individualisme  yang  mengagungkan  individu  di  atas
segalanya.   Tidak   ada   ingatan  sama  sekali  bahwa  Tuhan
menciptakan manusia sebagai makhluk sosial  yang  hidup  dalam
kebersamaan   dengan   manusia  lain.  Ini  selanjutnya  dapat
menimbulkan sikap hidup yang tidak peduli  terhadap  kehidupan
manusia  lain,  asalkan  kehidupannya sendiri atau golongannya
sudah baik. Ini mudah sekali mengakibatkan  sikap  eksploitasi
manusia  oleh  manusia (l'exploitation de l'homme par l'homme)
seperti yang terjadi pada masyarakat Barat pada abad ke 18 dan
19, dan juga menghasilkan imperialisme dan kolonialisme. Kalau
modernitas Indonesia sampai  menyeleweng  demikian  dan  dalam
kenyataan  jauh  sekali  dari tuntutan Pancasila, maka terjadi
pula  tantangan  yang  berat  terhadap  iman.   Manusia   yang
bergelimpangan  dalam  kekayaan  benda  dan  harta  lupa bahwa
segala hal itu hanya bersifat relatif dan lupa pula bahwa yang
mempunyai  nilai  mutlak hanya Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya
pula manusia yang  dikungkung  kemiskinan  akibat  kapitalisme
yang  merajalela  mudah  lupa  kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
akan  lebih  mudah  mengandalkan   penggunaan   kekuatan   dan
kekerasan  untuk  mendobrak kapitalis yang berkuasa. Akibatnya
adalah bahwa masyarakat tidak akan maju  karena  terus-menerus
diliputi kekacauan dan pergulatan.
 
Untuk  mencegah  terjadinya  hal-hal  itu, maka penting sekali
bahwa kita harus terus beriman secara  tepat  dan  menjalankan
kehidupan  beragama  menurut  ajaran  Islam  yang  sebenarnya.
Ketekunan dan  kesungguh-sungguhan  orang  yang  beriman  akan
membawa  manusia  Indonesia  menjadi  orang yang komitmen yang
kuat kepada tujuan hidupnya. Prakarsa yang  kuat  akan  timbul
untuk    membentuk   kemajuan   dalam   kehidupan.   Atheisme,
individualisme,  materialisme,  dan  sebangsanya  akan   dapat
dicegah   sehingga  modernitas  Indonesia  yang  benar  adalah
modernitas Pancasila. Iman yang kuat akan  mengangkat  manusia
Indonesia  untuk  dapat  mengadakan  reaksi  dan prakarsa yang
tepat terhadap lingkungan geografi yang kaya, sehingga  bangsa
Indonesia bagaikan anak orang kaya yang mandiri dan bukan anak
orang kaya yang manja.  Hilanglah  gambaran  tentang,  manusia
Indonesia  yang  malas,  yang  hidupnya jorok, yang tidak tahu
waktu, yang tidak dapat berdisiplin. Dan digantikan oleh citra
baru  manusia Indonesia yang giat bekerja dengan memperhatikan
mutu pekerjaannya, yang selalu  memperhatikan  kebersihan  dan
pemeliharaan  lingkungan  hidupnya, yang biasa mematuhi segala
ketentuan, yang pandai hidup bersama dengan orang  lain,  yang
hemat  hidupnya  dan  menghargai waktu. Kalau perkembangan itu
dapat terjadi, maka besar kemungkinannya bahwa modernitas  itu
dapat menghasilkan peradaban Indonesia dalam abad ke-21. Jelas
sekali bahwa peranan iman yang  dilakukan  dengan  tepat  amat
besar  peranannya  dalam  tercapainya  keadaan itu. Tergantung
kepada umat Islam Indonesia  yang  merupakan  bagian  terbesar
bangsa,  dan  terutama  para pemimpinnya, apakah hal itu dapat
terwujud. Kalau  itu  terjadi,  maka  sekaligus  Islam  timbul
kembali  sebagai  agama  yang  mendukung terwujudnya kehidupan
bangsa yang maju, sejahtera dan damai.

MAKNA MODERNITAS DAN TANTANGANNYA TERHADAP IMAN

 
 
 Oleh Verda Cantika.psh
 
Pengertian modernitas berasal  dari  perkataan  "modern";  dan
makna  umum  dari  perkataan modern adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan kehidupan masa  kini.  Lawan  dari  modern
adalah  kuno,  yaitu  segala  sesuatu yang bersangkutan dengan
masa lampau. Jadi  modernitas  adalah  pandangan  yang  dianut
untuk   menghadapi   masa  kini.  Selain  bersifat  pandangan,
modernitas juga merupakan sikap hidup. Yaitu sikap hidup  yang
dianut  dalam  menghadapi  kehidupan  masa  kini.  Kalau  kita
berbicara tentang masa  kini,  maka  yang  dimaksudkan  adalah
waktu sekarang dan masa depan.
 
Pengertian  modernitas,  yaitu  pandangan dan sikap hidup yang
bersangkutan dengan kehidupan masa  kini,  banyak  dipengaruhi
oleh  peradaban  modern.  Sedangkan  yang  dimaksudkan  dengan
peradaban modern adalah peradaban yang terbentuk mula-mula  di
Eropa  Barat, kemudian menyebar di seluruh dunia Barat. Dengan
begitu dapat pula dinamakan peradaban Barat.  Peradaban  Barat
mempunyai   dampak  besar  terhadap  modernitas,  oleh  karena
peradaban  Barat  pada  masa  kini  merupakan  peradaban  yang
dominan  di  sana.  Sebagaimana dalam periode antara abad ke-6
hingga abad ke-16, peradaban  Islam  mempunyai  pengaruh  yang
besar  kepada  kehidupan  umat manusia di sekitar Laut Tengah,
dan  kemudian  meninggalkan  dampaknya   kepada   pembentukkan
peradaban Barat, demikian pula di masa kini, seluruh kehidupan
umat manusia tidak dapat lepas dari pengaruh  peradaban  Barat
yang  secara  agresif  dan  dinamis  memasuki  seluruh pelosok
dunia. Sebab itu, untuk mengenal dan mengembangkan  modernitas
tidak  mungkin  tanpa  mengenal  unsur-unsur  utama  peradaban
Barat.
 
Yang dimaksudkan peradaban modern adalah peradaban Barat  yang
terbentuk  setelah  bangsa-bangsa  Eropa  melampaui  masa Abad
Pertengahan. Perkataan "modern" di sini adalah "Eropa centris"
atau  "Barat  centris"  karena  sepenuhnya bersangkutan dengan
kehidupan bangsa-bangsa di Eropa bahkan di Eropa Barat. Bangsa
Eropa   membagi  sejarahnya  dalam  periode  Zaman  Kuno  yang
berlangsung dari permulaan hingga kurang lebih abad ke-5, Abad
Pertengahan  antara  abad  ke-5  hingga  abad  ke-16 dan Zaman
Modern dari abad ke-16  hingga  masa  kini.  Peradaban  modern
adalah  peradaban  Barat yang terbentuk pada Zaman Modern itu.
Oleh  karena  itu  sejak  abad  ke-16  dunia  Barat   berhasil
melebarkan  sayapnya  ke  seluruh  dunia  dan  pada abad ke-20
berada pada zenith kemampuannya,  maka  pengaruh  atau  dampak
peradaban  modern  itu terasa dimana-mana di dunia, baik dalam
arti positif maupun negatif.
 
Peradaban modern itu terbentuk pada abad  ke-16  melalui  satu
perubahan   yang   penting   di  Eropa  Barat  yang  dinamakan
Renaisanse yang berarti  kelahiran  kembali.  Yaitu  kelahiran
kembali  hasil-hasil  budaya  Yunani  dan  Romawi.  Dalam Abad
Pertengahan hasil budaya Yunani dan Romawi telah diabaikan  di
Eropa.  Gerakan  yang  bernama  Humanisme kemudian diungkapkan
kembali pemikiran yang  telah  dikembangkan  di  Yunani  Lama,
seperti  pikiran Aristoteles, Plato, dll. Pengungkapan kembali
pikiran Yunani dan Romawi itu  dimungkinkan  oleh  persentuhan
Eropa  Barat  dengan  budaya Islam yang dalam Abad Pertengahan
justru sedang berkembang dengan megah dan memasuki Eropa Barat
melalui Spanyol. Humanisme dan Renaissanse itulah yang menjadi
sumber utama terbentuknya peradaban Barat modern.
 
Persentuhannya dengan peradaban  Islam,  pengungkapan  kembali
pikiran  Yunani  dan  Romawi,  ini  semua menimbulkan di Eropa
Barat perkembangan dari fungsi Ratio  dalam  pandangan  hidup.
Ilmu pengetahuan memperoleh dukungan kuat untuk maju. Demikian
pula terjadi pemikiran baru  tentang  tempat  tinggal  manusia
dalam   kehidupan   serta  tempat  bumi  dalam  alam  semesta.
Perkembangan dalam pemikiran  itu  merupakan  perubahan  besar
dalam  kehidupan  waktu itu. Dan karena pemikiran yang berlaku
pada waktu itu bersumber kepada gereja Katholik yang  berkuasa
di   Eropa,  maka  terjadi  pertentangan  antara  mereka  yang
mengembangkan pemikiran baru itu dengan gereja yang  berkuasa.
Gereja  tidak  menghendaki  bahwa  orang mengadakan penelitian
terhadap  alam  dan  kehidupan  dan  mewajibkan  semua   orang
menerima  semua ajaran tanpa pendalaman. Sedangkan orang-orang
yang tergerak  untuk  mendalami  kehidupan  dan  alam  semesta
menggunakan  ratio  dan  eksperimen bukan untuk menolak ajaran
Katholik, melainkan tidak puas hanya menerima  segala  sesuatu
begitu  saja.  Salah  satu  contoh  adalah Nicolaus Copernicus
menerima  hukuman  gereja  yang  waktu  itu  tersohor   dengan
Inquisisi-nya.
 
Tapi   orang-orang   yang  mengejar  ilmu  pengetahuan  dengan
menggunakan ratio tidak dapat dibendung oleh gereja  Katholik.
Dan ilmu pengetahuan makin berkembang di Eropa Barat di bidang
matematika, fisika, astronomi, kimia, dan  lain-lain.  Melalui
orang-orang  seperti  Galileo Galilei, Desidarius Erasmus, dan
lain-lain.  Pada  abad  ke-18,  Eropa  telah   menjadi   pusat
perkembangan  ilmu  pengetahuan  dunia  dan telah menggantikan
peranan peradaban Islam yang pada abad  ke-16  mengalami  masa
surutnya.
 
Bersamaan   dengan   perkembangan  ilmu  pengetahuan,  terjadi
gerakan untuk melebarkan  sayap  jauh  keluar  Eropa.  Tadinya
orang  Eropa  memperoleh  rempah-rempah  dari  Asia,  termasuk
Indonesia dengan perantaraan pedagang Arab  dan  Timur  Tengah
pada  umumnya.  Rupanya pedagang Eropa tergerak untuk berpikir
rasional dan mengembangkan tekad untuk pergi sendiri ke sumber
rempah-rempah.  Kemajuan  ilmu  pengetahuan,  khususnya bidang
astronomi yang telah menemukan bahwa bumi itu bulat, mendorong
mereka untuk pergi mengarungi lautan ke tanah-tanah yang belum
dikenal. Dan tekad  dan  keberanian  pada  penemuan  baru  itu
memberikan  buah yang bukan main besarnya kepada mereka. Tidak
saja mereka dapat sampai  ke  tanah  sumber  rempah-rempah  di
Asia,  mereka  bahkan  dapat  menemukan  satu  tanah yang kaya
sakali, yaitu Amerika. Maka  sejak  abad  ke-16  bangsa  Eropa
semakin  kaya.  Kekayaan  itu dihubungkan dengan cara berpikir
rasional, menimbulkan pandangan yang mementingkan  benda  atau
materi.   Apalagi  ketika  ilmu  pengetahuan  dapat  mendorong
berkembangnya teknologi yang  semakin  maju.  Maka  terjadilah
Revolusi  Industri  di  Eropa Barat yang merubah produksi dari
produksi rumah ke pabrik,  dan  dari  produksi  perorangan  ke
produksi   massal.   Produksi   pabrik  yang  bersifat  massal
memerlukan  bahan  mentah  yang  lebih  banyak  dari  tadinya.
Sebaliknya  juga  menghendaki pasar yang jauh lebih luas. Maka
bangsa-bangsa di  Eropa  merebut  kekuasaan  bangsa-bangsa  di
dunia  untuk  memenuhi  keperluan itu. Terjadilah imperialisme
dan kolonialisme.
 
Sebagai akibat  dari  cara  berpikir  rasional,  maka  terjadi
dorongan  untuk merubah posisi suatu individu dari masyarakat.
Tadinya individu hanyalah suatu unsur  masyarakat  tanpa  arti
tersendiri.  Pemikiran  rasional menuntut pembebasan diri dari
kukungan masyarakat itu. Kemudian bahkan  memberikan  individu
sebagai   nilai   tertinggi   dalam   masyarakat   itu.  Orang
berpendapat  bahwa  hanya  dengan   individu   yang   memiliki
kebebasan  penuh  akan terciptalah kemajuan. Lahirlah apa yang
dinamakan  individualisme.  Bersamaan  dengan  itu,   timbulah
pemikiran  bahwa  seluruh  orang  di  dunia  adalah  sama  dan
bersaudara. Ini mendorong terjadinya Revolusi  Prancis  dengan
semboyannya  Liberte,  Egalite,  Fraternite,  atau  Kebebasan,
Persamaan, Persaudaraan. Inilah yang  menjadi  permulaan  dari
liberalisme atau dalam bahasa Prancis dikatakan laissez faire,
laissez passer. Individualisme  dan  liberalisme  menghasilkan
kapitalisme.
 
Peradaban  yang  modern  menghasilkan kehidupan baru yang maju
berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi  di  pihak  lain
juga  mengakibatkan  kesengsaraan  dan penderitaan yang besar.
Kapitalisme  menimbulkan  kesengsaraan  bagi  para  buruh  dan
petani,  sedangkan  imperialisme  dan kolonialisme menyebabkan
penderitaan yang parah  sekali  bagi  bangsa-bangsa  Asia  dan
Afrika.  Karena itu terjadi reaksi terhadap kapitalisme berupa
komunisme yang juga didasarkan materialisme dan yang  kemudian
menyebabkan  Revolusi  Komunis  di  Rusia.  Reaksi  yang tidak
se-ekstrim komunisme  adalah  sosialisme  yang  memperjuangkan
kehidupan   yang  lebih  baik  bagi  kaum  buruh  dan  petani.
Imperialisme dan  kolonialisme  mengakibatkan  persaingan  dan
pertentangan   antara   bangsa-bangsa   Eropa   sendiri,   dan
menimbulkan perang besar. Yaitu perang dunia  ke-1  dan  ke-2.
Rasionalisme  dan  individualisme  juga menimbulkan keangkuhan
manusia yang berlebihan.  Berdasarkan  materialisme  dikatakan
bahwa  Tuhan  itu  hanya  hasil dari otak manusia; dengan kata
lain orang tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.
 
Di pihak lain harus dikatakan pula bahwa semua itu  memperoleh
koreksinya  dari  dinamika  peradaban itu sendiri. Kapitalisme
mulai menyadari bahwa untuk memperoleh usaha yang kontinyu dan
menguntungkan  harus ada pendekatan yang berbeda terhadap kaum
buruh dan petani. Kaum buruh dan  petani  kemudian  memperoleh
hasil  yang lebih besar dari hasil produksi, sehingga tercipta
masyarakat Barat yang makmur (the affluent society). Disamping
kemajuan  ekonomi  untuk rakyat banyak, juga terjadi kehidupan
politik  yang  memungkinkan   partisipasi   masyarakat   luas.
Mula-mula  baru  dalam bentuk monarki konstitusional, kemudian
berkembang ke  monarki  parlementer  dan  akhirnya  ke  sistim
parlementer  di  mana  raja  tidak  lagi  berkuasa  dan  hanya
dijadikan simbol. Atau rakyat berhasil meniadakan kerajaan dan
membentuk  republik.  Justru yang kurang memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam politik adalah  pihak
komunis yang tadinya bersemboyan untuk mengalahkan kapitalisme
untuk menciptakan kehidupan  rakyat  yang  lebih  baik.  Harus
diakui  bahwa  belum pernah dalam sejarah umat manusia terjadi
kesejahteraan ekonomi dan politik  yang  dialami  oleh  rakyat
banyak  seperti  yang  terwujud  di  dunia  Barat  dewasa ini.
Imperialisme  dan  kolonialisme  juga  sudah  lenyap.   Karena
negara-negara Barat sendiri berperang satu sama lain dalam dua
perang   dunia   besar,   maka   tercipta   kesempatan   untuk
rakyat-rakyat  yang menjadi jajahan untuk melepaskan diri dari
kungkungan dan kekuasaan Barat. Meskipun  dunia  Barat  dengan
berat harus menerima keadaan baru itu, namun mereka tidak lagi
mempunyai  cukup  kemampuan  untuk  menguasai  kembali   bakas
jajahannya.  Meskipun  rasionalisme  masih  tetap  kuat  dalam
peradaban  Barat  dan  merupakan  sumber   perkembangan   ilmu
pengetahuan  dan  teknologi  yang  tiada  hentinya,  namun  di
kalangan  Barat  sendiri  mulai  ada   kekuatan   yang   lebih
komprehesif-integral.  Makin banyak orang menanyakan kebenaran
dari dominasi rasio  dan  lebih  menginginkan  kehidupan  yang
utuh.  Perhatian  terhadap  kehidupan religius makin bertambah
dan  materialisme  makin   didesak   oleh   nilai-nilai   yang
transcedental.  Bahkan di Uni Soviet yang secara resmi melawan
ajaran agama dan menyebarkan atheisme,  terdapat  perkembangan
minat terhadap agama dan memaksa pemerintah untuk mengeluarkan
peraturan-peraturan  pemerintah  untuk  melawannya.   Meskipun
individualisme  masih  tetap  merupakan tiang peradaban Barat,
namun  secara  diam-diam  toh  terjadi  juga  perubahan   yang
memberikan  kesempatan  yang  lebih banyak kepada kolektivisme
atau sekurang-kurangnya dalam bentuk sikap  kebersamaan.  Yang
jelas sekali nampak adalah perkembangan manajemen, oleh karena
tanpa perubahan itu,  di  dunia  usaha  Barat  akan  mengalami
kesulitan  besar  menghadapi  bisnis  Jepang yang manajemennya
berhasil  menimbulkan  partisipasi   tenaga   manusia   secara
produktif  sekali.  Melalui  pendekatan  yang  bertitik  berat
kebersamaan.
 
Tetapi  nampaknya  peradaban  Barat  telah  berada   di   saat
zenithnya.   Justru   akomodasi  yang  telah  dilakukan  untuk
mengatasi kelemahan  dan  kekurangannya  menandakan  bahwa  ia
mulai  berkurang  vitalitas  dan  energinya. Orang Barat sudah
mulai bicara tentang transformasi kehidupan, dengan  kesediaan
untuk  lebih  mengadaptasi  nilai-nilai  yang  terdapat  dalam
kebudayaan  bangsa-bangsa  Asia  atau  dunia  Timur.  Meskipun
demikian  pengaruh dan dampak dari peradaban Barat tidak dapat
ditolak oleh siapa saja, mengingat dinamika  dan  agressivitas
yang  telah  dikembangkan  sejak  abad  ke-16 itu. Kalau nanti
peradaban Barat  akan  surut,  seperti  juga  di  masa  lampau
peradaban  Yunani, peradaban Romawi, pun peradaban Islam surut
setelah mengalami masa  keemasan,  dan  kalaupun  akan  tumbuh
peradaban  baru  di  dunia ini, namun dapat diperkirakan bahwa
dalam peradaban baru itu akan terdapat titik-titik  kuat  dari
peradaban   Barat.  Sebagaimana  juga  dalam  peradaban  Barat
terdapat unsur-unsur yang merupakan pengaruh peradaban  Islam,
Yunani,  dan  Romawi. Karena itu makna modernitas yang mungkin
tidak sama untuk setiap bangsa  di  dunia  karena  dipengaruhi
oleh nilai budaya masing-masing, namun tidak dapat dihindarkan
bahwa dalam modernitas itu terdapat unsur-unsur yang merupakan
pengaruh dari peradaban Barat.
 
MODERNITAS DAN PANCASILA
 
Modernitas  untuk bangsa Indonesia adalah pandangan oleh sikap
hidup yang dikembangkan untuk menghadapi kehidupan masa  kini.
Karena  bangsa  Indonesia  telah  menerima  Pancasila  sebagai
ideologi  dan  falsafah   kehidupannya,   dan   juga   sebagai
satu-satunya  azas  dalam  kehidupan  bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat, maka modernitas untuk bangsa kita  tidak  lepas
dari Pancasila.
 
Hakikatnya  Pancasila  merupakan  satu  pandangan yang modern.
Memang nilai-nilai  yang  terkandung  dalam  Pancasila,  yaitu
Ketuhanan  Yang  Maha  Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia,  Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat
kebijaksanaan   dalam   permusyawaratan/perwakilan,   Keadilan
sosial bagi seluruh bangsa  Indonesia,  semua  mempunyai  akar
dalam  kehidupan  bangsa  Indonesia  sejak  dahulu kala. Namun
belum pernah dalam sejarah Indonesia ada kehidupan bangsa kita
berbentuk  negara  yang dilandasi dan dikembangkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Baru  dalam  Negara  Republik
Indonesia  yang  diproklamirkan  pada  tanggal 17 Agustus 1945
mempunyai dasar landasan Pancasila secara  utuh.  Itu  berarti
bahwa  bangsa  kita  mempunyai keyakinan akan dapat menghadapi
kehidupan  masa  kini  dan  masa  yang  akan   datang   dengan
sebaik-baiknya    apabila    menggunakan   Pancasila   sebagai
landasannya. Itu berarti bahwa Pancasila  merupakan  pandangan
atau Weltanschauung yang modern.
 
Tetapi seperti telah dikatakan, tidak ada bangsa di dunia yang
dapat menghindari pengaruh dan  dampak  peradaban  Barat  yang
begitu  dinamis dan agresif. Apabila kita yang merupakan bekas
jajahan salah satu bangsa Barat, tentu telah memperoleh dampak
dan  pengaruh  dari  budaya  Barat tersebut, baik yang positif
maupun yang negatif. Oleh  karena  kita  hendak  mengembangkan
Pancasila  sebagai  dasar  negara kita, maka kita harus pandai
dan arif dalam menghadapi pengaruh dan dampak  peradaban  itu.
Selain  itu  Republik  Indonesia  tumbuh  dan berkembang dalam
lingkungan  yang  penuh  dengan  peradaban  Barat   atau   pun
pengaruhnya. Untuk dapat tumbuh dengan selamat dan subur, maka
Pancasila  harus  mempunyai  kemampuan   untuk   hidup   dalam
lingkungan  demikian  tanpa  kehilangan dirinya di satu pihak,
tetapi juga kuat menghadapi pihak lain.
 
Pancasila  sebagai  pandangan  modern  tentu  juga   merupakan
pandangan  yang  terbuka.  Tetapi justru karena keterbukaannya
itu  akan  dapat  mengembangkan  vitalitas  dan  energi   yang
berhubungan  dengan  dunia  luar, khususnya dunia Barat. Tentu
keterbukaan  itu   tidak   berarti   bahwa   jiwanya   sendiri
dikesampingkan atau dikorbankan. Sebab justru keterbukaan yang
bermaksud untuk  memupuk  vitalitas  dan  energi  lebih  besar
mempunyai   tujuan   untuk  mengamankan  jiwa  sendiri.  Dalam
hubungan dengan peradaban Barat itu dapat diambil  unsur-unsur
mana  yang  dapat  memperkuat kehidupan bangsa, dan sebaliknya
diperhatikan unsur-unsur mana yang dalam peradaban Barat harus
ditinggalkan karena merugikan kita sendiri.Bersambung di sini>>
 ANTARA MODERAT DAN EKSTREM (2/2)

Oleh: Syekh Muhammad al-Ghazali


Rasulullah saw. mengingatkan kita bahwa kelompok ini biasanya panjang shalatnya, tetapi ibadahnya itu tidak menyucikan dan menyembuhkan cela jiwanya.

Dalam perang Ushrah, Rasulullah saw. menanyakan Ka'ab bin Malik, "Mengapa dia tidak ikut serta?" Tiba-tiba seorang menuduhnya dengan melontarkan ungkapan yang bernada merendahkan dan menyiratkan dendam. Memang Ka'ab adalah salah satu dari tiga orang yang mangkir, namun Allah telah memaafkan dan mengampuninya. Ketika terjadi peristiwa Ka'ab, datanglah sepucuk surat dari raja Romawi yang meminta agar Ka'ab meninggalkan Madinah. Penjemputan akan dilakukan dengan penghormatan oleh staf raja. Akan tetapi, Ka'ab menganggapnya sebagai ujian sehingga ia membakar surat tersebut. Sebenarnya dalam kasus ini, keutamaan tertinggi telah diberikan, namun ada orang yang melihatnya dengan benci. Sikap ini menutup semua kebaikan dan meluapkan emosi.

Pada zaman Rasulullah, ada pula seseorang yang banyak berbicara sehingga digelari "si mulut besar." Setiap Rasulullah saw. berbicara, ia berusaha menimpali agar dapat melebihi pembicaraan Rasulullah.

Dewasa ini, betapa sering kita saksikan orang-orang yang berbicara mengenai agama secara serampangan. Pembicaraannya tidak menghasilkan apa-apa kecuali senda gurau dan kesia-siaan belaka. Padahal betapapun baiknya suatu nasihat, ia tidak akan bermanfaat tanpa niat yang baik pula.

Hasan al-Bashri pernah mendengar sebuah nasihat yang amat jelas uraiannya, namun sedikit pun ia tak tersentuh. Ini karena uraian itu tidak memenuhi syarat sebagai nasihat yang baik dipandang dari segi ketulusan dan kesungguhan, karena komunikatornya mempunyai cela psikis.

Cela psikis dapat ditemui pada banyak orang, baik di kalangan para pemeluk agama maupun orang-orang atheis. Para pakar pendidikan berpendapat bahwa cela ini merupakan sifat materialistik yang amat berbahaya.

Telah umum diketahui bahwa maksiat hati lebih berbahaya daripada maksiat anggota tubuh. Kesombongan lebih buruk daripada mabuk, meskipun Allah mensyariatkan hukuman langsung kepada orang yang mabuk dan menangguhkan siksaan bagi orang yang sombong di akhirat kelak.

Rahasia di balik ketetapan tersebut adalah bahwa mabuk biasanya hanya memudharatkan si peminum dengan merusak hati dan akalnya, sedangkan orang yang sombong dapat melakukan kejahatan yang lebih keji dengan ruang lingkup yang lebih luas. Misalnya menzalimi orang-orang lemah.

Janganlah kita mengira bahwa wujud kesombongan itu hanya dengan mendongakkan kepala atau memantap-mantapkan langkah. Kesombongan dapat pula berupa penolakan terhadap kebenaran dan meremehkan orang lain atau mencari pengakuan masyarakat. Lihatlah sikap orang yang dirundung penyakit psikis ini, mereka menerima kebenaran sebagai kebatilan dan sebaliknya.

Nabi Musa a.s. menegaskan kepada Fir'aun, sebagaimana diterangkan di dalam Al-Qur'an,

    "Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku." (al-A'raaf: 105)

Al-Qur'an menyitir jawaban Fir'aun terhadap penegasan Nabi Musa a.s., sebagai berikut.

    "Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu." (al-A'raaf 109-110)

Tak hanya itu, Fir'aun pun mengancam orang-orang yang mengikuti dan mempercayai kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa a.s. sebagaimana tertera di dalam Al-Qur'an,

    "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?" (al-A'raaf: 123)

Demikianlah, dari dulu hingga sekarang, selalu ada orang-orang yang menyeleweng, termasuk sebagian penguasa. Mereka adalah malapetaka bagi umatnya dan mendorong terbunuhnya ribuan manusia lemah sebagai tebusan bagi reputasi individualnya. Mereka mengklaim diri "Negara adalah aku" (l'etat chest moi).

Anarki politik merupakan lahan subur bagi pertumbuhan Fir'aunisme. Amat disayangkan, Fir'aunisme di Timur lebih banyak ditemui ketimbang di Barat. Fir'aunisme ini merupakan batu sandungan terbesar bagi perkembangan bangsa-bangsa mana pun. Ini karena rahasia penyebaran sifat-sifat jahat, baik kecil ataupun besar, berada di tangan isme ini.

Ketika meneliti berbagai penyelewengan di kalangan para pemeluk agama, penulis menemukan corak Fir'aunisme ini pada sejumlah aliran yang telah dihancurkan dan dipersempit ruang geraknya. Sebagian pemikiran tersebut berkembang dari balik terali besi ketika situasi kondisi sosial-politik sangat buruk dan menyiksa umat Islam.

Apakah dengan bahasan ini penulis membela ekstremitas keagamaan? Tidak! Ulama mana yang dapat membiarkan pembelotan pemikiran dan penyelewengan psikis?

Menurut penulis, para pemuda yang ekstrem itu telah mengalami distorsi temperamen. Ini karena bila kita mempunyai visi yang jauh dan misi yang suci, tentu kita akan memilih yang lebih ringan di antara dua pilihan, selama tidak melanggar syariat. Akan tetapi sebaliknya, pemuda-pemuda itu memilih yang paling sulit!

Islam mengutamakan pembuktian dan menomorduakan kekerasan. Tidak ada yang memilih metode kekerasan kecuali orang-orang yang keras. Para pemuda tersebut pernah diperlakukan dengan keras (terutama oleh penguasa yang anti-Islam, --peny.), maka mereka pun terbiasa dengan kekerasan. Gambaran yang senantiasa terbayang di depan matanya adalah senapan!

Di kalangan umat, ada kelompok yang minim pengetahuan keislamannya. Pengetahuan itu hanya mereka peroleh dari buku-buku yang tidak mengikuti garis pemikiran Islam yang benar dan pendapat-pendapat yang kuat dari para fuqaha.

Mereka mengutamakan hadits-hadits dha'if dan memahami khabar yang sahih secara tidak proporsional. Mereka berpikir secara irasional dan bertentangan dengan empat imam mazhab (Hambali, Maliki, Hanafi, dan Syafi'i). Bahkan karena kebekuan pola pikir, mereka menolak perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis pernah mendengar sebagian mereka menyerang teori bahwa bumi itu bulat dan berotasi. Menurut anggapan mereka, antitesis tersebut didasarkan atas pemikiran Ibnu Qayyim!

Apakah kelompok ekstrem ini mempunyai hubungan spiritual dan intelektual dengan golongan Khawarij? Tampaknya berbeda. Ini karena seperti yang dikatakan oleh hakim Walid dari pemerintahan Khalifah Rasyid, Khawarij mempunyai pandangan positif terhadap syura (musyawarah) dan memiliki sikap moral yang bersih.

Kekacauan politik jangan dijadikan alasan untuk membolehkan penyelewengan akidah dan ketidaklurusan fikih. Islam bukanlah agama yang menutup-nutupi penyimpangan. Islam justru membersihkan dan melawan penyimpangan. Menurut pengalaman penulis, agama merupakan pendorong untuk melakukan berbagai kebajikan.

Para pelaku penyimpangan biasanya menyembunyikan penyakit-penyakit psikisnya dengan rakaat-rakaat yang dilakukannya. Mereka selalu berpikir negatif terhadap orang lain. Benaknya dipenuhi dengan menyalahkan orang lain, bukan pengampunan. Mereka tahu bahwa cabang-cabang Islam tujuh puluh lebih, tetapi mereka tidak bisa membedakan kepala dengan ekor, tidak membedakan fardlu dengan nafilah, dan pelaksanaan yang mereka ketahui hanyalah yang mereka tetapkan.
Melebih-lebihkan dan Mengurangi

Pada dasarnya, perbedaan pendapat dalam fikih tidak boleh memperlemah ukhuwah islamiyah dan menimbulkan percekcokan. Akan tetapi, kelompok ekstrem berkecenderungan membesar-besarkan masalah kecil dan memicu konflik dari hal-hal yang tidak prinsipil.

Perbedaan pendapat merupakan perangkat ilmiah yang signifikan bila diarahkan dengan baik. Sayangnya, di balik perbedaan pendapat, kelompok ekstrem mengidap cacat psikis yang seharusnya dihilangkan.

Seseorang dari kelompok ekstrem pernah melayangkan surat kepada penulis. Isi suratnya antara lain menyebutkan bahwa pada masa awal Islam, dakwah mendahului perang Akan tetapi kemudian, menurutnya, ketentuan itu dihapus sehingga menjadi: perang bisa saja dilancarkan tanpa didahului kegiatan dakwah! Penulis surat ini telah mengajukan pandangan yang tidak ilmiah. Surat itu memang mencerminkan semangat penulisnya, namun sayangnya, sang penulis menghendaki jalan pintas dan menyerang ke segala penjuru atas nama agama. Religiusitas yang tidak disertai ketulusan hati, kehalusan budi pekerti, dan kecintaan terhadap sesama makhluk, malah akan menjadi laknat bagi negara dan manusia.

Ekstremitas tidak terjadi pada kondisi sosial yang mapan. Penyimpangan psikologis tersebut terjadi pada masa krisis pandangan, ketika masalah khilafiyah dibesar-besarkan. Misalnya, posisi tangan dan kaki dalam shalat.

Perhatian mereka terhadap masalah-masalah khilafiyah sangat berlebihan. Hanya sedikit perhatian mereka terhadap pembangunan negara Islam yang ideal atau berusaha mempersiapkan hal-hal yang diperlukan bagi kemajuan peradaban Islam di masa depan.

Kelemahan lain yang lebih berbahaya adalah mereka terlampau cepat menuduh pelaku dosa sebagai kafir atau fasik. Pernah terjadi perdebatan sengit mengenai muslim yang meninggalkan shalat karena malas. Mereka memvonisnya sebagai orang kafir, harus dibunuh, dan masuk neraka selama-lamanya.

Penulis menerangkan kepada mereka, "Muslim yang meninggalkan shalat memang berdosa, tetapi hukum yang kalian sebutkan itu berlaku bagi muslim yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban syar'i. Ini karena mengingkari kewajiban dalam syariat berarti keluar dari Islam. Sedangkan orang-orang yang malas melakukan shalat masih tetap mengakui dasar pensyariatannya."

Tetap saja mereka menegaskan, "Wajib dibunuh."

Penulis kembali mengingatkan, "Mengapa kalian melupakan hadits Nabi saw. yang menjelaskan bahwa bila Allah SWT menghendaki, Ia akan menyiksa atau memaafkan seorang muslim yang malas menunaikan ajaran Islam."

Selama dosa yang diperbuat manusia tidak termasuk dosa syirik, insya Allah, Dia berkenan mengampuninya. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas umat Islam. Sebagian mazhab bahkan menyatakan bahwa muslim yang malas menunaikan ketaatan jangan dibunuh.

Kita harus bersikap lemah lembut dan memberikan nasihat yang baik kepada-Nya. Hendaknya kita menuntunnya ke masjid untuk membiasakannya beribadah, bukan menggiringnya ke tiang gantungan. Akan tetapi amat disesalkan, umat muslim yang ekstrem senantiasa mengeluarkan pernyataan bunuh, dan menurut mereka itulah satu-satunya Islam yang benar.

Hal lain yang sering mereka perhatikan secara berlebihan adalah masalah wanita. Menurut mereka, wanita wajib menutup seluruh tubuh hingga ke kuku sekalipun, baik dalam ibadah maupun di luar ibadah, seperti keluar rumah untuk suatu keperluan yang sangat mendesak. Bagi mereka, kuku pun termasuk aurat. Kaum pria dan wanita tidak boleh saling mengetahui sedikit pun!

Memang, diantara kelompok ekstrem itu ada yang benar-benar berniat baik dan berkeinginan memperoleh ridha Allah. Akan tetapi, kekurangannya adalah kedangkalan pengetahuan dan pemahaman keislamannya. Andaikan mereka berwawasan luas, tentu semangat dan komitmen mereka akan sangat bermanfaat bagi Islam.

Pernah terjadi di sebuah desa, seorang lurah menulis dan mengirimkan sepucuk surat kepada imam sebuah masjid. Surat itu menerangkan kedatangan seorang penyuluh pertanian ke desa mereka. Karenanya, masyarakat diminta berkumpul untuk menyimak penyuluhan tersebut.

Ketika imam hendak berbicara dengan menggunakan pengeras suara, seorang pelajar berkata, "Nabi saw. melarang kita mencari barang yang hilang di dalam masjid." Dia berkata lagi "Sesungguhnya shalat didirikan hanya untuk Allah (maksud pemuda ini, masjid hanya digunakan untuk ibadah ritual saja -peny.)." Ia berusaha mencegah imam mengambil pengeras suara. Pertengkaran memuncak. Maka si pelajar berteriak, "Mikrofon ini tidak akan bisa diambil kecuali setelah melangkahi mayat saya!"

Sesungguhnya analogi yang dibuat sang pelajar antara penyuluhan pertanian dengan mencari unta yang hilang adalah analogi yang tidak tepat. Tidak perlu mempertaruhkan nyawa untuk masalah semacam ini.

Para pendidik dan pemimpin hendaknya menyikapi para pemuda yang bersikap ekstrem dengan penuh kearifan. Merupakan suatu keharusan untuk meminta bantuan para ulama yang peka dan independen untuk membina mereka. Ini karena mereka enggan berkolusi, apalagi dibina, oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan.

Wallahu a'lam bishshawab.

SahabatQ

Like Facebokk Friends

ProfilQ

VERDA CANTIKA.PSH

Masih Sekolah di SMPN 1 ploso Jombang dr keluarga 3 bersaudara :adik Rindu masih kelas 4 SDN Kedungrejo dn adik Livi masih kecil umur 2,5 th kami keluarga bahagia yg saling menyayangi dn mengasihi sekian Trimksh Lihat Lengkap ProfilQ