NEWS UPDATE :
Tampilkan postingan dengan label Desa Kota. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Desa Kota. Tampilkan semua postingan

Permasalahan dan Penyelesaian Terkait Pembangunan Masyarakat Desa

Pembanguan merupakan proses yang tanpa henti, begitu pula dengan pembanguanan masyarakat desa, maka sangat diperlukan kejelian dan kepekaan untuk menemukenali kelemahan-kelemahan dan masalah-masalah yang muncul dalam perencanaan maupun pelaksanaan program pembangunan. Ada sejumlah faktor yang membantu tercapainya keberhasilan pembangunan, yaitu: (1) adanya perencanaan yang realistis disesuaikan dengan kondisi sosial dan nasional, (2) adanya kesungguhan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai dengan apa yang direncanakan, (3) Adanya kepemimpinan yang konsekwen dan konsisten mengelola upaya pembangunan dari satu tahap ke tahap berikutnya sesuai dengan rencana. Beberapa permasalahan yang menghambat tidak terpenuhinya aspek-aspek tersebut adalah:
1.      Permasalahan dalam perencanaan.
Seringkali dalam proses perencanaan pembangunan, tidak menghasilkan sebuah perencanaan yang baik, atau perencanaan yang tidak sesuai dengan tujuan pembanguanan masyarakat. Ini disebabkan krena belum memadainya kemampuan masyarakat pada umumnya dan aparat setempat pada khususnya dalam merencanakan pembangunan di daerahnya. Sebagai contoh, masyarakat dan kelompok-kelompok atau paguyuban tertentu ingin memajukan desa melalui bidang budaya, di desa saya misal, para pemuda kerap kali ingin mendirikan sebuah paguyuban kuda lumping, namun karena perencanaan yang kurang maka dalam prosesnya menemui banyak kendala seperti kurangnya perencanaan dalam promosi, pengusulan bantuan kepada pemerintah, dan lain-lain, mereka hanya sepontanitas, istilahnya hanya “ayo-ayo” saja, tanpa melalui perencanaan yang matang. Padahal sebenarnya jika direncanakan dengan baik potensi yang ada akan berkembang.
Oleh karena itu, dalam proses perencanaan pembangunan masyarakat desa haruslah ditangani oleh orang yang berkompeten, baik dalam penguasaan lapangan maupun perenaaan, selain itu perlu adanya dampingan dari pemerintah dalam perencanaan pembangunan masyarakat di desa.
2.      Permasalahan dalam pelaksanaan.
Dalam proses pelaksanaan pembangunan masyarakat desa, banyak permasalahan yang kadang muncul. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya mengganggu pembangunan yang semula telah direncanakan dengan baik, sehingga tujuan dari pembangunan tidak tercapai. Ada berbagai masalah dalam pelaksanaan pembangunan, diantaranya yaitu, ekonomi, lingkunagn fisik geografis, kebudayaan, SDM, dan Sosial. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa, seringkali faktor geografis menjadi permasalahan, misal dalam pembuatan jalan di wilayah pegunungan, kadang kondisi relief dan struktur tanah disana tidak diperhitungkan sehingga menimbulkan permasalahan seperti peralatan yang tidak mampu berkerja di wilayah tersebut dan lain-lain.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses pelaksanaan pembangunan masyarakat pedesaan maka perlu adanaya tenaga-tenaga yang berkompeten dan cekatan dalam pelasanaan, selai itu perlu juga peralatan yang siap di kondisi apapun, sehingga permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pembanguanan msyarakat desa dapat diatasi dengan baik.
3.      Kendala Koordinasi
Pembangunan daerah merupakan proses pembangunan lintas sektoral yang  mengikutsertakan bermacam aspek kehidupan. Pembangunan daerah khususnya pembangunan perdesaan merupakan wewenang penguasa daerah yang didukung oleh aparat dari depertemen teknis dan dibantu koordinasinya oleh Bappeda. Departemen teknis yang mempunyai hubungan struktural secara vertikal pada umumnya mempunyai program yang digariskan dari pusat. Hal ini yang sering kali menjadi penyebab terjadinya ketidak sesuaian perencanaan di tingkat daerah oleh karena keadaan daerah setempat, kondisi lahan dan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya yang berbeda dari perkiraan tingkat pusat. Peran koordinasi menjadi semakin penting dalam menjabarkan pembangunan yang direncanakan dari tingkat atas agar dapat dijabarkan di tingkat daerah tanpa mengganggu arah pembangunan nasional tetapi tetap mencapai sasaran mewujudkan kesejahteraan rakyat. Misalnya di suatu desa yang akan dilakukan pengembangan ekonomi di bidang pertanian yaitu dengan dilakukan peningkatan penggunahan lahan untuk kegiatan pertanian padi. Akan tetapi daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki air yang minim sehingga lebih cocok untuk kegiatan ladang. Hal ini terjadi karena kurang koordinasinya dari berbagai pihak sehingga terjadi kesalahan sasaran. Kendala koordinasi seperti ini yang dapat menghambat pembangunan suatu desa.
Oleh karena itu peran koordinasi perlu ditingkatkan yaitu dengan cara setiap anggota masyarakat dan aparat pembangunan mempunyai persepsi yang sama dalam mewujudkan arah pembangunan. Perlu dipersiapkan aparat perencana pembangunan sehingga mampu mengantisipasi setiap perubahan yang datang baik dari keinginan masyarakat dan selaras dengan arah pembangunan nasional. Dalam upaya memperlancar aspek koordinasi, maka aparat perencana pembangunan perlu dipersiapkan untuk lebih memahami aspek sosial ekonomi yang bersifat lintas sektoral dan multidimensi. Sehingga tidak terjadi salah koordinasi dan salah sasaran dalam perencanaan pembangunan di suatu desa.
4.      Kendala Monitoring dan Evaluasi
Seringkali aspek monitoring dan evaluasi terhadap suatu program terabaikan baik ketika program tersebut tengah dilaksanakan maupun ketika suatu program itu telah selesai dilaksanakan. Pengabaian terhadap fungsi ini berakibat pada tidak terarahnya program karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau tidak langgengnya hasil-hasil positif yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program. Kalaupun telah dilaksanakan fungsi monitoring dan evaluasi seringkali digunakan sebagai penilaian adalah jumlah dana yang dicairkan. Sedangkan kesesuaian hasil program dengan tujuan program yang merupakan hakekat dari fungsi ini, kurang mendapatkan perhatian. Dengan demikian evaluasi penggunaan dana sekaligus pertimbangan tentang perbandingan manfaat dan biaya relatif terabaikan. Misalnya dalam pembangunan jalan di desa yang membutuhkan dana yang cukup besar. Ketika kegiatan pembangunan jalan tersebut kurang monitoring maka akan menimbulkan penyelewengan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penyelewengan tersebut bukan hanya pada dana dari pembangunan tersebut tetapi juga dapat terjdi dari proses pembangunan jalan tersebut. Jika terjadi penyelewengan seperti itu kegiatan pembangunan pun akan terhambat dan tidak dapat berjalan maksimal. Oleh karena itu monitoring dan evaluasi perlu diperketat agar tidak menghambat kegiatan pembangunan desa.
Alokasi dana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada hakikatnya ditujukan untuk secara langsung meningkatkan produksi dan secara tidak langsung menciptakan prasarana yang mampu mendorong peningkatan produksi. Dengan peningkatan pengawasan dan evaluasi dari berbagai pihak sehingga kegiatan pembanguan dapat berjalan sesuai dengan semestinya dan tidak terjadi penyelewengan dari pihak-pihak tertentu. Kegiatan pembangunan dapat berjalan dengan lancar dan mampu menggerakkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat berarti kegiatan pembangunan masyarakat desa berjalan dengan baik.

Desa dan Kota

Pengertian Desa

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang pemerintah daerah, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, Desa adalah suatu kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggalnya suatu masyarakat dengan pemerintahan tersendiri.Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafis, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedang menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a.      Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.      Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c.    Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. 
Pengertian Kota

Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini:
a.      Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
b.      Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
c.      Dwigth Sanderson
      Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
d.      Menurut Prof. Drs. R. Bintarto, Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.

Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Talcot Parsons juga menjelaskan mengenai tipe masyarakat kota dengan ciri-ciri, yaitu:
a.      Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
b.      Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c.      Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d.       Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima  berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e.      Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

Kota Dilihat Dari Aspek Fisiografi, Sosial,Ekonomi, Budaya, Politik Dan Tekhnologi seperti yang kita ketahui, dalam kehidupan sehari-hari kota selalu tampak sibuk. Warga kota yang menjasi penghuni kota memerlukan tempat berteduh, tempat bekerja, tempat bergaul dan tempat menghibur diri. Oleh karena itu kota dapat kita lihat dari segi fisiografis, ekonomi, budaya, sosial dan politik.
Di dalam sejarah perkembangan kota dapat dibagi menjadi 3 zaman kota-kota pada waktu lampau (cities of the past) tergolong antara lain : kota-kota oriental, kota-kota Yunani, kota-kota Romawi, dan lainnya yang merupakan kota-kota kebudayaan kuno
1.  Kota-kota pada zaman pertengahan (medieval cities) di mana pada abad ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan Romawi 
2.  Kota-kota pada zaman modern, di mana pola dan perkembangannya sangat ditentukan oleh factor-faktor politik dan ekonomi.

Perbedaan Fisik Antara Desa dan Kota


Lingkungan fisik di desa dan di kota memiliki perbedaan yang mendasar. Fisik disini memiliki arti yang luas, yaitu meliputi fisik secara fisiografis, dan fisik secara fasilias atau tingkat pembangunan yang ada. berukit ini akan dijelaskan beberapa perbedaan fisik antara desa dengan kota.
A.    Lingkungan fisik desa
1.      Topografi
Topografi wilayah di perdesaan terdiri dari berbagai bentuk, ada yang memiliki topografi kasar, ada yang sedang ada yang halus. Berbagai perbedaan yang terjadi di pedesaan tersebut dipengaruhi oleh letak desa tersebut. Wilayah peedesaan yang berada di wilayah pegunungan akan memiliki topografi kasar, sedangkan wilayah pedesaan yang berada di daerah dataran rendah akan memiliki topografi halus.
2.      Tipologi permukiman
Tipologi permukiman yang ada di desa terdiri dari berbagai macam tipologi. Tipologi permukiman di pedesaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti topografi, ketersediaan air, kesuburan tahan, pola jaringan jalan, dan lain-lain. Tipologi permukiman di desa yang memiliki topografi kasar cenderung memiliki tipologi yang menyebar karena terhalang bukit-bukit. Tipologi permukiman di wilayah yang jarang sumber air, maka akan mengelompok di dekat sumber air misalnya danau, telaga dan lain lain. Selain itu jarak antar rumah juga cenderung lebih jauh ketimbang di kota.
3.      Penggunaaan lahan
Penggunaan lahan yang ada di wilayah pedesaan cenderung lebih bersifat ke alam. Lahan yang berada di desa sebagian besar dimanfaatkan sebagai pertanian. Dimana ruang terbuka hijau masih banyak.
4.      Sarana dan prasarana/fasilitas
Sarana prasarana yang ada di desa jika dibandingkan dengan wilayah kota cenderung lebih tertinggal. Masih banyak desa yang belum tersentuh pembangunan, jalan masih belum beraspal, akses pendidikan yang sulit, kesehatan yang kurang terperhatikan dan lain lain.
B.     Lingkunagn Fisik Kota
a.       Topografi
Topografi wilayah perkotaan, jika dibandingkan dengan wilayah perdesaan cenderung lebih datar. Kebanyakan kota terletak di wilayah dengan topografi halus, seperti Jakarta, jogja, Surabaya dan lain-lain. Hanya sebagian kecil kota yang terdapat di wilayah topografi kasar.
b.      Tipologi permukiman
Tipologi permukiman di wilayah perkotaan cenderungmengelompok di wilayah-wilayah kota tersebut saja. Misalnya di kawasan industri, sekitar pabrik dan lain-lain. Selain itu kepadatan permukiman di kota bisa dikatakan padat.
c.       Penggunaan lahan
Berbeda dengan di desa, penggunaan lahan di kota sebagian besar digunakan untuk bangunan. Hanya sedikit ruang terbuka hijau yang terdapat disana. Sebagian laghan digunakan untuk kawasan industri, pertokoan, permukiman dan lain lain.
d.      Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di kota bisa dikatakan lebih lengkap dan lebih baik jika dibandingkan dengan sarana dan prasarana yang ada di desa. Akses jalan, komunikasi, dapat diakses dengan mudah. Selain itu fasilitas kesehatan, pendidikan, dan hiburan juga lebih lengkap dan lebih berkualitas.

Permasalahan dan Penyelesaian Terkait Pembangunan Masyarakat Desa

            Pembanguan merupakan proses yang tanpa henti, begitu pula dengan pembanguanan masyarakat desa, maka sangat diperlukan kejelian dan kepekaan untuk menemukenali kelemahan-kelemahan dan masalah-masalah yang muncul dalam perencanaan maupun pelaksanaan program pembangunan. Ada sejumlah faktor yang membantu tercapainya keberhasilan pembangunan, yaitu: (1) adanya perencanaan yang realistis disesuaikan dengan kondisi sosial dan nasional, (2) adanya kesungguhan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai dengan apa yang direncanakan, (3) Adanya kepemimpinan yang konsekwen dan konsisten mengelola upaya pembangunan dari satu tahap ke tahap berikutnya sesuai dengan rencana. Beberapa permasalahan yang menghambat tidak terpenuhinya aspek-aspek tersebut adalah:
1.      Permasalahan dalam perencanaan.
Seringkali dalam proses perencanaan pembangunan, tidak menghasilkan sebuah perencanaan yang baik, atau perencanaan yang tidak sesuai dengan tujuan pembanguanan masyarakat. Ini disebabkan krena belum memadainya kemampuan masyarakat pada umumnya dan aparat setempat pada khususnya dalam merencanakan pembangunan di daerahnya. Sebagai contoh, masyarakat dan kelompok-kelompok atau paguyuban tertentu ingin memajukan desa melalui bidang budaya, di desa saya misal, para pemuda kerap kali ingin mendirikan sebuah paguyuban kuda lumping, namun karena perencanaan yang kurang maka dalam prosesnya menemui banyak kendala seperti kurangnya perencanaan dalam promosi, pengusulan bantuan kepada pemerintah, dan lain-lain, mereka hanya sepontanitas, istilahnya hanya “ayo-ayo” saja, tanpa melalui perencanaan yang matang. Padahal sebenarnya jika direncanakan dengan baik potensi yang ada akan berkembang.
Oleh karena itu, dalam proses perencanaan pembangunan masyarakat desa haruslah ditangani oleh orang yang berkompeten, baik dalam penguasaan lapangan maupun perenaaan, selain itu perlu adanya dampingan dari pemerintah dalam perencanaan pembangunan masyarakat di desa.
2.      Permasalahan dalam pelaksanaan.
Dalam proses pelaksanaan pembangunan masyarakat desa, banyak permasalahan yang kadang muncul. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya mengganggu pembangunan yang semula telah direncanakan dengan baik, sehingga tujuan dari pembangunan tidak tercapai. Ada berbagai masalah dalam pelaksanaan pembangunan, diantaranya yaitu, ekonomi, lingkunagn fisik geografis, kebudayaan, SDM, dan Sosial. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa, seringkali faktor geografis menjadi permasalahan, misal dalam pembuatan jalan di wilayah pegunungan, kadang kondisi relief dan struktur tanah disana tidak diperhitungkan sehingga menimbulkan permasalahan seperti peralatan yang tidak mampu berkerja di wilayah tersebut dan lain-lain.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses pelaksanaan pembangunan masyarakat pedesaan maka perlu adanaya tenaga-tenaga yang berkompeten dan cekatan dalam pelasanaan, selai itu perlu juga peralatan yang siap di kondisi apapun, sehingga permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pembanguanan msyarakat desa dapat diatasi dengan baik.
3.      Kendala Koordinasi
Pembangunan daerah merupakan proses pembangunan lintas sektoral yang  mengikutsertakan bermacam aspek kehidupan. Pembangunan daerah khususnya pembangunan perdesaan merupakan wewenang penguasa daerah yang didukung oleh aparat dari depertemen teknis dan dibantu koordinasinya oleh Bappeda. Departemen teknis yang mempunyai hubungan struktural secara vertikal pada umumnya mempunyai program yang digariskan dari pusat. Hal ini yang sering kali menjadi penyebab terjadinya ketidak sesuaian perencanaan di tingkat daerah oleh karena keadaan daerah setempat, kondisi lahan dan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya yang berbeda dari perkiraan tingkat pusat. Peran koordinasi menjadi semakin penting dalam menjabarkan pembangunan yang direncanakan dari tingkat atas agar dapat dijabarkan di tingkat daerah tanpa mengganggu arah pembangunan nasional tetapi tetap mencapai sasaran mewujudkan kesejahteraan rakyat. Misalnya di suatu desa yang akan dilakukan pengembangan ekonomi di bidang pertanian yaitu dengan dilakukan peningkatan penggunahan lahan untuk kegiatan pertanian padi. Akan tetapi daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki air yang minim sehingga lebih cocok untuk kegiatan ladang. Hal ini terjadi karena kurang koordinasinya dari berbagai pihak sehingga terjadi kesalahan sasaran. Kendala koordinasi seperti ini yang dapat menghambat pembangunan suatu desa.
Oleh karena itu peran koordinasi perlu ditingkatkan yaitu dengan cara setiap anggota masyarakat dan aparat pembangunan mempunyai persepsi yang sama dalam mewujudkan arah pembangunan. Perlu dipersiapkan aparat perencana pembangunan sehingga mampu mengantisipasi setiap perubahan yang datang baik dari keinginan masyarakat dan selaras dengan arah pembangunan nasional. Dalam upaya memperlancar aspek koordinasi, maka aparat perencana pembangunan perlu dipersiapkan untuk lebih memahami aspek sosial ekonomi yang bersifat lintas sektoral dan multidimensi. Sehingga tidak terjadi salah koordinasi dan salah sasaran dalam perencanaan pembangunan di suatu desa.
4.      Kendala Monitoring dan Evaluasi
Seringkali aspek monitoring dan evaluasi terhadap suatu program terabaikan baik ketika program tersebut tengah dilaksanakan maupun ketika suatu program itu telah selesai dilaksanakan. Pengabaian terhadap fungsi ini berakibat pada tidak terarahnya program karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau tidak langgengnya hasil-hasil positif yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program. Kalaupun telah dilaksanakan fungsi monitoring dan evaluasi seringkali digunakan sebagai penilaian adalah jumlah dana yang dicairkan. Sedangkan kesesuaian hasil program dengan tujuan program yang merupakan hakekat dari fungsi ini, kurang mendapatkan perhatian. Dengan demikian evaluasi penggunaan dana sekaligus pertimbangan tentang perbandingan manfaat dan biaya relatif terabaikan. Misalnya dalam pembangunan jalan di desa yang membutuhkan dana yang cukup besar. Ketika kegiatan pembangunan jalan tersebut kurang monitoring maka akan menimbulkan penyelewengan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penyelewengan tersebut bukan hanya pada dana dari pembangunan tersebut tetapi juga dapat terjdi dari proses pembangunan jalan tersebut. Jika terjadi penyelewengan seperti itu kegiatan pembangunan pun akan terhambat dan tidak dapat berjalan maksimal. Oleh karena itu monitoring dan evaluasi perlu diperketat agar tidak menghambat kegiatan pembangunan desa.
Alokasi dana pembangunan yang dilaksanakan olehpemerintah pada hakikatnya ditujukan untuk secara langsung meningkatkanproduksi dan secara tidak langsung menciptakan prasarana yang mampu mendorongpeningkatan produksi. Dengan peningkatan pengawasan dan evaluasi dari berbagaipihak sehingga kegiatan pembanguan dapat berjalan sesuai dengan semestinya dantidak terjadi penyelewengan dari pihak-pihak tertentu. Kegiatan pembangunandapat berjalan dengan lancar dan mampu menggerakkan kegiatan ekonomi danmeningkatkan pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat berartikegiatan pembangunan masyarakat desa berjalan dengan baik.

Teori struktur, tata ruang, dan perkembangan kota

a. Struktur Ekonomi Kota



Wilayah kota menjadi tempat kegiatan ekonomi penduduknya di bidang jasa, perdagangan, industri, dan administrasi. Selain itu, wilayah kota menjadi tempat tinggal dan pusat pemerintahan. Kegiatan ekonomi kota dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut.



1) Kegiatan Ekonomi Dasar

Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau dikirim ke daerah sekitar kota. Produk yang dikirim dan disalurkan berasal dari industri, perdagangan, hiburan, dan lainnya.

2) Kegiatan Ekonomi Bukan Dasar

Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk keperluan sendiri. Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan residensial dan kegiatan pelayanan. Kegiatan ekonomi kota dapat berupa industri dan kegiatan jasa atau fasilitas yang tidak memerlukan lahan yang luas. Kegiatan ini menyebabkan kota berpenduduk padat, jarak bangunan rapat, dan bentuk kota kompak.



Struktur kota dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian penduduknya. Mata pencaharian penduduk kota bergerak di bidang nonagraris, seperti perdagangan, perkantoran, industri, dan bidang jasa lain. Dengan demikian, struktur kota akan mengikuti fungsi kota. Sebagai contoh, suatu wilayah direncanakan sebagai kota industri, maka struktur penduduk kota akan mengarah atau cenderung ke jenis kegiatan industri.



Pada kenyataan, jarang sekali suatu kota mempunyai fungsi tunggal. Kebanyakan kota juga merangkap fungsi lain, seperti kota perdagangan, kota pemerintahan, atau kota kebudayaan. Contoh: Yogyakarta selain disebut kota budaya tetapi juga disebut sebagai kota pendidikan dan kota wisata.



Di daerah kota terdapat banyak kompleks, seperti apartemen, perumahan pegawai bank, perumahan tentara, pertokoan, pusat perbelanjaan (shopping center), pecinan, dan kompleks suku tertentu. Kompleks tersebut merupakan kelompok-kelompok (clusters) yang timbul akibat pemisahan lokasi (segregasi).



Segregasi dapat terbentuk karena perbedaan pekerjaan, strata sosial, tingkat pendidikan, suku, harga sewa tanah, dan lainnya. Segregasi tidak akan menimbulkan masalah apabila ada pengertian dan toleransi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Munculnya segregasi di kota dapat direncanakan ataupun tidak direncanakan. Kompleks perumahan dan kompleks pertokoan adalah contoh segregasi yang direncanakan pemerintah kota.



Bentuk segregasi yang lain adalah perkampungan kumuh/slum yang sering tumbuh di kota-kota besar seperti Jakarta. Rendahnya pendapatan menyebabkan tidak adanya kemampuan mendirikan rumah tinggal sehingga terpaksa tinggal di sembarang tempat. Kompleks seperti ini biasanya ditempati oleh kaum miskin perkotaan. Permasalahan seperti ini memerlukan penanganan yang bijaksana dari pemerintah.





b. Struktur Intern Kota



Pertumbuhan kota-kota di dunia termasuk di Indonesia cukup pesat. Pertumbuhan suatu kota dapat disebabkan oleh pertambahan penduduk kota, urbanisasi, dan kemajuan teknologi yang membantu kehidupan penduduk di kota. Wilayah kota atau urban bersifat heterogen ditinjau dari aspek struktur bangunan dan demografis. Susunan, bentuk, ketinggian, fungsi, dan usia bangunan berbeda-beda.



Mata pencaharian, status sosial, suku bangsa, budaya, dan kepadatan penduduk juga bermacam-macam. Selain aspek bangunan dan demografis, karakteristik kota dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti topografi, sejarah, ekonomi, budaya, dan kesempatan usaha. Karakteristik kota selalu dinamis dalam rentang ruang dan waktu.








Apabila dilihat sekilas wajah suatu kota, maka akan banyak susunan yang tidak beraturan. Akan tetapi, apabila diamati dengan cermat maka akan dijumpai bentuk dan susunan khas yang mirip dengan kota-kota lain.



Misalnya, kota A berbentuk persegi empat, kota B berbentuk persegi panjang, dan kota C berbentuk bulat. Begitu juga dalam susunan bangunan kota terjadi pengelompokan berdasarkan tata guna lahan kota.



Jadi, suatu kota memiliki bentuk dan susunan yang khas. Apabila kamu mengamati kota berdasarkan peta penggunaan lahan, maka kamu akan mendapatkan berbagai jenis zona, seperti zona perkantoran, perumahan, pusat pemerintahan, pertokoan, industri, dan perdagangan. Zona-zona tersebut menempati daerah kota, baik di bagian pusat, tengah, dan pinggirannya.



Zona perkantoran, pusat pemerintahan, dan pertokoan menempati kota bagian pusat atau tengah. Zona perumahan elite cenderung memiliki lokasi di pinggiran kota. Sedang zona perumahan karyawan dan buruh umumnya berdekatan dengan jalan penghubung ke pabrik atau perusahaan tempat mereka bekerja.



Para geograf dan sosiolog telah melakukan penelitian berkaitan dengan persebaran zona-zona suatu kota. Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan persebaran spasial kota.





Beberapa teori tentang struktur kota dapat kamu ikuti pemaparannya sebagai berikut.



1) Teori Konsentris (Concentric Theory)

Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology, merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda.



Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar.



Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.










Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang telah maju penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal yang memudahkan rute transportasi dan komunikasi.



2) Teori Sektoral (Sector Theory)

Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektorsektor daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District) yang terletak di pusat kota.



Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur seperti irisan kue tar. Mengapa struktur kota menurut teori sektoral dapat terbentuk? Para geograf menghubungkannya dengan kondisi geografis kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar memungkinkan pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah, sehingga penggunaan lahan tertentu, misalnya perindustrian meluas secara memanjang. Kota yang berlereng menyebabkan pembangunan perumahan cenderung meluas sesuai bujuran lereng.










3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.










Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan. Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.



Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara, kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.



Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan nyata suatu kota.



4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)

Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris lebih ditonjolkan.










5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)

Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin. Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut.










6) Teori Poros

Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori poros ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.










7) Teori Historis

Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat digambarkan sebagai berikut.












Dari model gambar di depan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar hidup masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan, mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran (a). Perbaikan daerah CBD menjadi menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para pendatang baru khususnya dari zona 2 (c).



 Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

SahabatQ

Like Facebokk Friends

ProfilQ

VERDA CANTIKA.PSH

Masih Sekolah di SMPN 1 ploso Jombang dr keluarga 3 bersaudara :adik Rindu masih kelas 4 SDN Kedungrejo dn adik Livi masih kecil umur 2,5 th kami keluarga bahagia yg saling menyayangi dn mengasihi sekian Trimksh Lihat Lengkap ProfilQ