NEWS UPDATE :
Tampilkan postingan dengan label kebencanaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kebencanaan. Tampilkan semua postingan

Managemen Bencana

Definisi Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
  • Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
  • Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.
  • Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapat dirumuskan sebagai berikut:
    Bencana = Bahaya x Kerentanan
    Dimana:
    ◙   Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar.  Disaster terdiri dari 2(dua) komponen yaitu Hazard dan Vulnerability;
    ◙   Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian, kerusakan lingkungan.  Misal :  tanah longsor, banjir, gempa-bumi, letusan gunung api, kebakaran dll;
    ◙   Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman bencana;
    ◙   Risiko ( Kerentanan ) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh hazard dan/atau vulnerability.
    Model Manajemen Bencana
    Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan.  Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:
  • Disaster management continuum model. Model ini mungkin merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.
  • Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.
  • Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
  • The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
  • Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.  
    Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu:
  • Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.
  • Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

◙   Tanggap Darurat Bencana  : Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusul terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and needs assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana
Tujuan :
§  Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia;
§  Mengurangi penderitaan korban bencana;
§  Meminimalkan kerugian material
◙  Rehabilitasi  : Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat.  Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
◙  Rekonstruksi  : Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan – tujuan : mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaat secara ekonomis pada masyarakat
◙  Prevensi  : Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik;
-          Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukiman penduduk; Pembangunan saluran pembuangan lahar;
-          Pembangunan kanal pengendali banjir;
-          Relokasi penduduk
◙    Kesiapsiagaan Bencana : Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana
◙   Mitigasi  : Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam – dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural);
Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana;
  • Pembangunan dam penahan banjir atau ombak;
  • Penanaman pohon bakau;
  • Penghijauan hutan;
◙   Sistem Peringatan Dini : Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
Kebijakan Manajemen Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapa perubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yang perlu diperhatikan adalah:
  • Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjadi tanggung jawab legal.
  • Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau pengurangan kerentanan.
  • Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan proses pembangunan.
Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia, Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan.
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
  • Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  • Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara berbagai fungsi yang terkait.
  • Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.
  • Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan bencana.
Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga dan mekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Melalui UU No. 24 tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah memulai proses penyusunan kebijakan menajemen bencana. Beberapa PP yang terkait telah dikeluarkan (PP No. 21, 22, 23 tahun 2008), sementara beberapa PP lain sedang dipersiapkan.

Banjir

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.

Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi  dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)

Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.

Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.

  1. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
  2. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
  3. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan  alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.

Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :

  1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
  2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.
Macam-macam banjir
Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

Banjir air
Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.


Banjir “Cileunang”
Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).
Banjir bandang
Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.


Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.

Banjir lahar dingin
Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.

Bencana Alam

Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dll)

Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehinggamenyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung padakemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka
.Pemahaman ini berhubungan denganpernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas alam yangberbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah takberpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya ataumalapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai darikebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradabanumat manusia.Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability)yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana(disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untukmendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawanbencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup
TSUNAMI
Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahanpermukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawahlaut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah.Tenaga yangdikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunamidapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di lautdalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketikamendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkathingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dankorban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombangtsunami. Tsunami terjadi di 2 tempat yaitu,Banda Aceh dan Jepang,tsunami Jepang terjadi di tanggal 11 Maret 2011 sedangkan Acehterjadi 26 Desember 2004. 
GEMPA BUMI
Gempa Bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tibayang menciptakan  gelombang seismik.Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatuwilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang di alami selama periode waktu. Gempa  Bumi  diukur  dengan  menggunakanalat Seismometer. 
moment 
magnitudo adalah skala yang paling umum di mana gempa Bumi terjadi untuk seluruh dunia.skalarickter adalah skala yang di laporkan oleh observatorium seismologi nasional yang di ukur pada skala besarnya lokal 5 magnitude.kedua skala yang sama selama rentang angka mereka valid. gempa 3 magnitude atau lebih sebagian besar hampir tidak terlihat danbesar nya 7 lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas, tergantung pada kedalaman gempa. Gempa Bumiterbesar bersejarah besarnya telah lebih dari  9, meskipun  tidak ada batasan  besarnya.Gempa  Bumi  banyak  terjadi  di semua negara  


BANJIR

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi  dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.
Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
  1. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
  2. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
  3. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan  alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
  1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
  2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.

TANAH LONGSOR
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
 GUNUNG MELETUS
Gunung meletus, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan seperti inilah gunung berapi terbentuk. Letusannya yang membawa abu dan batu menyembur dengan keras sejauh radius 18 km atau lebih, sedang lavanya bisa membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar sampai ribuan kilometer jauhnya dan bahkan bias mempengaruhi putaran iklim di bumi ini. Hasil letusan gunung berapi berupa:
Gas Vulkanik
Lava dan Aliran Pasir serta Batu Panas
Lahar
Abu Letusan
Awan Panas (Piroklastik)
Contoh-contoh diatas merupakan sedikit contoh dari banyak bencana alam yang ada di muka bumi ini. semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita semua

Pengertian dan Proses Terjadinya Tsunami

Di Indonesia khususnya, kita teramat dekat dengan kata “Tsunami”. Memang, bencana alam yang satu ini pernah menggoreskan luka yang dalam bagi bangsa kita. Beberapa tahun yang lalu, ribuan nyawa melayang tersapu Tsunami di Banda Aceh. Indonesia berduka, dunia berduka. Tsunami sesungguhnya bukan milik Indonesia saja. Semua Negara yang berbatasan dengan laut dan memiliki potensi gempa yang tinggi rawan terkena tsunami. Salah satunya adalah negeri yang digdaya dengan teknologi, Jepang. Sayangnya, meski tsunami sudah demikian akrab, tapi tak sedikit di antara kita yang tak tahu pengertian tsunami yang sesunggunya. Demikian halnya dengan proses terjadinya tsunami itu sendiri. Artikel ini mencoba menjawab kedua persoalan tersebut.

Apa Itu Tsunami?

Kata “Tsunami” sendiri berasal dari bahasa Jepang yang berarti Ombak Besar (Tsu : pelabuhan dan Nami : gelombang). Adapan definisi yang disepakati banyak orang adalah tsunami merupakan bencana alam yang disebabkan oleh naiknya gelombang laut ke daratan dengan kecepatan yang tinggi akibat adanya gempa yang berpusat di bawah lautan. Gempa tersebut bisa saja diakibatkan oleh tanah yang longsor, lempeng yang bergeser, gunung berapi yang mengalami erupsi serta meteor yang jatuh di lautan. Tsunami ini biasanya terjadi apabila besarnya gempa melebihi 7 skala richter. Tsunami ini cukup berbahaya, utamanya bagi mereka yang bermukim di sekitaran pantai. Dengan kekuatan besar, ia akan menyapu apa saja yang dilewatinya.

Proses Terjadinya Tsunami

Jika berbicara mengenai proses terjadinya tsunami, maka kita tentu harus memulai dari penyebabnya, yakni gempa di wilayah lautan. Tsunami selalu diawali suatu pergerakan dahsyat yang lazim kita sebut gempa. Meski diketahui bahwa gempa ini ada beragam jenis, namun 90% tsunami disebabkan oleh pergerakan lempeng di dalam perut bumi yang letaknya kebetulan ada di dalam wilayah lautan. Akan tetapi perlu juga disebutkan, sejarah pernah merekam tsunami yang dahsyat akibat meletusnya Gunung Krakatau.

Gempa yang terjadi di dalam perut bumi akan mengakibatkan munculnya tekanan ke arah vertical sehingga dasar lautan akan naik dan turun dalam rentang waktu yang singkat. Hal ini kemudian akan memicu ketidakseimbangan pada air lautan yang kemudian terdorong menjadi gelombang besar yang bergerak mencapai wilayah daratan.

Dengan tenaga yang besar yang ada pada gelombang air tersebut, wajar saja jika bangunan di daratan bisa tersapu dengan mudahnya. Gelombang tsunami ini merambat dengan kecepatan yang tak terbayangkan. Ia bisa mencapai 500 sampai 1000 kilometer per jam di lautan. Dan saat mencapai bibir pantai, kecepatannya berkurang menjadi 50 sampai 30 kilometer per jam. Meski berkurang pesat, namun kecepatan tersebut sudah bisa menyebabkan kerusakan yang parah bagi manusia.

Jika kita mencermati proses terjadinya tsunami, tentu kita paham bahwa tak ada campur tangan manusia di dalamnya. Dengan demikian, kita tak memiliki kendali untuk mencegah penyebab tersebut. Namun, dengan persiapan dan kewaspadaan yang maksimal, kita bisa meminimalisir dampak bencana tsunami ini sendiri. Contoh yang baik sudah diperlihatkan Jepang. Meski rawan tsunami, namun kesadaran rakyatnya mampu menekan jumlah korban akibat bencana tersebut.

Upaya Penanggulangan Bencana Asap di Riau


Meskipun kabut asap di Riau pada bulan Maret 2014 sudah berlalu di sebagian kawasan di Riau, namun tetap lah harus betul-betul diperhatikan upaya penanggulangan yang meliputi upaya pencegahan. Yang menjadi persoalan selama ini adalah dimana bencana ini setiap tahunnya selalu berulang. Itu artinya upaya penanggulangan bencana asap yang dilakukan oleh pemerintah Riau selama ini tidak serius. Sehingga musibah selalu saja terjadi di setiap tahun. Pada tahun 2014, upaya penanggulangan bencana asap di Riau mendapat komando langsung dari presiden. Setelah turun langsung ke lapangan selama 3 hari, selanjutnya presiden merumuskan beberapa kebijakan baik jangka pendek atau pun jangka panjang guna menyelesaikan permasalahan kabut asap. Untuk lebih jelasnya, berikut ini upaya penanggulangan bencana asap di Riau yang sedang dijalankan pemerintah daerah di bawah komando pemerintah pusat:

1. Kebijakan Penanggulangan Bencana Asap jangka pendek

Kebijakan jangka pendek yakni upaya pemadaman api agar kabut asap hilang dari langit bumi Riau. Upaya ini merupakan upaya operasi tanggap darurat. Dengan melibatkan tentara TNI lengkap dengan peralatannya, upaya pemadaman api ini dilakukan secara gencar. Aksi pemadaman api oleh TNI, Polri dan BNPB. Operasi Terpadu Penanggulangan Bencana Asap di Riau yang berada dibawah kendali BNPB melibatkan 5.110 personel, terdiri dari 3.181 prajurit TNI dan 1.929 unsur lainnya berhasil memadamkan 172 titik api atau sekitar 19.642 hektar kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. 172 titik api yang berhasil dipadamkan tersebut tersebar di beberapa lokasi diantaranya wilayah Siak, Dumai, Bengkalis, Rohil, Kampar dan Pelalawan.

Dalam upaya penanggulangan asap di Riau beberapa upaya telah dilakukan oleh Satgas seperti melakukan 32 kali water bombing Kamov, Sikorsky 119 kali di daerah Bukit Batu dan Palintung Dumai. Selain itu dilakukan juga rekayasa cuaca/ TMC dengan menggunakan pesawat Cassa yang mengangkut 2 ton garam untuk ditabur di wilayah Siak dan Pelelawan serta dengan pesawat Hercules yang mengangkut 5 ton garam untuk ditabur di wilayah Bangkinang, Kampar dan Inhu. Rekayasa ini berhasil membuat terjadinya hujan ringan, sedang di Pekanbaru dan seluruh wilayah Riau.

2. Kebijakan Penanggulangan Bencana Asap jangka panjang

Kebijakan jangka panjang meliputi penertiban kawasan dan pencegahan bahaya asap. Dalam hal ini perlu dilakukan upaya pelayanan kesehatan bagi mereka yang terdampak asap ini; dan penegakan hukum yang harus dilaksanakan secara tegas, keras, dan cepat.

Selain berhasil memadamkan kebakaran hutan, Satgas juga berhasil membongkar kasus illegal logging di daerah Cagar Biosfer dan berhasil mengamankan 5 tersangka berikut barang buktinya serta menyita 6 eskavator di wilayah Teluk Meranti. Hingga saat ini jumlah total 66 tersangka dan juga melibatkan 1 koorporasi PT. NSP.

Pihak Kepoplisian telah menetapkan 65 tersangka pembakar lahan dan hutan di Riau. Satu diantaranya merupakan korporasi PT NSP yang beroperasi di Kabupaten Kepulauan Meranti. Menurut AKBP Guntur, untuk satu korporasi yang ditingkatkan kepenyidikan sejauh ini belum ada tersangka perorangan dan hanya masih melibatkan korporasinya. Namun Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Bencana Kabut Asap Kepolisian Daerah Riau melibatkan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (ITB-) untuk mengusut keterlibatan korporasi dalam perkara dugaan pembakaran lahan dan hutan.

Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kabut Asap Riau masih mencadangkan 21.100 kilogram garam (NaCI) untuk siaga dalam upaya penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hujan buatan jika kebakaran lahan kembali marak.

Terjadinya musibah kabut asap di Riau juga telah memunculkan kepedulian banyak pihak untuk membantu mengatasi masalah tersebut di tengah masyarakat. Berbagai LSM, ormas, organisasi hingga partai politik melakukan upaya suka rela untuk membantu masyarakat korban asap. Berbagai bentuk bantuan tersebut diantaranya seperti bagi-bagi masker, sumbangan dana pengobatan, penyuluhan antisipasi kabut asap dan sebagainya. Semua elemen berupaya untuk membantu mengatasi masalah yang ada.

Tak hanya itu, Satuan Tugas Penegakan Hukum (Satgas Gakkum) juga melibatkan beberapa operator seluler untuk menyebarkan pesan singkat atau SMS kepada masyarakat berisi larangan membakar hutan dan lahan di berbagai wilayah Provinsi Riau. Melalui SMS terkait larangan membakar hutan dan lahan serta minta masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar gedung atau ruangan saat kabut asap.
Upaya itu, kata dia, dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pihak operator seperti Exelcommindo (XL dan Axis) serta Telkomsel (Simpati, As dan Hallo), kemudian Indosat (Mentari dan Matrix).

Pihak kepolisian menyebutkan, untuk melakukan upaya pencegahan telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah sosialisasi tentang maklumat Kapolda tentang larangan membakar hutan dan lahan kepada masyarakat, serta penyebaran brosur mencapai 350 ribu lembar dan pemasangan banner/soanduk sebanyak 2.500 lembar.

Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kabut Asap Provinsi Riau menyatakan tersisa 159 hektare lahan terbakar yang telah padam, namun masih berasap. 144 hektare lahan berasap tipis berada di empat wilayah yaitu Kota Dumai seluas 87 hektare, Bengkalis seluas 38 hektare, dan Rokan Hilir 14 hektare, serta di Kabupaten Siak lima hektare. Wilayah kabupaten/kota lainnya seperti Pekanbaru, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar, Pelalawan dan Kabupaten Kepulauan Meranti, dikabarkan sudah tidak lagi ada lahan terbakar atau yang menghasilkan asap. Sebagaimana diketahui bahwa Luas lahan terbakar paling banyak berada di Kabupaten Bengkalis dengan 7.851 hektare, Meranti 6.369 hektare, Rokan Hilir (2.505 hektare), Dumai (1.138 hektare), Siak (1.129 hektare), dan di Kabupaten Indragiri Hilir ada seluas 329 ha.

Faktor Penyebab Tanah Longsor

Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor.
1. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November seiring meningkatnya intensitas hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Muncul-lah pori-pori atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan tanah di permukaan. Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah itulah, air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Apabila ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah.
2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter dan sudut lereng > 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor, terutama bila terjadi hujan. Selain itu, jenis tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek jika terkena air dan pecah jika udara terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat
Pada umumnya, batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor apabila terdapat pada lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.
9. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
10. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:
  • Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
  • Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur.
  • Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
  • Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
  • Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.
  • Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
  • Longsoran lama ini cukup luas.
12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
  • Bidang perlapisan batuan
  • Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
  • Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
  • Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).
  • Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
  • Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.
13. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
14. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

SahabatQ

Like Facebokk Friends

ProfilQ

VERDA CANTIKA.PSH

Masih Sekolah di SMPN 1 ploso Jombang dr keluarga 3 bersaudara :adik Rindu masih kelas 4 SDN Kedungrejo dn adik Livi masih kecil umur 2,5 th kami keluarga bahagia yg saling menyayangi dn mengasihi sekian Trimksh Lihat Lengkap ProfilQ