Definisi Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
- Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
- Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.
- Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bencana = Bahaya x Kerentanan
Dimana:
◙ Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar. Disaster terdiri dari 2(dua) komponen yaitu Hazard dan Vulnerability;
◙ Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian, kerusakan lingkungan. Misal : tanah longsor, banjir, gempa-bumi, letusan gunung api, kebakaran dll;
◙ Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman bencana;
◙ Risiko ( Kerentanan ) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh hazard dan/atau vulnerability.
Model Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:
- Disaster management continuum model. Model ini mungkin merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.
- Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.
- Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
- The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
- Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut. Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu:
- Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.
- Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
◙ Tanggap Darurat Bencana : Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusul terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and needs assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana
Tujuan :
§ Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia;
§ Mengurangi penderitaan korban bencana;
§ Meminimalkan kerugian material
◙ Rehabilitasi : Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat. Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
◙ Rekonstruksi : Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan – tujuan : mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaat secara ekonomis pada masyarakat
◙ Prevensi : Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik;
- Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukiman penduduk; Pembangunan saluran pembuangan lahar;
- Pembangunan kanal pengendali banjir;
- Relokasi penduduk
◙ Kesiapsiagaan Bencana : Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana
◙ Mitigasi : Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam – dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural);
Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana;
- Pembangunan dam penahan banjir atau ombak;
- Penanaman pohon bakau;
- Penghijauan hutan;
◙ Sistem Peringatan Dini : Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
Kebijakan Manajemen Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapa perubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yang perlu diperhatikan adalah:
- Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjadi tanggung jawab legal.
- Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau pengurangan kerentanan.
- Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan proses pembangunan.
Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia, Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan.
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
- Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
- Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara berbagai fungsi yang terkait.
- Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.
- Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan bencana.
Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga dan mekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Melalui UU No. 24 tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah memulai proses penyusunan kebijakan menajemen bencana. Beberapa PP yang terkait telah dikeluarkan (PP No. 21, 22, 23 tahun 2008), sementara beberapa PP lain sedang dipersiapkan.