a. Struktur Ekonomi Kota
Wilayah kota menjadi tempat kegiatan ekonomi penduduknya di bidang jasa,  perdagangan, industri, dan administrasi. Selain itu, wilayah kota  menjadi tempat tinggal dan pusat pemerintahan. Kegiatan ekonomi kota  dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1) Kegiatan Ekonomi Dasar
Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk  keperluan luar kota atau dikirim ke daerah sekitar kota. Produk yang  dikirim dan disalurkan berasal dari industri, perdagangan, hiburan, dan  lainnya.
2) Kegiatan Ekonomi Bukan Dasar
Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk  keperluan sendiri. Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan residensial  dan kegiatan pelayanan. Kegiatan ekonomi kota dapat berupa industri dan  kegiatan jasa atau fasilitas yang tidak memerlukan lahan yang luas.  Kegiatan ini menyebabkan kota berpenduduk padat, jarak bangunan rapat,  dan bentuk kota kompak.
Struktur kota dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian penduduknya. Mata  pencaharian penduduk kota bergerak di bidang nonagraris, seperti  perdagangan, perkantoran, industri, dan bidang jasa lain. Dengan  demikian, struktur kota akan mengikuti fungsi kota. Sebagai contoh,  suatu wilayah direncanakan sebagai kota industri, maka struktur penduduk  kota akan mengarah atau cenderung ke jenis kegiatan industri.
Pada kenyataan, jarang sekali suatu kota mempunyai fungsi tunggal.  Kebanyakan kota juga merangkap fungsi lain, seperti kota perdagangan,  kota pemerintahan, atau kota kebudayaan. Contoh: Yogyakarta selain  disebut kota budaya tetapi juga disebut sebagai kota pendidikan dan kota  wisata.
Di daerah kota terdapat banyak kompleks, seperti apartemen, perumahan  pegawai bank, perumahan tentara, pertokoan, pusat perbelanjaan (shopping  center), pecinan, dan kompleks suku tertentu. Kompleks tersebut  merupakan kelompok-kelompok (clusters) yang timbul akibat pemisahan  lokasi (segregasi).
Segregasi dapat terbentuk karena perbedaan pekerjaan, strata sosial,  tingkat pendidikan, suku, harga sewa tanah, dan lainnya. Segregasi tidak  akan menimbulkan masalah apabila ada pengertian dan toleransi antara  pihak-pihak yang bersangkutan. Munculnya segregasi di kota dapat  direncanakan ataupun tidak direncanakan. Kompleks perumahan dan kompleks  pertokoan adalah contoh segregasi yang direncanakan pemerintah kota.
Bentuk segregasi yang lain adalah perkampungan kumuh/slum yang sering  tumbuh di kota-kota besar seperti Jakarta. Rendahnya pendapatan  menyebabkan tidak adanya kemampuan mendirikan rumah tinggal sehingga  terpaksa tinggal di sembarang tempat. Kompleks seperti ini biasanya  ditempati oleh kaum miskin perkotaan. Permasalahan seperti ini  memerlukan penanganan yang bijaksana dari pemerintah.
b. Struktur Intern Kota
Pertumbuhan kota-kota di dunia termasuk di Indonesia cukup pesat.  Pertumbuhan suatu kota dapat disebabkan oleh pertambahan penduduk kota,  urbanisasi, dan kemajuan teknologi yang membantu kehidupan penduduk di  kota. Wilayah kota atau urban bersifat heterogen ditinjau dari aspek  struktur bangunan dan demografis. Susunan, bentuk, ketinggian, fungsi,  dan usia bangunan berbeda-beda.
Mata pencaharian, status sosial, suku bangsa, budaya, dan kepadatan  penduduk juga bermacam-macam. Selain aspek bangunan dan demografis,  karakteristik kota dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti topografi,  sejarah, ekonomi, budaya, dan kesempatan usaha. Karakteristik kota  selalu dinamis dalam rentang ruang dan waktu.

Apabila dilihat sekilas wajah suatu kota, maka akan banyak susunan yang  tidak beraturan. Akan tetapi, apabila diamati dengan cermat maka akan  dijumpai bentuk dan susunan khas yang mirip dengan kota-kota lain.
Misalnya, kota A berbentuk persegi empat, kota B berbentuk persegi  panjang, dan kota C berbentuk bulat. Begitu juga dalam susunan bangunan  kota terjadi pengelompokan berdasarkan tata guna lahan kota.
Jadi, suatu kota memiliki bentuk dan susunan yang khas. Apabila kamu  mengamati kota berdasarkan peta penggunaan lahan, maka kamu akan  mendapatkan berbagai jenis zona, seperti zona perkantoran, perumahan,  pusat pemerintahan, pertokoan, industri, dan perdagangan. Zona-zona  tersebut menempati daerah kota, baik di bagian pusat, tengah, dan  pinggirannya.
Zona perkantoran, pusat pemerintahan, dan pertokoan menempati kota  bagian pusat atau tengah. Zona perumahan elite cenderung memiliki lokasi  di pinggiran kota. Sedang zona perumahan karyawan dan buruh umumnya  berdekatan dengan jalan penghubung ke pabrik atau perusahaan tempat  mereka bekerja.
Para geograf dan sosiolog telah melakukan penelitian berkaitan dengan  persebaran zona-zona suatu kota. Penelitian itu bertujuan untuk  mengetahui perkembangan dan persebaran spasial kota.
Beberapa teori tentang struktur kota dapat kamu ikuti pemaparannya sebagai berikut.
1) Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran  human ecology, merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923.  Menurut pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang  sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang konsentris  yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda.
Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau  pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk  kota meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang  timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar.
Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.
Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang  telah maju penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal  yang memudahkan rute transportasi dan komunikasi.
2) Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul  berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa  proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektorsektor daripada sistem  gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan dalam teori Burgess.  Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan  (Central Business District) yang terletak di pusat kota.
Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur  seperti irisan kue tar. Mengapa struktur kota menurut teori sektoral  dapat terbentuk? Para geograf menghubungkannya dengan kondisi geografis  kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar memungkinkan pembuatan  jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah, sehingga penggunaan lahan  tertentu, misalnya perindustrian meluas secara memanjang. Kota yang  berlereng menyebabkan pembangunan perumahan cenderung meluas sesuai  bujuran lereng.
3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua  geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat  dalam wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang  dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang  kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya  nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan.  Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya  yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel  pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara,  kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi  menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok  sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi  yang berdekatan dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari  lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.
Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan  lahan ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan  sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang teratur dari  zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari  Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari  kenampakan nyata suatu kota.
4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965  dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba  menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris  lebih ditonjolkan.
5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan  Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin.  Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut.
6) Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada  peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori  poros ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.
7) Teori Historis
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan  historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di  dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat digambarkan sebagai  berikut.
Dari model gambar di depan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar  hidup masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan  kualitas lingkungan, mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran  (a). Perbaikan daerah CBD menjadi menarik karena dekat dengan pusat  segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula hanya  difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para  pendatang baru khususnya dari zona 2 (c).
 Teori  Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa  perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian  bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga  lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan  membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK  atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities),  karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut  akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.







Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul