Konsep Resolusi
a. Resolusi Spektral
Tiap objek yang berbeda akan memiliki karakteristik pantulan dan pancaran terhadap tenaga elektromagnetik yang berbeda. konsekuaensi dari sensor buatan adalah harus mampu mendeteksi dan memberikan informasi untuk pengenalan suatu objek.
Sebagai contoh, pada panjang galombang tertentu, pasir memantulkan energi lebih besar daripada vegetasi hijau, sedangkan pada panjang gelombang lainnya energi tersebut akan diserap, oleh karena itu, pada prinsipnya berbagai macam material permukaan dapat dibedakan satu dengan yang lainnya dengan adanya perbedaan karakteristik pantulan tersebut. Ini tentu saja memerlukan metode yang sesuai untuk mengukur perbedaan ini sebagai fungsi dari panjang gelombang dan intensitasnya (sebagai fraksi dari sejumlah radiasi yang mencapau permukaan bumi).
Citra dibedakan antara lain berdasarkan atas sensor dan spectrum elektromagnetik yang digunakan di dalam penginderaan jauh. Tiap citra memiliki keunggulan dan keterbatasan sendiri-sendiri karena spektrum elektromagnetik yang digunakan. Penerapan akan disesuaikan dengan tema apa yang akan diteliti.
b. Resolusi Spasial
Sabins (1997) mendefinisikan resolusi spasial sebagai “kemampuan untuk membedakan diantara
jarak dua objek yang berdekatan dengan citra” atau resolusi spasial dapat juga didefinisikan dengan tingkat kerincian/kedetailan objek yang terekam pada citra. Resolusi ini dapat digambarkan sebagai ukuran terkecil objek di muka bumi yang dapat dibedakan ataudipisahkan pada citra. Objek terkecil ini disajikan dalam sebuah piksel (picture elemen). Resolusi spasial berhubungan dengan ukuran piksel citra.
Tiap piksel diwakili oleh luas persegi empat pada citra dimana ini tergantung pada kemampuan sensor untuk memisahkan (mendeteksi) objek yang berbeda ukurannya. Sebagai contoh, sensor Enchanced Thematic Mapper (ETM+) pada satelit Landsat 7 memiliki resolusi spasial 15 meter, oleh karena itu, tiap-tiap piksel menunjukkan ukuran luas 15 m x 15 m atau 255 . Resolusi spasial lebih tinggi (luas piksel lebih kecil) artinya bahwa sensor dapat melihat/mendeteksi objek yang lebih kecil.
c. Resolusi Radiometrik
Susunan piksel menggambarkan struktur spasial dari citra, karakteristik radiometrik menggambarkan isi informasi aktual dalam sebuah citra. Setiap waktu citra diperoleh dengan film atau dengan sensor, besarnya sensitivitas dari energi elektromagnetik akan menentukan resolusi radiometriknya. Resolusi radiometrik pada sistem pencitraan menggambarkan kemampuan untuk membedakan perbedaan energi yang sangat kecil atau jumlah energi yang diperlukan untuk meningkatkan sebuah piksel dengan satu level nilai. Sensor dengan resolusi radiometrik lebih halus akan lebih sensitif untuk mendeteksi perbedaan yang kecil energi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh objek di permukaan bumi.
Dari imagery ditunjukkan dengan nilai digital positif yang berubah-ubah dari 0. Selang nilai sesuai dengan jumlah bits yang digunakan untuk nilai dalam format biner. Nilai maksimum dari tingkat kecerahan yang ada tergantung pada jumlah bit yang digunakan dalam menggambarkan energi yang terekam. Jadi, bila sensor menggunakan 8 bits untuk merekam data, maka akan ada = 256 nilai digital yang ada, dimana akan memiliki range nilai dari0 dampai 255 tingkat keabuan. Data citra ini akan ditampilkan dalam tingkat keabuan, dengan hitam menggambarkan nilai digital 0 dan putih mewakili nilai maksimum
.
Mata manusia hanya dapat membedakan 20 tingkat keabuan, diatas kita sulit untuk membedakan, tetapi semakin besar nilai pembeda pada citra sangat bermanfaat dalam teknik pengolahan citra untuk pembedaan antarobjek. Peningkatan ini menunjukkan kemampuan resolusi radiometrik. Dalam pengolahan citra, jumlah bit dalam data penginderaan jauh sebagai nilai digital (Digital Number = DN)
d. Resolusi Temporal
Selain resolusi spaial, spectral, radiometrik, konsep resolusi temporal dalam sistem penginderaan jauh juga penting. Resolusi temporal data penginderaan jauh adalah waktu ulang atau interval antara perolehan citra secara berturut-turut pada lokasi yang sama atau periode ulang yang berhubungan dengan waktu yang diperlukan oleh satelit untuk melakukan satu kali orbit secara lengkap. Periode ulang sensor satelit tersebut biasanya terjadi dalam beberapa hari. Perekaman berulang suatu daerah dapat mengurangi biaya, dapat menghindari tutupan awan dan cuaca jelek. Kemampuan off-nadir viewing pada sensor HRV SPOT Pankromatik memberikan kemampuan yang lebih fleksibel pada waktu ulang satelit.
Konsep Kompisit
Pengenalan pola spektral objek dapat menjadi pemandu yang sangat bermanfaat dalam upaya mengenali objek pada citra. Gambar berikut ini menyajikan kurva pantulan beberapa objek pada julat (rentang, range) panjang gelombang antara 0,4 µm hingga 2,35 µm.
No
|
Spektrum/Saluran
|
Pnajang Gelombang
|
1
|
Biru
|
0,4-0,5 μm
|
2
|
Hijau
|
0,5-0,6 μm
|
3
|
Merah
|
0,6-0,7 μm
|
4
|
Inframerah (IM)
|
0,7-1,0 μm
|
5
|
IM pantulan
|
0,7-3 μm
|
6
|
IM fotografik
|
0,7-0,9 μm
|
7
|
IM thermal
|
3-5 μm
|
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa air jernih cenderung memberikan pantulan yang lebih rendah daripada air yang lebih keruh pada semua wilayah panjang gelombang. Vegetasi memberikan pantulan yang sangat rendah pada spektrum hiru, meningkatkan agak tinggi pada spektrum hijau (oleh karena vegetasi tampak hijau di mata manusia), menurun lagi di spectrum merah (karena serapan kuat oleh spektrum daun), dan meningkat sangat tajam di spektrum inframerah dekat, sebagai akibat dari pantulan ruang antar sel oleh ruang aantar sel pada jaringan spongi daun. Vegetasi kembali ke pantulan rendah pada saluran ifra merah tengah dan inframerah II karena pengaruh kandungan lengas (kelembabab yang tinggi). Tanah berteksturrelatif kasar ataupun relatif lembab memberika pantulan yang semakin meningkat dari spektrum biru ke inframerah dekat, kemudian semakin turun ke spektrum infra merah tengah I dan II karena pengaruh serapan oleh lengas tanah. Tanah yang bertekstur relatif halus atau berona cerah di lapangan dan sangat tiis cenderung memberikan pantulan tinggi pada spektral. Dedaunan kering akan memberikan pantulan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya panjang gelombang. Meskipun demikian gejala ini cenderung ideal pada laboratorium, sedangkan kombinasi beberapa faktor di lapangan kadang-kadang mengaburkan pola ‘teoritis’ semacam ini.