NEWS UPDATE :

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan

Indonesia dengan berbagai suku mempunyai keanekaragaman kearifan lokal yang di dalamnya terkandung nilai-nilai etika dan moral, serta norma-norma yang sangat mengedepankan pelestarian fungsi lingkungan. Nilai-nilai tersebut menyatu dalam kehidupan masyarakat setempat, menjadi pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi dengan alam, memberi landasan yang kuat bagi pengelolaan lingkungan hidup, menjadikan hubungan antara manusia dengan alam menjadi lebih selaras dan harmoni. Pada saat itu kondisi alam dengan berbagai unsur sumber dayanya dapat terpelihara dan terjaga keseimbangannya, sehingga alam benar-benar berfungsi mendukung kehidupan manusia atau masyarakat di sekitarnya

Kearifan lokal yang sebenarnya dalam perspektif pembangunan berkelanjutan kiranya penting untuk digali dan ditempatkan pada posisi strategis untuk dikembangkan, menuju pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan ke arah yang lebih baik. Nenek moyang kita sebenarnya telah mewariskan berbagai macam kearifan lokal/tradisional yang berfungsi mencegah kerusakan lingkungan, baik sumberdaya lahan, hutan, maupun air. Kesemuanya merupakan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan mampu mempertebal keterpaduan sosial warga masyarakat, serta secara empiris mampu mencegah terjadinya kerusakan lingkunganPermasalahannya saat ini tradisi-tradisi tersebut sudah mulai pudar sebagai akibat penetrasi budaya modernisme yang sulit dihindarkan
 
Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus

Dimensi Kearifan Lokal 
1. Dimensi pengetahuan lokal, hal ini terjadi karena masyarakat telah tinggal cukup lama di suatu wilayah dan telah mengalami perubahan sosial sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan. Adaptasi merupakan bagian dari pengetahuan lokal untuk menguasai alam.
2. Dimensi nilai lokal, dalam hal ini nilai-nilai yang ada mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam, dimana nilai-nilai tersebut akan berkembang sesuai kemajuan masyarakat
3. Dimensi keterampilan lokal, dalam hal ini terkait keterampilan masyarakat untuk bertahan hidup (survival), dari paling sederhana yaitu berburu, meramu, bercocok tanam sampai ke industri rumah tangga
4. Dimensi sumber daya lokal, dalam hal ini sumber daya lokal dibagi berdasar peruntukan seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian, dan permukiman serta kepemilikan bersifat kolektif.
5. Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal, dalam hal ini setiap masyarakat memiliki pemerintahan lokal sendiri atau kesukuan dan masing-masing punya mekanisme pengambilan keputusan berbeda, ada yang demokratis dan ada yang berjenjang
6. Dimensi solidaritas kelompok lokal, dalam hal ini ada ikatan komunal untuk membentuk solidaritas lokal, dapat dilakukan melalui ritual keagamaan, upacara adat yang lain, ataupun adanya solidaritas kerja bakti

Masyarakat Amungme, Papua
Terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku)
Masyarakat Amungme yang tinggal di sekitar Tembagapura memandang Gunung biji (Erstberg) dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama serta tanah sebagai ibu kandung atau mama
Tanah dianggap sebagai mama atau bagian dari hidup manusia, dengan demikian menuntun perilaku pemanfaatan sumber daya alam terutama tanah secara hati-hati, tidak merusak dan tidak mencemariKonsekuensi dari kearifan budaya tersebut adalah ketika dampak pencemaran limbah PT Freeport Indonesia dalam pembuangan tailing ke Sungai Ajkwa dan Agawaghon, dimaknai sebagai pencemaran terhadap “air susu ibu” (mama) yang memicu perlawanan
 Masyarakat Serawai, Bengkulu

Terdapat penerapan nilai tabu atau pantangan dalam berladang atau celako kemali dan tradisi tanam tanjak, yang merupakan cerminan kearifan terhadap lingkungan.
Di dalam praktek usaha tani ladang, masyarakat Serawai tidak boleh berladang pada areal yang sama berselang satu tahun, yang dimaksudkan untuk menjaga kesuburan tanah
Jika seseorang melanggar akibatnya adalah celako kemali, antara lain sakit berkepanjangan, meninggal dunia, dan hidup melarat
 
Masyarakat Dayak Kenyah, Kalimantan Timur
Menerapkan kearifan lokal di dalam melestarikan alam
Alam dan masyarakat Dayak Kenyah adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan keduanya saling memberikan pengaruh timbal balik
Masyarakat Dayak Kenyah memandang alam sebagai sumber kehidupan, karena mereka berladang, berburu, membuat perahu, meramu, membuat obat, dan lain-lain bersumber dari alam
Upacara ritual dan adat juga berhubungan dengan alam baik tarian maupun nyanyian
Di masyarakat tersebut terdapat tradisi tanaulen, dimana kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat
Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat, sehingga hutan dengan berbagai pepohonannya tidak boleh ditebang sembarang yang bertentangan dengan adat
Satwa tertentu juga tidak boleh dibunuh karena akan mempengaruhi kehidupan atau keselamatan manusia

Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat

Masyarakat Kasepuhan yang tinggal di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun meyakini leuweung titipan atau hutan yang dikeramatkan sebagai lahan cadangan di masa depan
Dalam pemanfaatan sumber daya alam mereka memberlakukan beberapa tabu dan larangan, yang disebut dengan larangan sasih
Sebagai contoh masyarakat Kasepuhan dilarang memasuki kawasan atau wilayah hutan keramat apalagi mengambil sesuatu di dalamnya, kecuali atas ijin sesepuh adat
Saat ini leuweung titipan tidak boleh dieksploitasi, kecuali untuk dimanfaatkan hasil hutannya untuk diambil madu, rotan, tumbuhan untuk obat, serta jenis tanaman atau buah-buahan untuk keperluan sehari-hari
Masyarakat Haruku, Maluku

Masyarakat Haruku, Maluku secara konsisten mematuhi sasi laut, yaitu aturan tentang pemanfaatan sumber daya laut
Pengaturan itu dalam bentuk larangan menangkap jenis ikan tertentu (seperti ikan lompa), larangan menggunakan alat tertentu (seperti alat peledak dan jaring halus/karoro), larangan menangkap ikan pada tempat-tempat tertentu, serta larangan melaut pada saat-saat tertentu
Masyarakat Haruku juga harus mematikan mesin perahu jika melewati tempat-tempat yang dikenai sasi laut

 
 
 
Share On:
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

- Harap Komentar Sesuai dg Judul Bacaan
- Tidak diperbolehkan Untuk Mempromosikan Barang ato Berjualan
- Bagi Komentar Yg Menautkan Link Aktif di anggap Spam
Selamat Berkomentar dn Salam persahabatan

SahabatQ

Like Facebokk Friends

ProfilQ

VERDA CANTIKA.PSH

Masih Sekolah di SMPN 1 ploso Jombang dr keluarga 3 bersaudara :adik Rindu masih kelas 4 SDN Kedungrejo dn adik Livi masih kecil umur 2,5 th kami keluarga bahagia yg saling menyayangi dn mengasihi sekian Trimksh Lihat Lengkap ProfilQ