Fasik (al-fisq) berasal dari akar kata fasaqa-yafsiqu/yafsuqu-fisqan-fusûqan. Secara etimologis (bahasa), dalam ungkapan orang Arab, fasik (al-fisq) maknanya adalah keluar dari sesuatu (al-khurûj ‘an asy-syay’i) (al-Qurtubhi, Tafsîr al-Qurthubi, 1/246.),
atau keluar (baca: menyimpang) dari perintah (al-khurûj ‘an al-amr). Dikatakan, misalnya, “Fasaqat ar-ruthbah (Kurma keluar),”— jika ia keluar dari kulitnya.” Dikatakan pula, misalnya, “Fasaqa Fulan mâlahu (Si Fulan mengeluarkan hartanya),”—jika ia menghabiskan atau membelanjakannya (ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, 10/38).
Walhasil, secara etimologis (bahasa), fasik (al-fisq) maknanya adalah keluar (al-khurûj).
Sementara itu, secara terminologis (istilah), menurut al-Jurjani, orang fasik adalah orang yang menyaksikan tetapi tidak meyakini dan melaksanakan (al-Jurjani, At-Ta’rîfât. I/211). Sedangkan al-Manzhur lebih lanjut menjelaskan bahwa fasik (al-fisq) bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari jalan yang benar. Fasik juga berarti menyimpang dari agama dan cenderung pada kemaksiatan; sebagaimana iblis melanggar (fasaqa) perintah Allah, yakni menyimpang dari ketaatan kepada-Nya. Allah Swt. berfirman:
فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ
Mereka kemudian berbuat fasik terhadap perintah Tuhannya. (QS al-Kahfi [18]: 50).
Dalam ayat di atas, frasa berbuat fasik terhadap perintah Tuhannya artinya keluar dari ketaatan kepada-Nya.
Fasik juga berarti keluar dari kebenaran (al-khurûj ‘an al-haqq). Karena itu, fasik kadang-kadang berarti syirik dan kadang-kadang berarti berbuat dosa. Seseorang dikatakan fasik (fâsiq/fasîq) jika ia sering melanggar aturan/perintah. Fasik juga berarti keluar dari sikap istiqamah dan bermaksiat kepada Tuhan. Karena itu, seseorang yang gemar berbuat bermaksiat (al-‘âshî) disebut orang fasik (ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, 10/38).
Sedang munafik adalah sebutan untuk orang yang melakukan perbuatan Nifâq. Nifâq diambil dari nâfiqâ’ bukan nafaq. Nâfiqâ’ adalah salah satu ruang yarbû’ (Jerboa-Ing) yaitu binatang sejenis tupai yang sebagian ruangannya ditutupi dan sebagian ruang yang lain dibuka (Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, X/358). Dengan demikian, secara etimologis, nifâq dapat diartikan sebagai membuka satu sisi dan menutup sisi yang lainnya. Konotasi inilah yang populer di kalangan orang Arab sampai datangnya Islam.
Al-Quran kemudian memberikan konotasi lain pada kata tersebut, yaitu menampakkan wajah yang berbeda anatara di dalam dan di luar Islam, atau di hadapan kaum Muslim menampakkan sikap yang sependirian dengan mereka, tetapi di hadapan kaum lain menampakkan sikap yang sependirian dengan kaum tersebut. Inilah sikap nifâq. Karakter demikian menjadi karakter dasar orang munafik (munâfiq). Allah Swt. menunjukkan sikap dasar munafik tersebut dalam firman-Nya:
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Jika mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Sebaliknya, jika mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian. Kami hanyalah berolok-olok.” (QS al-Baqarah [2]: 14).
Ibn Manzhur menyatakan bahwa sebutan munafik dengan pengertian tersebut merupakan pengertian khusus yang belum dikenal oleh orang Arab sebelumnya, yaitu orang yang pada lahiriahnya menampakkan keimanan padahal dalam batinnya menyembunyikan kekufuran (Ibid, X/359). Dengan demikian, nifâq adalah sikap menampakkan sesuatu secara lahiriah yang berbeda dengan apa yang ada di dalam batin (hati) (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, II/47). Al- Jurjani menilai orang munafik adalah orang yang bersaksi atau menyatakan diri sebagai orang beriman dan melaksanakan perintah dan larangan Allah, tetapi ia tidak meyakininya (Al-Jurjani, at-Ta‘rifât, I/60).
Dari penjelasan di atas kita dapat memahami bahwa fasik dan munafik keduanya merupakan kemaksyiatan kepada Allah. Kemaksyiatan dapat berupa kemaksyiatan yang besar yaitu kekafiran (keluar dari aqidah Islam) atau berupa perbuatan dosa saja (tidak keluar dari aqidah). Munafik dan kafir keduanya adalah orang-orang fasik. Mereka semuanya adalah orang-orang yang keluar/menyimpang dari ketaatan kepada Allah dan tidak mengikuti perintah-Nya. Fasik memiliki pengertian yang lebih umum dan melingkupi pengertian kafir dan munafik, yaitu sebagai orang yang keluar dari perintah Allah.
Perbuatan fasik secara umum lebih mudah untuk diketahui, karena ia dapat dinilai dari penampakkan aktivitas yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Sedangkan secara khusus perbuatan Munafik sulit untuk diidentifikasi, karena ia merupakan perbuatan batin. Namun, kita dapat melihat tanda-tanda orang munafik antara lain sebagai berikut:
- Berdusta dan menipu kepada Allah (lihat QS an-Nisa’ [4]: 142 dan QS. at-Taubah [9]: 75-76)
- Suka Mengejek Agama Allah, Rasul-Nya, dan Al-Qur’an (kitab-kitab Allah) (lihat QS an-Nisa’ [4]: 142 dan QS at-Taubah [9]: 74)
- Membenci Rasulullah SAW (lihat QS at-Taubah [9]: 74 dan HR. Muslim : “Tidaklah seseorang mencintaiku kecuali ia seorang Mukmin dan tidaklah seseorang membenciku kecuali ia seorang munafik”)
- Tidak percaya dengan janji Allah dan Rasul-Nya (lihat QS. al-Ahzab [33]:12).
- Beribadah bukan karena Allah tetapi untuk riya dan mendapat pujian (lihat QS an-Nisa’ [4]: 12).
- Tidak mau melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dengan memberikan alasan-alasan bahkan kalau perlu mereka akan bersumpah (lihat QS al-Ahzab [33]:13).
- Menghalangi manusia untuk melaksanakan perintah Allah (lihat QS an-Nisa’ [4]: 61; al-Munafiqun [63]: 2).
- Menyerukan kemungkaran dan melarang atau mencegah kemakrufan (lihat QS at-Taubah [9]: 65).
- Merasa senang jika berhasil menyesatkan orang lain dan jika dipuji orang atas perbuatan baik yang sebenarnya tidak mereka lakukan (lihat QS Ali ‘Imran [3]: 188).
- Menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan kepercayaan, mereka tidak segan-segan untuk mengorbankan umat dan menggadaikan kemuliaan umat untuk mendapatkan kemuliaan semu dari orang-orang kafir (lihat QS an-Nisa’ [4]: 138-139)
Perbuatan munafik sangat berbahaya bagi kaum muslim, karena ia sperti musuh di dalam selimut. Kita memohon kepada Allah agar dijauhkkan dari sifat kemunafikan dan dari kerusakan yang timbul dari perilaku orang-orang munafik dan fasik.