Dasar Klasifikasi Penggunaan Lahan

             Pemanfaatan Teknik Penginderaan Juah untuk Pemetaan Penutup Lahan dan Penggunaan

Lahan Sudah Memasuki tahap operasional, bahkan semakin lama dirasakan semakin menguntungkan bila dibandingkan dengan survey langsung di lapangan. banyaknya jenis citra penginderaan jauh yang ada pada saat ini sangat menguntungkan dalam memilih citra yang sesuai dengan tujuan pemetaan penggunaan lahan skala kecil sampai skala besar.

                                                                       

Pemanfaatan citra penginderaan jauh sebagai sumber data untuk pemetaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh: (a) resolusi spektral, (b) resolusi spasial, (c) skala dan (d) tingkat kerumitan obyek yang direkam pada citra tersebut. Pemilihan panjang gelombang, resolusi spasial dan skala yang tepat akan sangat menentukan ketelitian hasil identifikasi penggunaan lahan. Disamping itu tingkat kerumitan obyek juga mempunyai pengaruh yang cukup besar, semakin tinggi kerumitan obyek yang terekam akan menyulitkan untuk mengidentifikasi obyek penggunaan lahan secara individu.

Sistem klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan juga ikut menentukan ketelitian dalam identifikasi penggunaan lahan. Beberapa masalah yang terkait dengan sistem klasifikasi penggunaan lahan adalah: (a) pemberian batasan istilah/kategori penggunaan lahan yang tidak seragam, (b) kesesuaian dengan tujuan pemetaan yang dilakukan dan (c) kesulitan dalam penyusunan sistem klasifikasi secara hirarkhis, yaitu: bertingkat dari skala tinjau sampai skala besar.

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian, dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk palnner yang harus membuat keputusan berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi. Data ini biasanya di presentasikan dalam bentuk peta disertai data statistik aeal setiap kategori penggunaan lahan dan penutup lahan. Penggunaan citra pengindraan jauh sesuai khususnya untuk produksi peta-peta.

Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs), yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi, dan biologi (Aldrich, 1981). Penggunaan lahanmerupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlaianan, sehingga tidak ada satu defenisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda (Campbell, 1983). Hal ini memungkinkan, misalnya melihat penggunaan lahan dengan jalan mengevaluasi lahan dalam hubungannya dengan bermacam-macam karakteristik alami yang disebutkan di atas. Dari hal ini, kita pindah ke penutup lahan yang menggambarkan “kontruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan” (Burley, 1961). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra pengindraan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur fisik yang dibangun oleh manusia; (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang; (3) tipe pembangunan. Jadi, berdasar pada pengamatan penutup lahan, diharapkan untuk dapat menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktivitas manusia yang tidak dihubungkan secara langsung dengan tipe penutup lahan seperti aktivitas rekreasi (Anderson et al, 1976). Masalah-masalah lainnya termasuk penggunaan ganda yang dapat terjadi secara multan atau terjadi secara alternatif; penyususnan penggunaan vertical; dan ukuran areal minimum dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan membutuhkan beberapa keputusan bijak harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari mengandung beberapa derajat informasi yang digeneralisasi menurut skala dan tujuan aplikasinya (Bambang Purwoseso, 1996).

Film pankromatik

Film yang terutama dipergunakan untuk pemetaan udara dan penafsiran di Amerika Serikat adalah pankromatik, suatu bahan negative hitam putih yang mempunyai kisaran kepekaan yang kira-kira sama dengan kisaran mata manusia. Kecepatan standar (super XX) film pankromatik menjamin kontras rona yang cukup baik, suatu lintang pencahayaan yang luas, resolving power yang cukup, dan perbutiran (graininess) yang rendah. Film “Pan” seperti biasanya disebut, mempunyai kepekaan terhadap sinar merah lebih tinggi daripada normal, jadi memungkinkan kecepatan yang lebih tinggi dengan filter-filter kabut. Indeks pencahayaan ASA yang normal besarnya 100.

Gambar-gambar pada potert pankromatik ditunjukkan di dalam bermacam-macam tingkat warna kelabu, dengan rona yang sebanding dengan kerapatan suatu warna objek seperti yang nampak oleh mata manusia. Film pankromatik adalah paling unggul untuk membedakan objek-objek dengan perbedaan warna yang sebenarnya, tetapi kurang tingginya kepekaan terhadap sinar hijau menyebabkannya sukar membedakan tipe-tipe vegetasi (misalnya jenis-jenis pohon). Suatu filter kabut yang berwarna kuning muda atau kuning sedang biasanya digunkan untuk pemotretan film pankromatik.

Suatu film pankromatik hitam dan putih yang berkecepatan tinggi adalah Tri-X suatu emulsi yang dirancang untuk penyinaran dengan intensitas cahaya yang minimum. Tingkat ASA Tri-X adalah 200, atau dua kali kecepatan Super XX. Film Tri_X disinari dengan menggunakan tipe filter kabut yang sama sebagai standar pankromatik, dan kecuali perbutiran (graininess) yang ditingkatkan, menghasilkan kenampakan rona yang serupa.

Film Inframerah

Film inframerah hitam dan putih terutama peka terhadap sinar radiasi biru-violet dan inframerah. Kadang-kadang disinari melalui filter-filter merah atau merah tua, sehingga penyinaran hanya dapat dilakukan dengan panjang gelombang merah dan pankromatik. Kenyataannya, tipe pemotretan ini mungkin paling baik disebut sebagai “inframerah dekat” (near infrared), karena kebanyakan penyinaran hanya menggunakan sebagian kecil radiasi inframerah yang kira-kira berkisar antara 700 sampai 900 milimikron. Hasil yang serupa rona-rona kelabu pada film inframerah lebih bersal dari kemampuan pantulan inframerah dari suatu objek daripada warnanya yang sebenarnya. Misalnya, vegetasi yang berdaun lebar adalah sangat memantulkan dan oleh karean itu potret-potret akan berona terang, conifer atau tumbuh-tumbuhan berdaun jarum cenderung menyerap radiasi inframerah dan akibatnya menunjukkan rona yang lebih gelap. Ciri-ciri ini membuat film inferamerah terutama berguna untuk mendeliniasi tipe tegakan hutan dan untuk membedakan samara bilamana digunakan cat hijau yang tidak memantulkan sinar inframerah atau tumbuh-tumbuhan yang dipotong.

Tubuh-tubuh air menyerap sinar inframerah sampai suatu tingkat yang tinggi dan biasanya nampak sangat gelap pada film (keculai yang mengandung banyak lumpur). Kesan ini bermanfaat di dalam menentukan luas percabangan sungai, pasang surut dan garis pantai, rawa-rawa dan saluran-saluran. Sebaliknya, rona yang geap kerap kali menghalangi deteksi bahaya di bawah air semacam batu karang, gosong dan rintangan saluran. Di dalam beberapa hal, kesan rona yang tidak biasa dari pemotretan inframerah mencampur objek-objek yang kecil seperti jalan-jalan yang kotor dengan tumbuh-tumbuhan berona muda. Lagi pula, bayangan yang gelap pada potert inframerah merupakan suatu sumber kesulitan di dalam penafsiran mengenai detail di lapangan.

Pemotretan yang dilakukan dengan film inframerah biasanya bias menembus kabut secara lebih baik daripada pankromatik, tetapi adanya kabut tebal atau awan yang basah juga akan menghalangi penetrasi sinar sampai ke film. Tingkat penyinaran ASA yang dianjurkan adalah 125. Apabila film inframerah disinari melalui filter-filter kabut berwarna kuning, hasil kompromi mengenai kontras rona kadang-kadang dinyatakan sebagai inframerah “termodifikasi”. Penyinaran dengan filter merah banyak menaikkan kontras, terutama diantara tipe tumbuh-tumbuhan, tetapi kerapkali mengorbankan beberapa ketajaman gambar (T.Avery Eugene, 1989).

Citra Landsat

Citra-citra digital hasil perekaman sistem sensor seri satelit Spot yang beresolusi radiometrik 8-bit ini tersidia dalam beberapa kelas (level processing)

·         Level 1A. Pada kelas ini, citra-citra digital satelit telah terkoreksi secara radiometric (meskipun minimum). Produk ini pada dasarnya ditunjukkan untuk pengolahan lebih lanjut.

·         Level 1B.  Pada kelas ini, citracitra digital telah terkoreksi radiometric standard an geometric (basic preprocessing level).

·         Level 1C.Pada kelas ini, citra-citra digital telah mengalami sejumlah koreksi sedemikian rupa (precision level) hingga produk ini secara khusus ditunjukkan bagi para pengguna yang memerlukan akurasi kartografis atau untuk memenuhi kebutuhan penggabungan data yang berasal dari berbagai sumber.

·         Level S.Pada kelas ini, citra-citra digital sudah memungkinkan untuk proses registrasi citra yang terdapat pola lokasi (wilayah studi) yang sama dengan waktu yang berlainan (registrasi citra time-series). (Eddy Prahasta, 2009:451)

Citra SPOT

Satelit SPOT (Systeme Probatoire d’Observation de la Terre) adalah satelit sumber daya alam serupa landsat, memiliki kemampuan mengindera stereoskopis dengan resolusi spasial lebih tinggi dari dari landsat namun resolusi spektralnya rendag. SPOT diluncurkan oleh Perancis pertama kali tahun 1986, SPOT 3 diluncurkan tahun 1993. Konfigurasi satelit SPOT: tinggi orbit 830 km, inklinasi 98,7^0, orbit polar sunsynchronous, pengulangan 26 hari.

Data stereodiindera dengan sudut berbeda yang saling menumpuk (ovelay) sekitar 60%, dapat direkonstruksi menjadi kenampakan tiga dimensi dan dapat dihitung ketinggian relative. Satelit SPOT terdiri dari tiga kanal dengan spesifikasi mode, kanal, panjang gelombang, resolusi spasial dan spektral.

Mode	Kanal	(µm)	Resolusi Spasial (IFOV)	Resolusi Spektral
Multi Spektral	1 2 3	0,5 – 0,59 0,61 – 0,68 0,79 – 0,89	20 x 20 m	8 bit
Panchomatic	1	0,51 – 0,73	10 x 10 m	6 bit DPCM

Sensor yang digunakan HRV (High Resolution Visible Image System) dengan sistem sken elektronik. Citra yang diperoleh dengan HRV, satu scene mencakup daerah seluas 60 x 60 km. penggunaan citra SPOT untuk mengamati kondisi permukaan, antara lain topografi dengan skala 1 : 50.000 atau lebih kecil (Sri Hartati Soenarno, 2009).

Citra Quickbird

Citra quickbird merupakan sumberdaya yang sangat baik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di bidang-bidang analisis perubahan lahan, pertanian, industry minyak dan gas, monitoring infrastruktur rekayasa dan konstruksi, dan kehutanan. Hasil-hasil perekaman sensor (BGIS-2000 atau BHRC-60 [Ball High Resolution Camera-60] satelit Quickbird merupakan beberapa band citra dengan spesifikasi sebagai berikut:

Band	Keterangan	Domain spectral	Resolusi	Resolusi Radiomatik
1	Biru	0,45-0,52µm	2,44m-2,88m	11-bit/piksel
2	Hijau	0,52-0,60µm	2,44m-2,88m	11-bit/piksel
3	Merah	0,63-0,69µm	2,4-m-2,88m	11-bit/piksel
4	NIR	0,76-0,90µm	2,44m-2,88m	11-bit/piksel
Pan	VNIR	0,45-0,90µm	0,61m-0,72m	11-bit/piksel

 (Eddy Prahasta, 2009:454)

Daftar Pustaka

Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis. InformatikaBandung: Bandung.Suryantoro, Agus. 2013. Penginderaan Jauh untuk Geografi.Penerbit Ombak: YogyakartaSoenarno,Sri Hartati. 2009. Penginderaan Jauh danPengenalan Sistem Informasi      Geografis Untuk BidangIlmu Kebumian. Penerbit ITB: Bandung.Sutanto.1994. Penginderaan Jauh Jilid 2.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.